Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

OrangMal4mAvatar border
TS
OrangMal4m
Kadang, Sosok Sempurna Belum Tentu Jadi Jodoh Terbaik
Cerpen Religi

Beberapa kali aku menyadari ketidakberdayaan diri akan jalan takdir. Bagaimana bisa, seseorang yang terlihat sempurna dan sesuai dengan kriteria suami idaman tidak menjadi pilihanku di keputusan akhir yang kupilih. Padahal, sejak awal kami bertemu ada hati yang berdesir kala menatapnya.

Dulu, ketika kami dipertemukan oleh seorang teman bernama Nayla. Nayla adalah teman satu kantorku. Dalam sebuah acara perluncuran karyanya, sosok Ahmad menjadi yang paling kuperhatikan. Caranya berbicara sangat jelas dan tidak bertele-tele.

Gestur tubuh di atas panggung, memperlihatkan sebuah kepercayaan diri tinggi. Pantas saja kepercayaan dirinya tinggi, pendidikan yang ditempuh hingga tingkat sarjana di kampus favorit Indonesia dan kemampuan mengolah katanya yang tinggi, pasti itu alasannya. Selain itu, penampilannya yang necis dan matching bisa membuat kaum hawa memujinya. Ditambah lagi segudang prestasi dan karya yang selalu ditunggu penggemarnya, menjadi nilai tambah bagi pria berumur 25 tahun itu.


Nayla, temanku sekaligus adiknya memperkenalkan kami di belakang panggung. Masih kuingat jabat erat tangannya yang sangat bersahabat. Tidak lupa senyuman manis dan ramahnya membuatku mampu membuka diri pada Ahmad.

Hari ke hari perkenalan kami semakin dekat. Tidak banyak bertemu, hanya sesekali dan menyapa lewat aplikasi whatsap. Namun, kerinduan dan perasaan cinta tumbuh begitu saja, tanpa bisa dibendung dan dicegah.

Puncaknya saat Ahmad dbersama Nayla datang ke rumah bertemu dengan Ayah dan Ibu untuk meminta izin berhubungan lebih serius denganku. Sempat aku shock dan bertanya-tanya, mengapa dia tidak meminta izin padaku lebih dulu? Mengapa harus langsung ke kedua orang tuaku?[/justify[justify]
“Karena anak gadis masih menjadi tanggungjawab orang tuanya. Kalo ingin melakukan sesuatu kepada seorang gadis, maka wajib meminta izin dahulu pada orang tuanya,” jawab Ahmad.


Belum pernah aku menemui seseorang yang sangat mengutamakan etika seperti ini. Aku semakin tenang dan nyaman berada di dekatnya. Ditambah lagi Ayah dan Ibu sudah memberikan izin untukku dan Ahmad menjalani masa perkenalan sebelum nanti masuk ke jenjang pernikahan.

Hari-hari kami lalui dengan diskusi. Merencanakan dan merancang masa depan keluarga yang akan kami bina. Dimulai dari merencanakan tempat tinggal. Aku dan Ahmad sepakat untuk berpisah dari orang tua dalam membangun rumah tangga. Kami sama-sama paham, jika sudah menikah harus bisa mandiri untuk hidup bersama. Walau kewajibanku dan dia sebagai anak, tetap tidak akan berkurang.



Namun, diskusi itu tidak semulus indahnya mimpi bersama. Saat Ahmad mengatakan bahwa dia ingin aku berhenti bekerja dan tetap di rumah, menjaga dan mengatur semua keperluan rumah tangga. Sementara itu, Ahmad berjanji akan memenuhi nafkah untuk semua kebutuhan yang diperlukan.


Aku yang sejak awal sangat aktif, terbiasa bekerja dan menghasilkan uang sendiri untuk berbagai kebutuhan, agak tidak setuju dengan permintaannya. Aku mengajukan keberatan padanya, aku meminta ia untuk tetap mengizinkanku bekerja dan berjanji tidak akan melalaikan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu nantinya. Respon Ahmad saat itu hanya terdiam, ia menunduk dan mengalihkan pembicaraan dengan mengajakku kembali pulang.

Aku menatapnya dalam kala itu. Diamnya Ahmad, membuat hatiku terasa dingin, melebih malam saat itu. Pikiranku pun menebak-nebak, apa yang menjadi keputusannya. Ah, harusnya dia mengatakan saja apa yang ada di dalam pikirannya. Apakah dia ingin marah atau mendukungku. Kalau dia diam seperti ini, aku jadi serba salah.

Salahkah aku yang memintanya mengizinkan untuk tetap bekerja? Bukankah dengan aku bekerja, setidaknya bisa lebih meringankan?

Hari-hari kulalui dengan rasa bersalah yang terus menyusup jauh ke dalam jiwa. Ada rasa ragu yang tidak dapat kujelaskan akar masalahnya. Apakah karena permintaannya untuk berhenti bekerja? Apakah karena diamnya? Apakah aku pantas untuk mendampinginya?

Tanggal yang ditentukan pun datang. Ahmad berjanji datang kembali ke rumah, meminta izin kepada kedua orang tuaku untuk mempersunting aku menjadi istrinya. Keragu-raguan dalam hati semakin besar, rasa resah semakin membuat tidak nyaman.


Konten Sensitif

Sumber

Kini, aku duduk di ruang tamu keluarga bersama Ayah, Ibu, dan Ahmad. Mereka menantikan jawabanku, apakah aku akan menerima pinangan Ahmad. Sejenak aku menatap laki-laki berhidung mancung itu. ia tersenyum simpul. Kualihkan pandangan ke kedua orang tuaku, ada sebuah harapan di sana.

Merasa tidak kuat memandang wajah mereka, aku hanya bisa menunduk. Seraya mengucapkan kata maaf. “Maaf, Dira tidak bisa melanjutkan ini. Dira merasa belum siap untuk menjadi istri Ahmad. Maafkan Dira.” Air mataku meluncur begitu saja tak tertahankan. Suasana ruang tamu hening.

Ya, inilah akhir dari hubungan antara aku dengan Ahmad. 


Karena perbedaan prinsip hidup, kami tidak bisa bersama.
 

Meskipun ia sempurna dan berkecukupan, tetap masalah hati dan kenyamanan menjadi pertimbangan. Ini pilihanku untuk menyudahi hubungan kami. Semoga dengan ini, Ahmad bisa mendapat wanita yang lebih baik dariku, yang bisa mengikuti semua prinsip hidupnya.

Salam hangat,

RetnoQr3n
Diubah oleh OrangMal4m 22-04-2020 07:26
ukhtyfit81
NadarNadz
nona212
nona212 dan 28 lainnya memberi reputasi
29
929
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
Richy211Avatar border
Richy211
#1
belum tentu memang yang sempurna tapi lebih ke saling melengkapi iya gak
OrangMal4m
OrangMal4m memberi reputasi
1
Tutup