Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bukhoriganAvatar border
TS
bukhorigan
[SFTH][Trilogy][END] Tersesat dalam Sesat III | Thriller Short Story
===
ATTENTION
make sure you have done
to read this part


Tersesat dalam Sesat I
Tersesat dalam Sesat II
===

"wahai mimpi yang usai, bangunlah dari kenyataan."

===
Tersadar
===

"maksudmu apa Lya ?"
"apa yang terjadi ?"

Bagas bertanya terus sambil mengusap pundaku, terheran dan kebingungan dengan apa yang aku katakan sebelumnya, sedangkan Eri, Harni, dan Tion sepertinya mulai memperhatikan obrolan kami, Aku hendak beranjak dari kasur, namun tenaga yang belum terkumpul masih menghambatku.

"kalian asik sendiri, apa kami dianggap kambing conge ya ?" ucap Harni cemberut, kami tertawa kecil

"pagi gengs ! pagi juga buatmu Harni, tiap hari makin cantik aja hehe . ." tiba-tiba Arkan tiba di muka pintu kamar, melambaikan tangan pada kami semua sambil tersenyum, khususnya pada Harni karena Arkan suka padanya, Arkan sahabat kami yang paling humoris.

"iyalah gue cantik, memangnya lu yang tiap hari jelek !" sambut Harni, kami semua tertawa, sedangkan Arkan yang sudah kebal atas penolakan Harni hanya mampu tertawa kecut, Arkan menghampiri Aku.

"wah Lyana udah siuman ya ? dia habis dicium sama lu ya Gas ? Lya kelihatan segar hehe . . " timpa Arkan di samping ranjang, Aku dan Bagas hanya tersipu satu sama lain.

"Arkan, tolong deh jangan bikin gaduh dulu, kasihan kan Lya." ucap Eri dengan melirik ku.

"tidak apa-apa Ri, lagipula aku ingin menanyakan sesuatu pada Arkan, apakah kamu tahu ada dimana Billy ?" tanyaku pada Arkan, semua memperhatikanku.

"Billy . . ah diantara kita memang anak itu yang paling pendiam, dia memang tidak banyak bicara semenjak kita tiba disini, kita sedang liburan di tempatnya kan, tapi dia seperti kehilangan akalnya ketika menemani kita di Villa ini, tidak seperti Billy yang kita kenal." jawab Arkan, sambil bersandar pada dinding.

"terus sekarang dia dimana ?" tanya Harni, kami-pun penasaran, terlebih lagi Aku yang harus segera menemukannya.

"tadi malam Aku bertemu Billy sepintas di ruang keluarga Villa ini, duduk bersama Ayahnya yang baru pulang dari Batam, dia sedikit tertunduk, seperti merasakan sedih, setelah itu dia beranjak pergi ke kamarnya, sedangkan Ayahnya duduk di perapian sendirian." ucap Arkan, Aku mulai mengingat jika di Villa ini ada Ayah Billy, ingatanku mulai pulih mengenai mimpi semalam karena Aku bertemu dengan Ayahnya dalam tidur !

"Aku rasa Billy tumbuh dewasa tanpa kasih sayang, Ibunya meninggal sejak kita hendak memasuki tingkat perguruan tinggi, Billy sangat terpukul, termasuk Ayahnya yang berubah drastis menjadi lebih keras." Tion menimpa jawaban Arkan.

"Billy memang jarang berbicara dengan kita khususnya setelah kepergian Ibunya, saat bertemu kemarin Aku merasakan kesedihan yang dalam pada matanya, terkadang kita semua sebagai sahabatnya, belum mampu sedikitpun menghiburnya." Eri mengingat dengan menundukan matanya, semua orang mulai merenung mengenai Billy.

"Lalu kenapa kamu menanyakan dia Lya ?" tanya Bagas, Aku merasakan dia mulai cemburu di bumbui penasaran.

"Aku harus bertemu dengannya, dan Kita juga harus membantu dia." Aku mulai memaksakan kakiku untuk beranjak dari kasur, semua memperhatikanku dengan cemas.

"Tu . . tunggu Lyana." Bagas dengan cekatan memegang tanganku.

"pelan Lyana." ucap Eri peduli.
"iya ga sabaran banget sih lu." timpa Harni, mereka berdua turut membantu, sedangkan Tion dan Arkan hanya menggelengkan kepala.

"Guruduk . . Trak . . !" Sebuah kotak jatuh dari balik selimut.

Aku melihat sebuah kacamata tergeletak bersama kotaknya, bingkai lensa yang terukir indah dengan jelas, Aku menunduk untuk mengambilnya, Aku raba dengan seksama, ini sama persis dengan kacamata yang kutemukan dalam mimpiku.
Tiba-tiba kepalaku sakit, badanku sempat oleng menuju dekapan Bagas, semua terlihat panik melihatku, ingatanku datang seperti tersambar kilatan petir dalam kepala.

"hati-hati Lyana, duh kenapa sih lu makasain banget." ucap Harni cemas.

"Aku tidak apa-apa, kita harus cepat menuju kamar Billy." jawabku, semua orang akhirnya setuju dan beranjak pergi, menuntunku menuju kamar Billy.

Sekarang aku mengingat dengan jelas, simpul misteri dari mimpiku terbuka.
Sebuah Mimpi dari masa depan yang harus diselesaikan di masa sekarang !

. . . flashback . . .

Nama anak itu Billy, dia seorang Pria yang baik hati, pandai menghibur, pintar mengambil hati orang, siapapun didekatnya akan merasa nyaman, kami bertujuh merupakan sahabat sejak pertama masuk SMA, bersama dalam suka duka.
Dia adalah anak konglomerat di Indonesia, Ayahnya pemilik tambang gas swasta di pulau Kalimantan, dan beberapa sektor tambang lainnya di Samudera Pasifik, Ibunya keturunan orang Belanda yang cantik menawan, sifatnya yang murah senyum dan pendiam diturunkan pada Billy, aku pernah melihat mereka sekilas ketika datang di kelulusan SMA kami, untuk itulah perawakan Billy sedikit berbeda, wajah khas Pria campuran Indo-Eropa yang tinggi semapai, perawakannya tenang dan tegas, ditambah keturunan bangsawan nan kaya raya, sontak saja sejak SMA Billy merupakan idola di Sekolah kami.
Keluarga Billy adalah keluarga bangsawan yang sedikit tertutup, konon Ayahnya merupakan pengikut ajaran konservatif religius, tidak salah memang, namun membuat latar belakang keluarganya menjadi misteri di mata kami, walaupun begitu Ayah Billy begitu mencintai keluarganya.

Rumah yang dijadikan Villa ini adalah milik nenek moyang Ibunya, Bogor merupakan tempat dengan sederet rumah mewah peninggalan bangsa Eropa sejak Hindia Belanda memerintah, masa kecil Billy hampir dihabiskan di tempat ini, ketika Billy beranjak SMP Ayah dan Ibunya pindah ke Jakarta meninggalkan tempat ini yang dijaga oleh pelayan keluarganya, sekitar 30 orang dibutuhkan untuk dipekerjakan disini, menjaga Villa tetap bersih dan terawat.
Villa ini besar bak istana impian, terlebih lagi tempat ini jauh dari pusat keramaian, terkadang Ayah Billy menjadikan tempat ini sebagai balai pertemuan bagi rekan bisnisnya karena tempatnya yang sejuk dikelilingi padang rumput bergelombang juga pepohonan rindang.

Walaupun begitu, Billy sejak SMA seperti enggan membawa kami ke Villanya, dia mengatakan jika Villa ini tidak nyaman untuk ditempati, kontradiksi dengan masa kecilnya yang disebut pernah menjadi masa paling bahagia bagi Billy.
Billy mengabulkan permintaan kami untuk datang ke Villanya, karena satu hal yaitu karena Aku yang meminta, kenapa ? karena Aku tahu jika Billy menyukai diriku sejak pertama bertemu di SMA.
Pria selalu tampil bodoh dan kikuk jika menyukai seorang Wanita, dan Billy yang pendiam semakin gugup jika bertemu denganku, pernah suatu waktu Aku menyapanya di kelas, dia hanya mampu tertegun sampai buku yang dia pegang-pun terjatuh, Aku hanya tersenyum gemas melihat tingkahnya.
ah Billy, semua menganggap dirimu anak emas, bongkahan berlian di kelas kami, semua orang menyukai keberadaannya karena loyalitas dan keikhlasannya bagi kami semua, pernah satu waktu ketika kami berhasil menjadi juara lomba cepat tepat di sekolah, dia mentraktir kami semua untuk shoping ke mall, puluhan juta dia keluarkan untuk seluruh anggota kelas.
Bukan hanya itu, ketika Arkan lupa membawa buku di jam pelajaran kedua, dia menyerahkan bukunya sendiri pada Arkan, sedangkan Billy rela dihukum oleh Guru untuk hormat ke bendera sampai siang !, itulah kenapa Arkan sangat berterima kasih dan cukup dekat dengan Billy sejak saat itu.
Semua orang bisa menjadi Teman dengan uang, tapi Billy bukan hanya menampilkan emasnya saja tapi memberi arti persahabatan yang sesungguhnya.

Aku, Bagas, Billy, Arkan, Tion, Harni, dan Eri selalu bersama, tentu kami dekat dengan teman kelas kami lainnya tapi kami sudah bergerombol sejak masa MOS SMA, kami satu kelompok, bahkan nama kelompok kami masih tersematkan oleh banyak orang dari murid sampai kepala sekolah, yaitu kelompok Ulat Bulu.
Aku dan mereka-pun dikelompokan bersama dalam satu jadwal piket, kelompok kami biasa membersihkan kelas di akhir pekan, bahkan jadwal piket yang tertera di kelas bukan jadwal piket hari Sabtu, tapi jadwal piket hari Ulat Bulu, Aku dan Billy selalu kebagian membawa air untuk mengepel lantai, dia selalu mengambil dua ember sekaligus, tidak ingin membuatku kelelahan.
Sepulang dari sekolah kami bertujuh menghabiskan waktu bersama, menonton film, berjalan di taman, sampai menginap dan bercerita dirumahku, bahkan Ayah dan Ibuku sudah menganggap Billy anak sendiri, Ibu dan Ayahku sama-sama memanggil temanku kawanan Ulat Bulu, terkecuali Arkan yang disebut Belut karena sikapnya yang ceroboh dan membuat kami terhibur.
Terdengar aneh memang, tapi nama Ulat bukan tanpa sebab, karena kami menganggap masa SMA adalah masa Kepompong bagi Ulat, setelah lulus Kepompong ini menetas menjadi Kupu-kupu indah, lihat saja sekarang, Bagas anggota di satuan Brimob Polda Metro Jaya, Tion lulusan Teknik Nuklir di Yogya, Harni menjadi Asisten riset Penerbangan BUMN, Arkan di usia muda menjadi kepala direksi TV Swasta Nasional, Eri lebih unik dia menjadi Penulis Novel terkenal yang karyanya terjual ratusan ribu eksemplar, dan Aku sendiri menjadi Dokter di Rumah Sakit Swasta Jakarta mengikuti jejak Ayahku.

Sedangkan Billy, setelah lulus dia menghilang tertelan, terlebih lagi Ibunya dikabarkan meninggal, dia seperti Kupu-kupu emas yang terseok-seok kehilangan arah, Kami harus merangkulnya sebelum sayapnya patah.

Akhirnya Aku berinisiatif untuk bertemu dengan semua sahabatku setelah sekian lama, utamanya bertemu dengan Billy, Aku selalu peduli dengannya, bukan tanpa sebab karena kami berdua dibilang cukup dekat di kelas, suatu waktu Billy pernah menyatakan cintanya di penghujung kelulusan, namun Aku meyadari bahwa dekat dengan Billy hanya akan membuat permusuhan di kelas, khususnya Harni yang memang menyukai Billy sejak awal, memang cinta Billy aku tolak tapi rasa peduliku takan pernah hilang, terlebih Aku sudah menerima cinta dari Bagas, dan berkomitmen satu sama lain hingga sekarang, Billy memang baik, tapi Bagas adalah belahan jiwa yang ku dambakan sejak awal bertemu, kisah pernyataan cinta Billy dan Aku masih tersimpan rapat tanpa diketahui siapapun.

Kami akhirnya bertemu satu sama lain di Kota Bogor, sebelumnya Aku datang terlebih dahulu ke kota ini yang sempat diguyur hujan angin, sehingga kondisiku yang sebelumnya kelelahan di Rumah Sakit langsung drop karena cuaca setempat, walaupun begitu Aku tetap memaksakan pergi demi mereka, demi secuil kabar dari Billy.
Kami dijemput oleh Mobil Alphard Eksklusif milik Billy, sedangkan Billy sendiri menunggu di Villanya, perjalanan yang cukup panjang tidak terasa karena kami bercerita panjang mengenai kisah kami masing-masing, Aku dan Bagas yang menjalin hubungan sejak SMA tampak larut dalam kisah mereka semua, Billy terkadang menjadi bahan obrolan kami, tapi mengingat supir mobil ini adalah staf dari keluarga Billy, akhirnya cerita dan tanda tanya mengenai Billy kami simpan sampai di pertemuan nanti.

Setelah kami sampai, Billy menunggu kami di gerbang, dia tersenyum dari kejauhan, setelah turun dari Mobil kami semua berpelukan dengannya, menanyakan segala kabar darinya, dan Aku menjadi orang terakhir yang belum bersalaman, ketika semua orang takjub dengan pemandangan serta Villa yang mewah, akhirnya Aku dan Billy bertatapan satu sama lain, dia tersenyum dan Aku membalas senyum dia dengan hangat lalu memeluknya sesaat.

"kamu semakin cantik Lyana." ucap Billy pelan, masih terlihat gugup dan memerah.

"kamu juga Billy, sudah lama sekali kita tidak bertemu, sejak . ."

" . . sejak Aku menyatakan cintaku padamu ?" Billy memotong dengan senyuman.

Aku hanya tertunduk malu, dan Billy mulai menampakan wajah merahnya, Aku rasa hati Billy tidak berubah tapi raganya banyak berubah, dia hanya memakai setelan Pajamas khas Rumah sakit, matanya terlihat lesu berkantung dan jauh lebih kurus, wajahnya yang putih terlihat kontras dengan kumis yang berserakan di pipi hingga dagu, ada sesuatu yang aneh terjadi pada Billy, supir dan pelayan menunggu di belakangnya lalu akhirnya Billy mempersilahkan Aku masuk dan berjalan bersamanya, sedangkan yang lain berlari mendahului kami, dengan gaya kekanakan mereka terlihat berlari-lari kecil di padang rumput ini, di ujung sana Bagas hanya tertawa tenang melihat tingkah Arkan dan Harni yang jungkir balik menikmati pemandangan, ah Bagas selalu terlihat tampan, sedangkan Tion dan Eri hanya berjalan jalan menuju teras Villa, Aku tersenyum dan merasa mereka menjalin hubungan serius.

Billy membuka pintu utama Villa, mengajak kami untuk masuk, Harni yang sejak tadi sudah tidak sabar langsung ambruk di sofa mewah dan tertidur dengan mudah, Eri dan Tion masih menikmati pemandangan diluar, lalu Bagas menemani Arkan yang lari terbirit ingin buang air kecil, hanya Aku dan Billy yang berdiri di ruang tamu ini.
Dia mengajaku menuju kamar yang akan Aku tempati, kami berjalan menaiki tangga, lalu sampai pada balkon di lantai dua, Aku terperanjat dengan pemandangan diluar balkon, sehingga Aku memutuskan untuk pergi keluar menyapa udara petang.

Tiba tiba Billy memegang tanganku.

"Lyana, sebelum segalanya terlambat, Aku ingin kamu menerima ini." Billy meletakan sebuah kotak kecil dengan aksen klasik Eropa, Aku membukanya, ini adalah sebuah kacamata.

"ini . ." Aku terpana dengan kacamata yang kupegang, sakit kepala mulai menyerangku, mungkin Aku akan demam.

"itu adalah kacamata Ibuku, Aku begitu menyayanginya, Aku ingin kamu memilikinya Lyana." ucap Billy lirih, seperti kata perpisahan.

"Sudah lama Aku ingin mengakui ini, dan berkonsul denganmu, Aku saat ini dalam pengaruh obat-obatan, setiap hari Aku memakai Morphine bahkan sejak pertemuan terakhir kita, umurku mungkin takan lama lagi Lya." ucap Billy sambil memalingkan wajah, meneteskan air mata.

Aku hanya terpaku tidak percaya, perkataan singkat Billy menyadarkanku pada satu hal.
Akulah penyebab menghilangnya Billy selama ini, Aku yang menyebabkan sayapnya patah !

Seketika itu pula pandanganku gelap, rasa shock dan demam sudah merayap sampai ubun-ubun, akhirnya membuatku jatuh ambruk tak sadarkan diri.

"Lyana . . ?!"

"Billy . ."

"Bil . ."

. . . back to present . . .

"Billy, Aku harus menyelamatkanmu" Aku berteriak dalam hati, sambil memegang kacamata pemberiannya, Aku berjalan dituntun Bagas, yang lainnya mengikuti, sedangkan Arkan memimpin di depan.

Aku bercerita segalanya kepada mereka semua, mengenai Billy dan hubungannya mengenai mimpi semalam, mimpi yang Aku alami dan Bagas adalah cinta segitiga yang akan berakhir buruk !

"Billy memang tidak keluar kamar sejak semalam, mungkin dia sakit." imbuh Arkan di depan, menyusuri koridor ini.

"kita harus bersiap menghadapi kondisi terburuk, Eri telpon ambulan, Harni telpon polisi setempat, dan Bagas kamu lebih berpengalaman mengenai hali ini." ucap Tion tegas, Eri mengangguk, sedangkan Harni terlihat sedih karena ceritaku, sedangkan para Pria masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi, Bagas mulai mengeratkan pegangannya padaku, mereka memang kikuk dan bodoh.

Terlihat di ujung koridor Ayah Billy dan para Pelayan mengetuk beberapa kali pintu kamar Billy, lalu disusul langkah kami yang baru sampai di depan pintu kamar Billy.
Ayah Billy memang baru sampai di Villa semalam, lalu bertemu dengan Billy di ruang keluarga seperti yang diucapkan Arkan, Dia meliriku sesaat dengan mata merah padam, terlihat marah dengan kedatanganku, namun dia tetap melanjutkan berusaha memanggil anaknya dari luar dengan nada lebih keras.

"Om ? sepertinya kita harus mendobraknya, ada sesuatu yang tidak beres." ucap Bagas segera, memasang kuda-kuda untuk membuka paksa pintu kamar Billy, sedangkan Ayah Billy mengangguk dan melangkah mundur bersama para pelayan.

Semua orang termasuk sahabatku mulai tegang dengan keadaan.

"Brak ! Brak !" Bagas dengan cekatan mendorong pundaknya ke arah pintu.

"Brak . . !!" pintu terbuka, robek dari bingkainya.

Ayah Billy segera masuk ke dalam kamar tidur anaknya, disusul kami dan pelayan yang masuk bersamaan.

"Billy ! anak ku !" tangis Ayah Billy memecah suasana, sedangkan Kami tersentak dengan situasi yang kami sendiri tidak mempercayainya, lalu para pelayan ada yang meninggalkan tempat berusaha mencari bantuan.

Billy tergeletak dibawah jendela, lengan bajunya terlipat kusut dengan jarum suntik yang masih tertancap, wajahnya pucat karena darah mengalir lambat, lalu lehernya sedikit lebam tanda pembuluhnya menyempit, Billy mengeluarkan buih di mulutnya mengalir perlahan tercampur bercak darah yang keluar dari tubuh, terlihat matanya sedikit terbuka.

Apa yang terjadi ?

next to second post

Spoiler for image source:
Diubah oleh bukhorigan 10-04-2020 21:14
manusiakelam
Dheaafifah
terbitcomyt
terbitcomyt dan 49 lainnya memberi reputasi
50
3K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
bukhoriganAvatar border
TS
bukhorigan
#2
TRIVIA

Saya menghaturkan banyak terimakasih kepada Momod Mimin yang menjadikan Cerpen sederhana ini menjadi Hot Thread, utamanya Cerpen bagian pertama.

Terimakasih bagi Agan-Sista yang sudi membaca hingga Akhir dan maaf jika ending kisah ini terkesan dipaksakan.
welljujur saja memang banyak plot cerita yang saya buang karena keterbatasan karakter dalam Thread, jika tetap mengikuti jalur maka kemungkinan akan keluar dari proporsi Trilogy.

Namun Ending kisah ini sudah sesuai benang merah yang sudah saya inginkan sebelumnya.

ANOTHER TRIVIA UPDATED SOON
Diubah oleh bukhorigan 11-04-2020 07:49
Visiliya123
Mbahjoyo911
Mbahjoyo911 dan Visiliya123 memberi reputasi
2
Tutup