Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
[TRUE STORY] Dating Mr. Bule : A Short Escape


Index:
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5

[PART 1]
 
"Ya udah, mendingan kamu putus dari aku, biar kamu bisa pacaran sama bule."
 
Aku masih teringat ucapan sarkastiknya saat aku menceritakan mimpi masa kecilku yang menjadi latar belakang lagu yang aku ciptakan sewaktu kecil.
 
Dengan tawa garing aku pun menanggapi kembali ucapannya, "Makasih loh ya. Amin."
 
Tidak kusangka bahwa memang pada akhirnya hubungan kami berakhir tak lama setelah itu. Itu semua karena aku menangkapnya basah membohongiku selama hampir satu tahun bersama. Nyatanya ia tidak pernah putus dari pacarnya yang ada di kampung halamannya, dan aku dijadikannya 'backup plan'. Semua ucapan dan tindakan manisnya hanyalah kotoran kerbau belaka.
 
Ingin ku berkata kasar padanya, tetapi daripada hanya berkata kasar, aku melemparkan bom atom padanya di hari ulang tahunnya. Aku mencampakkannya sambil membuka semua kebohongannya selama ini padaku sampai ia tidak dapat mengelak. Ia hanya meminta maaf dengan tangisan buayanya. Tapi cih, basi. Aku tidak peduli lagi.
 
Sudahlah. Ini bukan kisah tentangnya. Ini kisah tentang, Mr. Bule.
 
~~~~~~~~~~~~

 

April 2018 adalah awal aku memutuskan untuk berkarir menjadi tutor online pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Dari semua pekerjaan yang pernah aku jalani, inilah pekerjaan yang paling aku nikmati. Aku tak perlu keluar rumah dan berdandan ala kadarnya (terkadang aku juga tidak berdandan dan memakai celana pendek), tetapi aku bisa meraup penghasilan yang lebih dari saat aku bekerja di lembaga.
 
Masih dalam bulan pertama dalam karir baru ini, aku menerima permintaan kursus dari seorang pria berkewarganegaraan Australia. Ia bercerita bahwa belum lama ia kembali dari Jakarta menjalani kegiatan dari sekolah bahasanya, dan alasan mengapa ia mengambil kursus online adalah untuk memperlancar Bahasa Indonesianya.
 
Di awal kami berkomunikasi ia masih terdengar kaku dengan Bahasa Indonesia yang terlalu formal dan masih sedikit kesulitan menangkap kata-kata dalam Bahasa Indonesia. Tetapi sedikit demi sedikit aku mengajarinya untuk berbahasa Indonesia sehari-hari sehingga lebih terdengar santai. Ia pun semakin lama menjadi semakin baik.
 
Beberapa bulan setelah itu ia memberitahukan rencananya untuk pergi ke Jakarta lagi karena sekolah bahasanya mengadakan kegiatan lainnya lagi disana selama dua minggu. Karena jadwal yang begitu padat disana, ia pun tidak mengambil kursus denganku. Tetapi, ia masih berkomunikasi denganku melalui Whatsapp.
 
“Sayangnya kamu tidak tinggal di Jakarta, ya,” katanya padaku. “Kalau ada kesempatan, aku ingin bertemu dengan kamu.”
 
Entah kenapa pesannya membuatku tersenyum sendiri.
 
“Oh ya. Nanti ada waktunya,” aku memberi tanggapan balik.
 
“Ah! Kenapa kamu tidak ke Jakarta saja?” Ia mencetuskan sebuah ide.
 
Dalam hati, aku merasakan keinginan untuk bertemu dengannya secara langsung. Tapi pada saat itu aku sedang ingin banyak menabung demi suatu alasan sehingga aku tak ingin terlalu banyak memakai uangku.
 
Tetapi belum sempat aku ungkapkan padanya, ia berkata lagi, “Aku akan memenuhi semua keperluanmu disini. Tiket pesawat, penginapan, makan dan semuanya. Pemerintah Australia memberiku uang saku terlalu banyak. Ini bisa dipakai untuk kedatanganmu kesini.”
 
Seketika ia juga hatiku meluap kegirangan. Ini serius?pikirku dalam hati. Tetapi aku berusaha untuk berpikir dengan akal sehatku. Aku tidak akan terlena begitu saja.
 
Saat itu juga aku berdiskusi dengan kedua orang tuaku, meminta pendapat mereka tentang hal ini. Selama ini aku sudah menceritakan tentangnya pada papa dan mama, karena aku tidak ingin asal mengambil keputusan yang beresiko. Pada awalnya mereka cemas akan keamananku sebagai wanita disana.
 
Namun kemudian ia mengirim pesan padaku yang berisi bahwa ia menjamin keselamatanku saat di Jakarta dan menghormatiku. Ia menyadari bahwa aku bukan wanita kebanyakan yang bisa dengan mudah diajak pergi seolah harga diriku begitu murah.
 
Yang aku lakukan setelah itu hanya berdoa dan keesokan harinya kedua orang tuaku mengijinkanku dengan catatan setiap gerak gerikku akan dipantau dari jarak jauh. Lalu aku pun memberitahukan padanya bahwa aku menerima tawarannya untuk datang akhir pekan ini ke Jakarta.
 
Ia pun memesankan tiket pesawat pulang pergi untukku dan memesankan sebuah kamar lain di hotel yang sama dengannya. Aku berangkat dari Semarang sekitar pukul 6 dan sesampainya di Jakarta, ia menjemputku dari bandara dengan taksi online dan kami makan bersama pukul 9 malam itu sebelum akhirnya ke hotel dan beristirahat.
 
Keesokan harinya, kami berdua sarapan di restoran hotel sebelum berangkat ke Bogor untuk mengunjungi kebun raya. Dengan taksi online kami menuju kesana dan menghabiskan waktu bersama untuk mengobrol sambil menyusuri indahnya pemandangan disana.
 
Sedikit lelah, kami duduk di sebuah ayunan kayu. Kami mengambil foto, mengobrol dan bercanda. Di tengah-tengah obrolan kami, ia tiba-tiba mengubah topik menjadi sedikit lebih serius.
 
“Dari semua wanita yang aku kenal, kamu adalah wanita yang berbeda. Kamu dewasa dan memiliki karakter kuat. Kamu juga cantik dengan warna kulitmu dan mata sipit indahmu. Aku merasa, aku suka kamu.”
 
Apa ini? Dia nyatain cinta ke aku? Hatiku berdebar-debar, tetapi aku berusaha untuk tetap tampak santai. Aku hanya tertawa dan kemudian berkata, “Makasih ya.” Itu semua karena aku tak tahu harus berkata apa.
 
Do you mind if I kiss you?
 
Sontak aku terkejut. Memang benar yang kudengar selama ini bahwa orang bule itu tidak suka basa-basi. Tidak kusangka bahwa ini kudengar di telingaku secara langsung. Tetapi akal sehatku masih berjalan sehingga aku berkata, “Yes, I mind. Not now, please.”
 
Awalnya ia ragu apakah aku mengerti maksudnya dengan benar, sehingga ia bertanya untuk mengonfirmasi, “Maksudmu iya, kamu tidak keberatan aku mencium atau kamu keberatan?”
 
“Aku keberatan. Bagiku, ciuman itu sakral. Dan aku mau itu terjadi saat aku ada di altar, di pernikahanku.” Aku pun menjelaskan padanya.
 
Bukannya marah atau tersinggung, ia tersenyum. “Oke. Aku menghargaimu. Aku bisa menunggu.”
 
Sekali lagi jantungku serasa dihujam batu besar. Apa katanya? Menunggu? Maksudnya dia… “Makasih,” itu saja yang aku bisa ucapkan.
 
Demi menghilangkan rasa canggung, aku pun berusaha mengganti topik. Kami kemudian berdiskusi tentang hal lainnya sambil berjalan menuju ke tempat lain.
 
Saat kami berjalan, kami melewati taman anggrek dan itu membuatnya sangat tertarik. Ia mengajakku untuk mampir dan melihat bunga-bunga anggrek disana. Ia bertanya padaku apakah aku suka bunga dan aku menjawab tidak. Ia pun tertawa karenanya.
 
Belum lama kami disana, hujan turun seketika. Kami buru-buru untuk mencari tempat untuk berteduh dan satu-satunya tempat adalah pondok yang kotor di dekat pintu gerbang masuk.
 
Hanya berdua. Tidak ada siapapun disana. Ini sungguh seperti film atau sinetron, dimana seorang pria dan wanita terjebak dalam hujan dan kemudian mereka jatuh cinta. Aduh, tetapi ini dunia nyata, jadi ceritanya tidak begitu.
 
Kami menunggu beberapa lama sambil mengobrol sampai kami bosan dan mengantuk. Hujan itu memang tidak berhenti sampai beberapa jam. Ia sempat tertidur sementara aku berusaha untuk tetap terjaga demi menjaga diriku sendiri.
 
Hanya setengah jam kemudian ia terbangun dan kemudian duduk di sampingku. Dalam situasi seperti ini, ia sekali lagi membuatku begitu berdebar.
 
I seriously want to kiss you right now but I can wait. I WILL wait.*
(Aku benar-benar ingin menciummu sekarang tetapi aku bisa menunggu. Aku AKAN menunggu.)
 
Aku hanya tersenyum sambil berpikir dalam hati, dia bener-bener serius nih.
 
Beberapa waktu kemudian pada akhirnya hujan reda dan kami dijemput kembali oleh supir taksi online yang mengantar kami tadi. Dengan keadaan sedikit basah kami masuk ke dalam mobil dan meneruskan rencana kami untuk menghadiri konser orkestra di Jakarta Pusat.
 
Pasca hujan keadaan jalanan menjadi sangat padat sehingga kami menghabiskan 2 jam lebih dari Bogor ke Jakarta Pusat. Sebenarnya kami hampir putus asa karena ketinggalan konser, tetapi syukurlah kami masih bisa menikmati sesi kedua konser yang baik ia dan aku benar-benar sukai.
 
Seusai menonton konser, kami begitu capek dan kembali ke hotel. Ia mengantarku ke kamar dan mengobrol sebentar sebelum akhirnya ia kembali ke kamarnya.
 
Esoknya kami berdua bersama-sama pergi beribadah di Minggu pagi selama beberapa jam lalu makan siang. Disana aku mempertemukannya dengan teman laki-laki yang juga baru beberapa bulan kukenal di Semarang. Seusai mengobrol kami pun kembali ke hotel untuk bersiap-siap kembali ke Semarang.
 
Rencana awal adalah ia mengantarku ke bandara lagi, tetapi secara mendadak ia diminta untuk melakukan presentasi untuk sekolah bahasanya di hadapan wakil aparat Indonesia sehingga ia memerlukan waktu untuk mempersiapkannya. Aku membantunya sedikit untuk memperbaiki Bahasa Indonesianya, lalu meninggalkannya di hotel dengan taksi online yang ia pesankan untukku.
 
Memang rasanya itu bukan perpisahan yang aku harapkan, tetapi setidaknya ia benar-benar bertanggung jawab selama aku disana sehingga hampir tidak sepeser pun aku keluarkan untuk liburan singkat ini.

[TO BE CONTINUED]
Diubah oleh yohanaekky 24-05-2019 16:40
wanitatangguh93
jiyanq
Cloney72
Cloney72 dan 7 lainnya memberi reputasi
6
6.3K
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
#14


[PART 3]

Sisa waktu yang kami miliki sebelum Mr. Bule kembali ke Australia hanya kurang lebih 2 minggu. Kami pun melakukan banyak hal bersama sebagai pasangan kekasih. Kami pergi ke tempat-tempat ‘baru’ di Semarang, dimana bukan hanya dia tetapi juga aku belum kunjungi (maklum, aku adalah anak rumahan), menikmati makanan dan minuman, dan sekedar berjalan di taman sambil bergandeng tangan.

Dia akan pergi ke Jakarta selama dua hari pada tanggal 7 Januari 2019 untuk bertemu dengan temannya sebelum meninggalkan Indonesia. Secara diam-diam, ia sudah berbicara dengan kedua orang tuaku untuk meminta ijin membawaku ke Jakarta selama satu hari. Ia memberitahukanku kejutan ini tepat pada malam sebelumnya sehingga aku hanya memiliki sedikit persiapan.

Esoknya, bersama supir pribadi Mr. Bule, kami berangkat ke bandara satu jam sebelum keberangkatan, tetapi saat kami check in, kami mendapat kursi yang terpisah karena penumpang lainnya rupanya sudah banyak yang check in lebih dulu. Aku pun mendapat kursi tepat di depannya, bukan disampingnya. Walaupun sedikit kecewa, tapi itu bukan masalah yang besar.

Sampai di Jakarta, kami menunggu di bandara untuk bertemu dengan teman lamanya yang akan pulang ke Australia hari itu juga. Setidaknya hampir dua jam kami menunggu mereka datang karena ada masalah dengan bayi mereka sehingga waktu kami habis begitu saja di bandara dengan ‘sia-sia’. Tetapi untung saja, kedua orang tua temannya itu menawarkan untuk mengantar kami ke tempat tujuan kami sebenarnya.

Sedikit menilik ke beberapa hari yang lalu, ia sempat bertanya padaku, “Coba beritahu aku. Apa yang belum pernah kamu lakukan dan ingin kamu lakukan bersamaku?”

Aku berpikir sejenak. “Ice skating.” Sungguh gila rasanya aku mengatakan hal itu karena main sepatu roda saja belum pernah dan tidak tahu bisa atau tidak, apalagi ice skating.

Dia pun menyetujui dan akhirnya menjadikan hal ini rencana kami dalam liburan singkat di Jakarta.

Kami mengunjungi Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat dan menuju ke lantai 4 dimana lokasi ice skating berada. Ratusan ribu ia keluarkan hanya untuk membeli tiket yang berlaku untuk beberapa jam saja.

Pada saat memakai sepatu ice skating, semua tampak baik. Aku berjalan dengan normal seperti menggunakan sepatu biasa. Tetapi saat melangkah ke area es, oh no, aku hampir tidak bisa berdiri sehingga aku tidak bisa melepaskan tangannya.

Tetapi aku tidak ingin egois. Aku berpura-pura akan belajar berjalan di pinggiran dengan pegangan besi, demi membiarkannya menikmati permainan ini yang merupakan kenangan di masa kecilnya. Sungguh rasanya senang melihatnya berputar-putar di seluruh area itu seperti seorang penari ice skating professional, walaupun dalam hati aku sedikit merasa kesal karena aku tidak bisa berjalan dengan baik.

Kupikir aku akan sendirian selama berada disana. Ia menghampiriku dan mengajakku berjalan perlahan, mengajariku cara yang benar.

Rasanya aku sedikit berdebar, bukan hanya karena takut terjatuh, tetapi karena aku berada terlalu dekat dengannya. Bahkan tidak aku pungkiri, kali ini aku mengijinkannya untuk melingkarkan lengannya di sekitar perutku demi menjagaku agar tidak terjatuh.

Perlahan tapi pasti, aku mulai bisa berjalan dengan baik. Tetapi saat aku merasa sedikit lebih yakin bahwa aku bisa melakukannya sendiri, aku pun terpeleset. Hanya saja aku tidak sampai jatuh tergeletak, karena dia menopangku. Sebagai gantinya, hanya lututku yang menghantam es, sementara dia mendarat dengan punggung dan pantatnya di atas es demi menjagaku.

Aku merasa sangat bersalah karena kejadian ini, karena itu sekali lagi aku berpura-pura bahwa aku capek dan mempersilakannya untuk tetap bermain, sementara aku masuk ke dalam ruang tunggu dan duduk. Namun, tidak lama ia menyusulku setelah merasa puas bermain ice skating.

Penerbanganku kembali ke Semarang adalah pukul 8 malam, dan saat kami selesai bermain waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Rencana awal kami adalah untuk pergi ke J-Sky Ferris Wheel di AEON Mall, tetapi karena insiden menunggu teman Mr. Bule selama 2 jam itu, tidak ada waktu cukup untuk menikmati kebersamaan sore itu. Karena itulah, kami memutuskan untuk beristirahat sebentar di Starbuck lalu menuju ke bandara satu jam setelah itu.

Perjalanan memakan waktu satu jam untuk sampai di bandara, ini di luar perkiraan yang ada karena kondisi jalanan yang macet. Check-in ditutup satu jam sebelum keberangkatan dan aku hampir saja terlambat. Tetapi untung saja aku masih bisa check-in.

Hati ini rasanya tidak ingin berpisah. Situasi yang kami alami sepanjang hari ini sejak berangkat dari Semarang sangat mengecewakan. Aku ingin menghabiskan waktu lebih dengannya. Rasanya singkat sekali kebersamaan kami sejak hari kami jadian. Waktu berlalu terlalu cepat tanpa aku sadari. Karena itu, aku memutuskan untuk menunggu setengah jam lagi untuk boarding dengan berada bersamanya di watch tower bandara.

Seperti di dalam film-film romantis, kami bercanda bersama sambil berputar-putar menari ballroom dance yang pernah ia ajarkan padaku, dengan alunan musik bisu yang hanya terdengar dalam hati kami lalu setelah puas, kami duduk bersebelahan. Angin sepoi-sepoi di malam itu membuatku benar-benar enggan beranjak dari sisinya. Tetapi tentu saja aku tidak bisa begitu. Baik dia dan aku harus kembali ke dunia nyata, bekerja.

Bergandengan, kami berjalan menuju ke pintu masuk keberangkatan. Langkah kaki terasa berat dan sengaja diperlambat karena dia juga merasakan hal yang sama. Tetapi jarak watch tower ke pintu masuk keberangkatan tidak terlalu jauh, sehingga pada akhirnya kami harus berpisah untuk sementara.

Aku berusaha menegarkan diri dan tersenyum di depannya sambil melambai-lambai hampir tanpa henti sampai aku masuk dan benar-benar tidak dapat melihatnya lagi. Masih ada setengah jam untuk menunggu pesawat untuk lepas landas, maka aku gunakan waktu itu untuk membaca demi mengalihkan perasaan ‘kehilangan’ ini. Namun pada akhirnya aku tidak dapat menahan air mataku saat pesawat sudah berada di udara.

Hari-hari berlalu tanpa dia di sisiku. Kami baru saja menjalin hubungan dan harus melalui apa yang disebut dengan LDR. Komunikasi kami berjalan setiap hari, terkadang kami hanya mengirim pesan melalui WA, tetapi lebih sering melakukan video call.

Seiring berjalannya waktu, aku merasa lebih baik. Kehadirannya secara virtual membuatku merasa ‘ditemani’. Walau begitu, itu tentu saja masih tidak cukup. Terlebih karena hubungan ini akan dibawa ke ranah yang lebih serius.

Maka dari, tercetuslah ide untuk membawaku ke Australia dengan tujuan mengenalnya lebih dalam dan melihat secara langsung bahwa ucapannya mengenai kehidupan dan karirnya yang mantap disana bukanlah isapan jempol belaka.

Ketika aku berdiskusi dengan orang tuaku, sekali lagi mereka merasa keberatan jika aku pergi negeri orang sendirian. Seorang anak gadis, yang belum pernah pergi jauh sendirian, kali ini mendapat tantangan untuk melancong. Awalnya mereka hanya setuju jika salah satu dari orang tuaku turut menemani, tetapi kemudian setelah banyak berdiskusi dan mempertimbangkan beberapa hal, aku akhirnya diijinkan untuk pergi sendiri.

Rencana awal keberangkatan ke Australia adalah pada bulan April, tetapi karena imigrasi menyetujui aplikasi visaku hanya dalam waktu satu hari, keberangkatan pun diajukan menjadi bulan Maret. Dalam masa penantian sejak bulan Januari, kami mempersiapkan segala yang akan kuperlukan selama ada di Australia, mulai dari tiket pesawat, akomodasi dan lain sebagainya. Segala sesuatunya begitu lancar tanpa kendala, sehingga aku merasa begitu yakin bahwa Mr. Bule memanglah seseorang yang kutunggu selama ini.

[TO BE CONTINUED]
wanitatangguh93
wanitatangguh93 memberi reputasi
1
Tutup