lowbrowAvatar border
TS
lowbrow
Kisruh Patung di Puncak Bogor Libatkan Unsur Kerajaan, Sudah Kadung Dibangun



TRIBUNNEWSBOGOR.COM - Berdirinya patung raksasa di kawasan wisata Puncak Bogor berpolemik setelah dihadapkan penolakan dari warga.

Warga khususnya warga Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor meminta patung itu segera dibongkar karena dinilai tidak sesuai dengan kearifan lokal.

Pemilik patung tersebut merupakan tempat wisata yang bernama Pakis Hills.

Pihak pengelola wisata tersebut sempat mengklarifikasi bahwa patung itu bukan berhala yang untuk disembah, tapi untuk spot foto.

Namun pemilik patung tersebut tak menyadari bahwa polemik penolakan patung itu persoalan utamanya bukan soal berhala, tapi soal sosok yang digambarkan melalui patung tersebut.

Pengelola wisata tak tahu bahwa hal ini berkaitan ketegangan dan peperangan antar kerajaan.

Patung yang berpolemik ini disebut-sebut merupakan patung Dewi Kencana.

Dewi Kencana merupakan petinggi Kerajaan Majapahit, namun patungnya malah didirikan di wilayah Bogor yang merupakan wilayah Kerajaan Pajajaran di masa lalu.


Khususnya hal ini juga dikaitkan dengan Perang Bubat yang terjadi antar dua kerajaan pada tahun 1357 Masehi silam.

Hal ini diungkap oleh Camat Cisarua Heri Risnandar, Selasa (23/4/2024).

"Patung ini yang mungkin bisa jadi enggak sejalan dengan kearifan lokal, kita tahu Bogor merupakan bagian dari Jawa Barat dengan sejarah Pajajaran-nya. Sedangkan Dewi Kencana merupakan petinggi dari Kerajaan Majapahit," kata Heri Risnandar.

Seharusnya pihak Pakis Hills berkomunikasi terlebih dahulu dengan warga sebelum membangun patung tersebut.

Persoalan ini juga bisa menyadari dengan alasan kenapa sulit menemukan nama Jalan Gajah Mada atau nama Jalan Hayam Wuruk di wilayah Jawa Barat.

Sebab hal itu diduga dipicu hal serupa yakni diduga buntut ketegangan antar kerajaan di masa lalu.

"Karena sekarang sudah kadung terbangun ya sekarang bagaimana pihak pakis hills ini memberikan pemahaman ketika memang itu tidak sepaham itu dari aspek teknisnya apakah mungkin dibongkar atau diganti," ungkapnya.

Beruntung polemik ini bisa diselesaikan dengan kondusif setelah pihak pengelola wisata pemilik patung tersebut bermediasi dengan warga dan yang mana dinilai telah terjadi miskomunikasi.

Perwakilan dari Pakis Hills, Jatnika, mengatakan bahwa patung tersebut dibangun sebagai ikon wisata yang mengadopsi nuansa Bali, bukan untuk merepresentasikan tokoh perempuan dari Kerajaan Majapahit.

Patung tersebut juga terbuat dari bambu dengan tangan kirinya mengacungkan pucuk teh, yang merupakan ikon Puncak Bogor sendiri.

"Tidak seperti narasi-narasi di luar, dan tim kami sudah ke lapangan untuk mediasi, silaturahmi, dan menerangkan supaya tidak terjadi salah paham, sebagian alhamdulillah mengerti dan kondusif," kata Jatnika.

Rekonsiliasi sempat dilakukan antar gubernur

Rekonsiliasi budaya terkait buntut ketegangan antar kerajaan Majapahit dan Pajajaran di masa lalu ini pernah dilakukan antar gubernur.

Salah satu program dalam rekonsiliasi budaya ini adalah membawa nama tokoh Kerajaan Majapahit untuk dijadikan sebagai nama jalan di wilayah Jawa Barat yang merupakan wilayah Pajajaran, begitu pun sebaliknya.

Dikutip dari Tribun Jabar, penamaan jalan tersebut dilakukan sebelum Gubernur Ahmad Heryawan (Aher) mengakhiri mada jabatannya sebagai Gubernur Jawa Barat pada pertengahan Juni 2018.

Di wilayah Bandung, nama Jalan Majapahit dijadikan nama jalan yang diapit Gasibu dan Pullman Hotel, sedangkan Jalan Hayam Wuruk akan menjadi pengganti nama Jalan Terusan Buahbatu.

Begitu pun sebaliknya, Pajajaran dan Siliwangi menjadi nama jalan di Tanah Jawa karena hal yang sama.

"Sekarang sudah ada Jalan Siliwangi dan Jalan Pajajaran di Yogyakarta dan Surabaya," kata Aher saat masih mejabat Gubernur Jabar pada, Senin (7/5/2018) lalu.

Aher menilai sudah bukan saatnya lagi mempertahkan isu-isu emosional dari masa lalu, termasuk mengungkit-ungkit peristiwa Pasundan Bubat, atau Perang Bubat pada abad ke-14.

Peristiwa tersebut baru ditulis dua abad setelahnya, yakni pada abad ke-16 dalam sebuah karya sastra berjudul Kidung Sundayana.

Sengan jeda dua abad, informasi secara rinci mengenai peristiwa perang tersebut hampir tidak mungkin diketahui.

Kalau pun kemudian ada tulisan yang mengisahkan peristiwa tersebut secara lengkap, hampir dipastikan bobot imajinasi dari karya tersebut jauh lebih besar ketimbang bobot historisnya.

"Pasundan Bubat adalah sejarah, fakta empiris yang tidak terhapus dari catatan Bangsa Indonesia. Peristiwa Pasundan Bubat tidak boleh dilupakan, tapi maafkanlah. Hilangkan dendam sejarah, berdamailah dengan sejarah, jadikanlah sebagai pelajaran agar kejadian buruk di masa lalu tidak terulang di masa depan," ungkapnya.

https://bogor.tribunnews.com/amp/202...adung-dibangun
Diubah oleh lowbrow 28-04-2024 05:11
scorpiolama
aldonistic
aldonistic dan scorpiolama memberi reputasi
2
710
35
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan