mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat



Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Nugraha Gumilar, memberikan kabar terkini seputar peristiwa kekerasan atau penyiksaan yang dilakukan anggotanya terhadap warga Papua. Menurut Nugraha, tak adil bila masyarakat menilai hanya dari perilaku beberapa anggota TNI yang saat ini sedang dalam proses investigasi dan penahanan. Sebab, jumlah prajurit TNI mencapai ribuan.

"Kalau kemarin saya bilang TNI bukan superman, kalau lebih excelent lagi TNI itu bukan malaikat. Kalau dilihat detail orang dari penelitian ada istilah margin error. Enggak sampai satu persen dan itu bukan gambaran TNI," kata Nugraha di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Jumat, 29 Maret 2024.


Kata Nugraha, TNI sudah sangat berkomitmen untuk melakukan investigasi sebaik-baiknya. Dia juga berharap masyarakat bisa melihat informasinya dari dua sisi, "Makanya saya harap para wartawan ini, teman-teman media berikan informasi yang berimbang. Jadi tidak hanya dari pihak OPM selau memberikan yang negatif, monggo."

Nugraha Gumilar mengakui hubungan warga sipil dengan prajurit yang bertugas di Papua, cukup dekat, "Yang kami lakukan di sana, masyarakat di sana sangat senang dengan kehadiran kami. Bahkan, sebelum Batalyon 300 ini pulang, mereka diberikan gelar adat. Sampai anak-anak dan ibu-ibu di sana menangis saat ditinggal. Luar biasa, mereka sangat menungu sekali kehadiran kami di Papua ini," kata Nugraha.

Setelah kejadian, maklumat Organisasi Papua Merdeka (disingkat sebagai OPM) diketahui mengincar prajurit Papua, ada instruksi khusus terhadap prajurit yang bertugas di Papua. Sementara Kapuspen, menanggapinya dengan berkata bahwa OPM memang selama ini tak manusiawi.

"OPM lebih sadis saya lihat, lebih tidak manusiawi. Sudah di luar batas. Bagaimana dia memperlakukan TNI walaupun sedang ditawan. Sangat sadis. TNI sebagai alat negara tidak akan kalah dengan mereka. Negara harus dijaga dan dilindungi. Yang terbaik buat negara, itu yang terbaik buat TNI," kata Panglima TNI.

https://nasional.tempo.co/read/18509...bukan-malaikat
pernyataan Panglima TNI

Gelar demonstrasi, mahasiswa minta kasus prajurit TNI siksa warga disidangkan di Jayapura

Silak mengatakan warga Papua selalu mengalami kekerasan, penyiksaan hingga pembunuhan oleh prajurit TNI. Ia mengatakan warga Papua membutuhkan keadilan dan para pelaku penyiksaan harus diadili di Pengadilan
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Papua menggelar demonstrasi di gapura Uncen Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Jumat (29/3/2024). Mereka menuntut prajurit TNI penyiksa warga diadili di Pengadilan Militer III-19 Jayapura. - Jubi/Theo Kelen

Jayapura, Jubi – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Papua menggelar demonstrasi di gapura Universitas Cendrawasih Abepura, Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Jumat (29/3/2024). Mereka meminta sejumlah terduga anggota TNI dari Batalion Infanteri Raider 300/Braja Wijaya penyiksa warga sipil Kabupaten Puncak itu disidangkan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura di Kota Jayapura, Provinsi  Papua.
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM se-Papua yang hadir dalam demonstrasi itu terdiri atas Universitas Cenderawasih, Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Universitas Muhammadiyah Papua, Universitas Ottow dan Geissler, Sekolah Tinggi Teologi Walter Post Jayapura, dan Sekolah Tinggi Teologia Gereja Injili di Indonesia Papua. Hadir juga organisasi cipayung Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Jayapura dan organisasi mahasiswa lokal lainnya di Kota Jayapura.

Dalam demonstrasi para mahasiswa membentangkan spanduk bertuliskan Papua Darurat Militer. Secara bergantian para mahasiswa menyampaikan orasi terkait kasus penyiksaan warga sipil Kabupaten Puncak oleh terduga sejumlah prajurit TNI dari Batalion Infanteri Raider 300/Braja Wijaya.

Tidak ada yang dipaksa mati, tidak ada yang dipaksa [untuk] disiksa. Semua harus hidup. Penyiksaan oleh prajurit TNI tidak manusiawi. Apakah ada keadilan, apakah ada keadilan,” kata Willy Silak dalam orasinya.

Pada 22 Maret 2024 pagi, beredar video di media sosial yang merekam penyiksaan terhadap seorang warga sipil Papua. Korban ditaruh dalam drum berisi air, dengan kedua tangannya terikat. Korban itu dipukuli dan ditendang berulang kali oleh sejumlah orang yang diduga prajurit TNI. Punggung korban juga disayat menggunakan pisau. Wajah sejumlah pelaku terlihat dalam video itu.

Pada 23 Maret 2024 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua menyatakan penyiksaan itu diduga dilakukan prajurit Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya pada Februari 2024, ketika mereka bertugas di Kabupaten Puncak. Ada tiga warga sipil Puncak yang disiksa para prajurit TNI itu. Para pelaku penyiksaan itu sudah selesai bertugas di Puncak, dan telah kembali ke Markas Batalyon Infanteri Raider 300/Braja Wijaya di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Pada 25 Maret 2024, Tempo.co memberitakan pernyataan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Kristomei Sianturi yang menyebut bahwa ada 42 anggota TNI yang telah diperiksa terkait penyiksaan terhadap warga Papua itu. Dari pemeriksaan itu, sejumlah 13 anggota TNI telah  ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Silak mengatakan warga Papua selalu mengalami kekerasan, penyiksaan hingga pembunuhan oleh prajurit TNI. Ia mengatakan warga Papua membutuhkan keadilan dan para pelaku penyiksaan harus diadili di Pengadilan Militer III-19 Jayapura.

“Pelaku [harus] diadili di Pengadilan Militer Jayapura. Kami membutuhkan keadilan hukum. Semua harus setara di mata hukum. Kami minta keadilan,” ujarnya.

Silak mengatakan semua orang harus menghormati hak hidup orang lain. Ia mendesak agar pemerintah segera membentuk tim investigasi independen untuk menyelidiki kasus penyiksaan warga Kabupaten Puncak, Papua Tengah tersebut.

“Semua mendapatkan hak hidup yang sama. Kita harus menghormati hak hidup orang lain. Komnas HAM segera melakukan investigasi terhadap kasus penyiksaan ini,” katanya.

Aksi demonstrasi Jumat, hanya berlangsung selama empat jam sejak pukul 08.00 WP dan dijaga ketat anggota kepolisian. Kepala Bagian Operasi Polresta Jayapura Kota, Kompol MBY Hanafi mengatakan menurunkan 100 anggota polisi guna mengawal dan mengamankan proses demonstrasi mahasiswa.

“Kita turunkan 100 anggota polisi untuk mengawal dan mengamankan mahasiswa menyampaikan aspirasi dapat berjalan dengan baik dan. Jadi kita amankan sehingga tidak ada miskomunikasi antara yang menyampaikan aspirasi dan masyarakat sekitar,” kata Hanafi kepada Jubi, pada Jumat

Hanafi mengatakan pihaknya tidak membatasi mahasiswa, namun untuk menghormati sesama umat beragama yang sedang menjalani ibadah Jumat Agung dan sholat dalam masa puasa ini. Hanafi mengatakan disepakati demonstrasi dilakukan sampai pukul 12.00 WP.

“Kita negosiasi agar berjalan dengan baik. Saudara-saudari umat kristen/katolik lagi menjalani ibadah Jumat Agung. Saudara-saudari muslim juga menjalani sholat jumat dalam masa puasa ini. Jadi penting untuk saling menghargai antar umat beragama. [Jadi waktu] penyampaian aspirasi dari pagi sampai dengan siang itu sudah cukup. Mereka [mahasiswa] sudah mengiyakan dan setelah menyampaikan aspirasinya kemudian mereka bubar,” ujarnya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua, Emanuel Gobay mengatakan berulang kali terjadi penyiksaan warga oleh prajurit TNI ini lantaran lemahnya penegakan hukum bagi para pelaku. Gobay mengatakan kasus penyiksaan ini sangat menyayat rasa kemanusian’

“Tidak ada sanksi tegas terhadap anggota prajurit TNI yang melakukan pelanggaran hukum. Tindakan ini tidak terpuji dan menyayat rasa kemanusian. Apakah ada perbedaan penegakan hukum antara anggota TNI/Polisi dan warga sipil yang melakukan pelanggaran hukum,” kata Gobay.

Gobay mengatakan proses hukum terhadap pelaku penyiksaan warga sipil itu harus dilakukan di Pengadilan Militer III-19 Jayapura. Gobay khawatir apabila proses hukum dilakukan diluar Papua akan sulit bagi masyarakat mengakses persidangannya. Ia juga khawatir para tersangka bisa bebas.

“Atasan-atasan TNI telah menyampaikan akan diproses secara profesional. Kalau mau profesional disidangkan di Pengadilan Militer Jayapura karena kasusnya terjadi di Papua,” ujarnya.


Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura, Alex Youw mengatakan persoalan kekerasan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap warga Papua tidak akan pernah selesai. Youw mengatakan diperlukan ruang dialog damai antara Papua dan Jakarta untuk menyelesaikan persoalan di Papua secara demokratis dan martabat.

“Kenapa di Aceh bisa, kenapa Papua tidak bisa? Kita akan mengalami hal yang sama. [Harus ada] dialog Papua antara Jakarta. Supaya kekerasan tidak terjadi kepada anak cucu kita.  Kita harus melawan kekerasan dan keadilan di Tanah Papua,” katanya. (*)

https://jubi.id/polhukam/2024/gelar-...n-di-jayapura/

Dialog sama pihak mana di mana terlalu banyak faksi di Papua dan sudah ada ruang Otsus?
scorpiolama
maniacok99
maniacok99 dan scorpiolama memberi reputasi
2
371
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan