papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
320.8K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#285
Pengalaman kami bag.1





Setelah kuperhatikan lagi...aku terkejut.


Ternyata, tubuh istriku itu mengambang !


Tubuhnya yang masih bersila, melayang sekitar satu jengkal dari tikar pondokan !


Aku langsung melihat Abah. Dan Abah juga sedang menatapku tajam.


Mungkin Abah mengerti akan keterkejutanku. Ia lalu berbicara dengan nada pelan. Hampir berbisik malah.


"Mas tenang saja. Yang buat istri mas melayang ini bukan istri mas sendiri. Tapi Abah dengan izin Allah ta'ala. Karena untuk mengobati pelet ini, caranya ya seperti ini, mas. Tubuh si Eneng harus tidak bersentuhan dengan benda yang berasal dari alam kita. Kalau bahasa gampangnya, si Eneng ini sudah ada dialam lain. Hanya wadahnya saja yang terlihat."


Aku hanya melongo mendengar ucapan Abah. Otakku langsung mencoba berfikir dan mencerna semua perkataan Abah itu. Dengan sedikit pengetahuan tentang hal-hal ghaib. Aku mencoba mengotak atik maksud ucapan Abah.


Didalam pikiranku, Abah saat ini sedang menyembuhkan istriku. Dengan cara memasukan roh atau apapun itu kedalam alam ghaib. Hanya saja wadag atau tubuh istriku masih berada dialam kami. Dan, setahuku, alam ghaib itu keberadaannya hanya 1 jengkal dari atas tanah alam kita. Itu yang kudengar dari bapakku dulu.


Apa mungkin, istriku kini sedang berada dialam ghaib ? Entahlah.


Disaat aku tengah sibuk berfikir, Abah kudengar berbicara perlahan kepadaku.


"Mas...,"


"I...iya bah," sahutku gagap.


"Mas mau, bantu istri mas ?" Tanya Abah lagi. Kedua tangan Abah masih diposisi semula.


Aku mengangguk.


"Apapun akan saya lakukan untuk kesembuhan istri saya, bah," jawabku tegas, namun dengan sedikit was-was. Karena aku merasa, aku akan bersentuhan dengan sesuatu yang tak kuinginkan.


Abah tersenyum.


Ia lalu berkata, "mas sekarang temui Soleh dipondokan kecil dibelakang rumah Abah. Ajak dia untuk menemani mancari daun bambu yang bergoyang sendirian."


"Hah, maksudnya bah ?" Tanyaku dengan jantung mulai berdegup kencang.


"Iya, ajak Soleh buat bantu mas cari daun bambu yang sedang bergoyang sendirian. Abah lihat daun itu ada dikebun Abah. Mas nanti sama Soleh pergi jalan kaki aja. Deket kok." Kata Abah, juga dengan disertai senyuman.


Bagiku bukan masalah jauh dekatnya jarak. Tapi daunnya. Kenapa pula Abah mau daun bambu tengah malam begini, sudah gitu, daun itu harus yang sedang bergerak gerak sendirian lagi. Dan, kenapa harus daun bambu ? Pohonnya sendiri sudah punya reputasi mengerikan. Sebagai tempat bersemayamnya itu tuuuhh...

"semua ini gara-gara sikampret sukirman,"gerutuku dalam hati.


Tapi, mau bagaimana lagi. Ini perintah Abah. Dan aku yakin, Abah sudah memikirkan untuk apa daun itu nantinya.


Kulihat tubuh istriku yang masih mengambang diatas tikar. Juga masih dengan kedua mata yang terpejam. Kulihat diwajahnya ada guratan-guratan tipis tanda usianya yang sudah tak lagi muda. Kubayangkan penderitaan istriku disana. 


Ah, sungguh sangat kasihan sekali rasanya. 


Aku harus kuat. Demi istriku dan demi keluargaku seluruhnya. Masa nyari daun bambu aja takut. 


Setelah aku berhasil mensugesti diriku sendiri dengan keberanian, aku lalu berpamitan dengan Abah.


Sebelum melepas kepergianku, Abah berpesan.


"Kalau daun bambunya yang bergoyang sudah ketemu. Langsung ambil pakai tangan kanan, ingat mas, tangan kanan. Baca bismillah dulu, ya. Kuah terua berdzikir didalam hati. Lalu satu lagi, jangan pernah mas menengok ke atas. Karena daun itu Abah lihat sejajar tingginya dengan kepala mas. Sekali lagi ingat, jangan sesekali melihat ke atas," katanya.


Aku mengangguk.


Aku segera melangkah kebelakang rumah Abah. Disana terdapat 2 pondokan kecil khusus bagi santri santri Abah. 1 pondok berdiri dibelakang rumah Abah, tepat dibelakangnya. Sedangkan 1 lagi, agak jauh dari rumah Abah. Tapi masih dalam 1 lingkungan rumah Abah.


Aku pergi kepondokan yang menempel dengan tembok belakang rumah. Karena disana biasanya Soleh tidur.


Dan benar saja, saat aku akan naik kepondokan, Soleh kulihat masih duduk didalam pondokan sambil mengaji.


Agak ragu aku untuk mengganggu aktifitasnya.


Tapi, aku mengingat kembali pesan Abah dan juga kondisi istriku.


"Assalamualaikum," kataku dengan perlahan. 


Takut membangunkan beberapa santri lain yang sedang tertidur.


Soleh menghentikan aktifitas mengajinya.


"Wa'alaikumsalam," sahutnya.


Soleh langsung berdiri begitu melihatku berdiri didepan pondokannya.


Kulihat ia langsung membereskan perlengkapannya mengaji.


Ia lalu turun dari pondokan.


"Ada apa, a ?" Tanya Soleh padaku.


Aku lalu menjelaskan kepadanya maksud dari kedatanganku.


Soleh mengangguk tanda mengerti.


"Ya udah, Ayuk atuh a," katanya cepat.


Kami lalu beriringan berangkat menuju kebun milik Abah. Kata Soleh, kebun itu tak begitu jauh. Hanya sekitar 10 menit jalan kaki kearah belakang rumah.



Cerita berikut ini berdasarkan pengalaman istriku, disaat aku tengah mencari daun bambu itu. Dan, inilah kisahnya




Saat itu, aku sedang menunggu kedatangan abah bersama suamiku dipondokan.

"Abah masih lama gak ya, yah ?" Tanyaku pada suamiku.

"Gak tau, bun. Kita tunggu aja," jawabnya sambil kulihat ia memperbaiki duduknya.


Aku saat itu sudah sedikit lebih tenang. Karena masalahku sebagian besar sudah tuntas. Hubunganku dengan suamiku sudah mulai membaik. Dia sudah kembali memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan dia, atau kamu lagi.


Tak lama, Abah kulihat berjalan dengan tenang kearah kami, ia lalu naik ke pondokan ini dan duduk agak jauh dihadapan kami.


Abah lalu memanggilku untuk mendekat.


Aku menoleh kearah suamiku.


Ia mengangguk.


Aku segera menggeser dudukku agar lebih mendekat kearah Abah.


Abah memberiku isyarat agar aku memejamkan mata dan membalikkan badan. 


Aku menurut.


Kini, sambil terpejam, aku duduk memunggungi Abah.


Aku merasa sedikit tidak enak dan merasa kurang sopan. Tapi aku segera mengenyahkan pikiran itu. Aku harus fokus dengan penyembuhan ku. Aku yakinkan dalam diriku, bahwa Abah lebih tahu dari pada kami berdua.


Abah berbisik kepadaku.


"Pasrahkan sama Gusti allah, neng. Yakinlah bahwa ini akan menyembuhkan neng. Neng harus yakin sama Gusti Allah. Karena kalau neng tidak yakin, sehebat apapun Abah, hasilnya akan percuma."


Setelah mendengar perkataan Abah, aku mulai mensugesti diriku. Aku harus yakin akan kekuatan Allah. 


Aku mulai melemaskan seluruh tubuhku dari yang awalnya tegang.


Dan, tiba-tiba saja, aku merasakan denyutan yang sangat keras merambat dari tulang ekor punggungku menuju keatas. 


Dan saat sampai daerah dada, aku berteriak keras. Tak tahan dengan rasa sakit dan panasnya.


Aku membuka mata !


"Hah, dimana ini ?"


Aku kaget begitu aku membuka mata. 




Kulihat disekelilingku hanyalah semak belukar dan pepohonan. Tidak ada Abah, pondokan, dan juga suamiku. 


Aku melihat sekeliling sekali lagi. 


Dan hasilnya tetap sama. Tak ada siapapun, hanya pepohonan dan semak belukar disana sini. 


Dan anehnya lagi, suasana disini tidaklah gelap seperti tadi. Yang kurasakan saat itu adalah seperti sore menjelang malam. 


Ya, seperti waktu Maghrib.


Atau dalam bahasa lain adalah waktu sendikala.


Tapi aku merasakan bahwa aku tidaklah sendirian disini. Aku yakin, sangat yakin, bahwa ada sesuatu atau sesosok makhluk yang ada entah dimana, sedang mengawasiku.


Aku ingin sekali berteriak, memanggil nama suamiku dan Abah. Tapi aku takut, takut kalau yang datang malah sesuatu yang kini kurasakan sedang mengawasiku.


Bulu kuduku meremang.


"Srak !"


Aku terkejut. Jantungku memompa darah dengan cepat dan kencang.


Sebuah suara memecah keheningan yang kurasakan.


Aku takut. Sangat takut. 


Aku ingin sekali menangis, tapi sekali lagi aku merasakan keanehan. Air mataku tak mau keluar. Hanya perasaan saja yang keluar. Tapi tak ada air mata.


"Srak...!"


Sekali lagi kudengar suara itu.


Bunyi seperti kaki yang tak sengaja menyerempet dedaunan kering diatas tanah.


Aku langsung melupakan rasa tangisku. Aku kini mulai memikirkan rasa takut yang semakin kuat.


Aku harus bersembunyi. Tapi, dimana ?


Disaat aku sedang bingung, terdengar sebuah suara yang sangat kecil. Berdenging seperti suara nyamuk yang melintas diwaktu malam saat kita tertidur. 


Tapi itu bukanlah suara nyamuk. 


Suara itu ternyata suara Abah. Ya, suara Abah. Aku bisa mendengar suara Abah disekitar telingaku walaupun sangat kecil.


"Neng, lari dari situ. Jalan lurus jangan belok-belok. Nanti neng akan menemukan sebuah goa. Neng masuk, tapi...," 


Suara Abah terputus. Karena konsentrasiku terganggu dengan suara "srak" yang lagi-lagi terdengar. Dan suara ini semakin jelas. Pertanda pemilik suara itu semakin dekat denganku.


Aku mencoba berkonsentrasi lagi. Tapi suara Abah sudah hilang.


Tak menunggu lama, aku segera mengikuti perkataan yang kuyakin berasal dari Abah.


Aku berjalan lurus, bukan, aku bukan berjalan tetapi berlari lurus kedepan.


Saking takutnya, aku berlari lurus menerobos semak belukar yang menghalangiku. Baju dan celana yang kukenakan mulai ada yang robek dan kotor. Tapi aku tak memperdulikannya.


Aku tidak akan berhenti sebelum berhasil menemukan gua yang Abah katakan.


Disaat aku berlari, aku lalu berhenti. Karena menghadang 3 pohon besar dijalur lintasanku. Kalau aku memaksa maju, tak mungkin karena pohon-pohon itu tumbuh sangat rapat.


Ada sebuah celah kecil diantar pohon pohon itu. Karena ada 1 pohon yang tidak bersentuhan rapat dengan 2 pohon disebelahnya. Pohon itu lebih kecil dari 2 pohon lainnya.


Tapi celah itu hanya cukup untuk tubuh anak kecil. Kucoba melihat disisi kiri pohon yang agak kecil itu. Ada sebuah jurang yang cukup dalam. Aku segera melihat disisi sebelah kanan, kulihat banyak tumbuhan berduri sangat tajam. Seperti pohon-pohon jeruk, tapi lebih kecil dan lebat.




Satu-satunya jalan adalah aku harus berlari memutari semak-semak berduri tajam itu. Tapi aku takut nanti tidak bisa bertemu jalur ini lagi. Karena jujur, aku sangat pelupa dengan yang namanya menghapal jalan. Karena itu aku tidak ikut kegiatan Pramuka sewaktu sekolah dulu. 


Tapi kalau aku terus disini juga, bisa-bisa sesuatu itu keburu muncul dan menangkapku. 


"Srak...!" 


Suara itu muncul kembali. 


Aku menoleh kebelakang. Kulihat pohon-pohon bergoyang dibelakang sana. Entah apapun itu, tapi aku sangat yakin. Bahwa makhluk yang mengejarku memiliki ukuran tubuh yang tinggi dan besar.


"Ya Allah, gimana ini ?" Tanyaku putus asa.


Tiba-tiba, dari arah jurang, melintas 2 buah kupu-kupu berwarna cerah didepanku. Mereka melintasi ku dan mengarah menuju pinggiran semak belukar berduri tajam disisi kanan.




Entah atas dasar apa, aku secara naluriah berjalan mengikuti kedua binatang cantik itu.


Kedua kupu-kupu itu terus terbang berdampingan disepanjang sisi semak berduri itu. Mereka mungkin seperti menyuruhku untuk mengikuti mereka. Karena saat aku agak menjauh, salah satu kupu-kupu yang ukurannya lebih kecil itu akan terbang rendah mendekat kearahku. Lalu terbang menjauh lagi dimana kupu-kupu besar itu terbang.


Aku terus mengikuti mereka.


Sampai dimana aku menemukan sebuah jalan yang agak lapang. Dimana semak-semaknya sudah tidak berduri lagi.


Aku memandang kedua binatang itu, kulihat mereka terbang melintasi semak tersebut.


Aku mengikutinya.


Dan, seperti yang kuduga. Kedua binatang itu kembali terbang seperti memutari semak-semak ini.


Aku gembir melihatnya. Karena ternyata aku tak sendirian. Ada sesuatu yang membantuku untuk menemukan jalan ini. Siapapun itu, aku sangat bersyukur kepada Allah SWT atas pertolongannya.


Tak berapa lama, aku berhasil kembali ketempat dimana ketiga pohon itu berdiri.


Aku tersenyum senang. 


Aku lalu hendak berjalan kembali. Sesuai dengan petunjuk Abah. Tetapi, saat aku hendak menghadap ke kanan, makhluk yang selama ini membayangi gerakanku menampakan wujudnya. 


Makhluk itu ternyata sudah sampai disisi lain ketiga pohon besar yang rapat itu.


Aku melihat tubuhnya yang besar dan tinggi. Hampir menyamai tinggi pohon besar disebalah kirinya. Bisa kulihat bulu-bulu lebat panjangnya menutup sekujur badan. Mata merahnya yang mengintip dari celah pohon. 


Lalu, suara yang dulu pernah kudengar kembali terdengar. Dan ini sangat jelas.


"Rara...Rara...Rara...!"



(sikampret ini nongol lagi, gan)








***
Diubah oleh papahmuda099 10-04-2020 10:59
redrices
sulkhan1981
sampeuk
sampeuk dan 43 lainnya memberi reputasi
44
Tutup