Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

astian.rachmanAvatar border
TS
astian.rachman
Kisah Yang Tak Pernah Usai
#Cerbung
Astian Rachman

Sebuah Permintaan

Part 1




Aku menatap wajah datar di hadapanku dengan perasaan gemas. Dia ini!

Orang ngomong serius, hanya seperti ini tanggapannya? Benar-benar menyebalkan!

“Kamu denger ga sih, apa yang aku bilang barusan?” tanyaku kesal.


“Aku denger, Krisnaaa! Emang aku budek, apa!” serunya setengah menggerutu.


“Terus?” tanyaku lagi.


"Sudahlah...jangan bahas masalah itu lagi," ujarnya sambil mengibaskan tangan kanannya diwajahnya.

“Apa maksudmu jangan bahas lagi? Kamu denger kan yang aku bilang? Tante Dewi yang memintaku untuk ….”


"Maaf aku tak sedang memikirkan hal-hal seperti itu..." potongnya sambil berlalu dari hadapanku tanpa memperdulikan kekesalanku padanya.

"Hey … Rania … tunggu ...." aku mengejar langkahnya dengan cepat.

Dia berhenti, berbalik menghadapku. Sesaat menatapku lalu kemudian tertunduk.


“Aku bukan anak kecil lagi, Krisna.
Aku sudah dewasa, sudah punya anak!" ucapnya tanpa menatap wajahku.


Ish, dia ini! Dari kecil sampai sekarang selalu seperti itu, tak pernah mau memandang orang yg sedang dia ajak bicara kalo lagi kesal!

"Tapi Ibumu mengkhawatirkan kamu, Ran. Tak perduli berapa usiamu, atau apa kamu sudah punya anak bahkan cucu, kamu tetap anaknya,” ucapku dengan sedikit menurunkan nada suaraku, setengah berbisik, tak mau menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang di sekitar kami.

Rania, wanita di hadapanku, sahabat dari sejak kami kecil. Wanita yang dulu aku kenal rapuh, cengeng, dan tak pernah mau mengambil resiko dalam hidupnya.
Dia menatapku sejenak, menarik nafas panjang dan dalam, sepertinya mencoba menenangkan diri.

"Aku tahu, Kris ...." suaranya terdengar lelah.
"Maaf aku merepotkan kamu," sesungging senyum kulihat di sudut bibirnya.

"Jangan khawatir lagi, ya. Aku akan bicara pada Ibuku, terima kasih selalu menjadi sahabatku," ujung jarinya menyentuh tanganku.

"Aku pulang dulu, Mel pasti mencari aku dan kebingungan aku tak ada dirumah saat dia pulang sekolah tadi," senyumnya semakin melebar.


"Aku antar ya..." ujarku sambil mengeluarkan kunci motor dari saku celanaku.

"Ga usah, Kris …." tukasnya cepat, "aku naik angkot aja, kamu balik kerja lagi sana, jam makan udah lewat," ujarnya lagi sambil melirik jam yang melingkar di tanganku.

"Tapi.."

“Krisna … udah deh jangan bandel! Kan Deket ini, tuh angkotnya dateng," Rania menyela ucapanku dan langsung melangkah menghampiri angkot yang berhenti di depannya.


“Kris ...." Aina memanggilku sesaat sebelum masuk ke dalam angkot, kami bertatapan sejenak.

“Terima kasih ...." ujarnya dengan senyum lucu dibibirnya.


Dan sebelum aku menjawab ucapanya, angkot itu sudah membawanya pergi dari hadapanku.

syukurlah Rania sepertinya sudah tidak murung lahi, entah dua atau tiga Minggu ini hubungan kami sedikit menegang, masalah dimulai saat sebulan yang lalu aku berkunjung ke rumah Rania sebenarnya itu rumah orang tuanya karena Rania memang sudah beberapa tahun ini kembali tinggal bersama ibunya. Sejak dia berpisah dengan Damar, suaminya.


Kebetulan saat itu dia tak ada di rumah. Aku hanya bertemu dengan Tante Dewi dan Mel, anaknya Aina.

Saat itulah Tante Nina bercerita tentang keresahannya tentang masa depan Rania dan Mel, anak Rania. Pada akhirnya, Tante Dewi meminta agar aku bicara dengan Aina tentang masalah ini.


Tentang keresahan tanteu Dewi, tentang harapan dan keinginannya agar dapat secepatnya melihat Rania kembali mempunyai pendamping hidup.

"Bilang sama Rania agar dia segera menikah lagi ya Kris ...." pinta Tante Dewi sambil menatap Mel, putri bungsu Rania yang sedang asik menggambar.

"Memang Rania sudah punya calon, Tan?" tanyaku menyelidik.


"Hhh ... itulah! Rania seperti menghindar dari semua laki-laki, dia cuma dekat sama kamu," ucapan Tante Dewi membuatku tertegun.


“Lalu, maksud Tante ….” ucapku sedikit bingung.


Tante Dewi tertawa melihat kebingunganku.


“Kamu ini, selidikilah apa Rania sudah punya seseorang. Atau ada seseorang yang menyukai dia. Kalau dia baik, suruh Rania agar cepat-cepat bawa ke sini,” kata Tante Dewi.


“Oh, hehe … Insya Allah Tante, nanti saya ngobrol sama Rania, ya.” Aku ikut tertawa, tepatnya menertawakan kebodohanku.


“Tapi inget, ya Kris. Harus lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Tante ga mau kalau Rania nikah sama lelaki yang ga sayang sama Melati,” ujar Tante Dewi lagi.


“Siap, laksanakan komandan!” seruku yang disambut tawa tante Dewi.
Diubah oleh astian.rachman 05-03-2019 09:58
13
2.8K
85
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
astian.rachmanAvatar border
TS
astian.rachman
#36
Dateng lagi nih Gan.

Sedikit lebih lama dari jadwal karena sinyal dan mood yang sama-sama nyungsep.

Semoga agan-agan masih berkenan membaca lanjutan kisah Rania-Krisna ya..


Astian Rachman


Kisah Yang Tak Pernah Usai


Part _3


Sesuatu Yang Berbeda



Sumber gambar Pixabay


Melati segera berlari ke pelukanku begitu aku memanggilnya dan merentangkan tangan, mata beningnya menatapku penuh rindu.


“Ammi kemana aja? Mel kangen ….” ucapnya sambil memelukku erat.


“Ammi kan udah bilang, Ammi dapet tiga keluar kota. Emang Mama ga bilang sama Mel?” jawabku sambil kembali bertanya.


“Engga, kan Mama ….”


“Mel, kok sepedanya ditinggalin?” Suara Rania memotong ucapan Mel.


Gadis kecil itu melepaskan pelukanku, membalikan tubuhnya menghadap Rania yang sedang berdiri di ambang pintu.


“Mel masih mau main kok, Mam,” sahutnya cepat. “Ammi, Mel main sepeda lagi, ya ….” pamitnya sambil berlari kecil ke halaman rumah.


“Donatnya jangan di habisiiiinnn ….” serunya sambil menaiki sepeda dan mengaturnya mengelilingi halaman yang cukup luas.


Aku mengalihkan pandanganku pada Rania, yang ternyata sedang menatapku. Dia segera memalingkan tatapannya ke halaman saat pandangan kami bertemu beberapa detik.


“Kamu, baik-baik aja, kan Ran?” tanyaku sambil mengikutinya duduk di kursi yang terdapat di teras.


“Melati, baik-baik juga kan?” tanyaku lagi saat tak mendengar suara Rania.


“Alhamdulillah, aku sama Mel baik-baik aja,” jawab Rania pelan.

“Rania, kamu marah ya sama aku?” tanyaku saat Rania kembali terdiam.


“Kenapa aku harus marah?” Rania balik bertanya. Kami saling bertatapan sejenak, sebelum Rania kembali memalingkan wajahnya.


“Atau, kamu sakit? Wajah kamu sedikit pucat,” ucapku.


“Aku ga apa-apa,” sahut Rania cepat.


“Terus kenapa, dong?” tanyaku lagi.


“Kenapa apanya?” Kening Rania terlihat berkerut.


“Kamu ga kirimin aku WA, Facebook kamu ga aktif, aku telpon cuma jawab sebentar,” ceroscosku.


Rania tertawa mendengar ocehanku. Terlihat lesung dipipi kanannya semakin membuat dia tambah … manis!


Bukan tanpa alasan aku bertanya, karena biasanya kalau sehari kami tak bertemu, pesan WA ku akan penuh dengan notifikasi darinya, kadang Mel yang baru kelas tiga SD itu juga sering mengirim pesan yang hanya bilang 'malem Ammi,' atau 'Ammi kangeenn' atau mengirim foto dan apapun itu.

Tapi udah empat hari ini notif WA ku sepi dari pesan konyol dari Rania. Hanya Mel yang pernah berkirim pesan, itu juga hanya tulisan 'Ammi' berkali-kali.

Itu sebabnya, meski masih terasa lelah sepulang dari tugas di luar kota, aku segera datang kesini, perasaan khawatir dan ingin segera mendengar suara Rania juga celoteh lucu Mel.


Sebelum ke pergi ke rumahnya aku mampir ke sebuah gerai roti. Membeli setengah lusin donat dengan toping coklat dan keju buat Melati, si kecil yang membuat aku rindu setelah hampir seminggu tak bertemu. Tak lupa beberapa potong roti abon kesukaan Rania.

"Kenapa aku harus marah sama kamu?" Rania balik bertanya, tanpa melihatku. Matanya tertuju ke layar persegi 5 inchi di hadapannya.

"Kamu ga pernah kirim aku WA, padahal kita ga ketemu hampir seminggu," jawabku setengah menggerutu.

“Dan biasanya kamu kayak gitu kalo lagi kesel sama aku, atau marah, atau ….” aku menatap
Rania yang tengah memandangku.


Kami bertatapan, entah berapa lama. Yang pasti ada yang berdegup disini saat aku menatap mata sendu Rania.

"Takut ganggu," jawabnya pelan.


Hei ... sejak kapan dia merasa pesan darinya menggangguku? Dan mata itu, entah mengapa aku merasa Rania sedikit berubah hari ini. Lebih pendiam. Bukan, bukan, sangat pendiam! Dan aku tak suka!

"Sejak kapan kau punya pikiran konyol seperti itu?" Sungutku kesal.


“Aku lagi sibuk, Kris, banyak pesanan.” Akhirnya Rania menjawab.


“Kamu udah sarapan, ya?” tanyaku sambil menggeser bungkusan Roti dan donat.


Roti abon yang tadi aku bawakan bersama donat buat Mel masih belum dia sentuh. Padahal biasanya dia akan segera menyantap Roti kesukaannya itu begitu aku berikan.


“Tante Dewi, kemana, Ran?” Kok ga kelihatan?” tanyaku sambil melongok ke dalam.


Biasanya kalau hari Minggu Tante Dewi selalu berada di halaman, membersihkan rumput-rumput liar, menyiangi tanaman bunga dan merapihkan pot-pot bunga yang berjajar di teras.


“Mama lagi ke rumah tante Mira,” jawab Rania sambil merogoh ponsel dari saku bajunya yang berbunyi.

Dia kemudian  bangkit lalu melangkah menjauhi aku saat menjawab panggilan.


Aku termenung sambil menatap Rania yang terlihat bicara serius dengan seseorang diujung telponnya. Sesekali, dia mengusap wajahnya. Ciri khasnya bila dia sedang resah.


“Siapa?” tanyaku beberapa lama kemudian saat Rania sudah kembali duduk di sisiku.


“Bukan siapa-siapa … maksudku itu teman yang minta dibikinkan snack buat anaknya yang ultah,” jawab Rania sedikit gugup.


Aku menatapnya, memperhatikan wajahnya yang jelas sekali berubah setelah menerima telpon barusan.

Aku tak suka ini! Rania yang aku kenal memang tidak periang, tidak pula suka bercerita tentang hidupnya dan kegiatannya kepada setiap orang. Tapi, biasanya dia akan segera menumpahkan segala kekesalannya padaku bila menemui masalah. Seperti dulu saat rumah tangganya di terpa badai dan harus karam.

Ah, kenapa dengan Rania? Ada apa dengan dia selama aku tinggal selama seminggu ini? Apa dia bertemu seseorang? Atau …


Aku tiba-tiba merasa kehilangan. Kehilangan Rania dan tawa renyahnya, cerewetnya, senyum tengilnya saat menggodaku.


Aku kangen Rania yang itu. Rania-ku!!
Heyy ... ada apa denganku??



Tbc


24032019
Diubah oleh astian.rachman 24-03-2019 12:08
8
Tutup