delia.adelAvatar border
TS
delia.adel
HARI PALING SPECIAL




Karya Delia Adel

Dinas malam hari ini begitu sepi, ada sedikit rasa sedih karena sunyi terpanjang masih saja menguasai jejak langkah, juga di tambah dengan ke-acuhan Tony, kekasihku. Sela kurang lebih tiga bulan ini. Apakah ini tandanya kau sudah mulai bosan? Entahlah. Sudah seminggu tak bersua dengannya pula. Padahal kami di kantor yang sama.

Saat jarum jam berada di angka dua belas malam, aku duduk sendiri di cafe, sekitar empat belas langkah dari tempat kerja. Tiba-tiba dari arah timur Tony datang dan menyapa dengan manisnya.

"Dik, selamat ulang tahun! Semoga bahagia selalu kau dapatkan setiap hari."



Sambil memberikan sebuah kotak yang entah apa isinya.

"Makasih, Mas."

Kemudian kami menikmati indahnya suasana yang nyaman di cafe sibolarang. Tertawa hingga melupakan bahwa kemarin kita tidak baik-baik saja.

Tengah malam ini, menjadi begitu indah karena keberadaan Tony mengisi setiap lengkung kedua pipi. Sungguh terasa bahagia ini begitu lengkap.

"Dik, sudah malam! Ayo kita pulang. Bukankah jatah kerjamu sudah lewat?"

"Ya, baiklah! Terima kasih untuk hari yang terindah ini."

"Masama."

Kami keluar cafe kemudian pulang ke rumah masing-masing. Tony mengantar hingga pekarangan rumah.

Sampai di dalam kamar, mencoba merebahkan diri, tetapi tiba-tiba datang para sahabat, masuk ke dalam kamar.

"Selamat ulang tahun, semoga panjang umur, bahagia sejahtera, selamat ulang tahun ...."

Spoiler for galeri:


Kemudian ayah, ibu, adik dan kakak masuk memberikan banyak hadiah. Begitu pula dengan opa dan sanak saudara lainnya. Mereka semua berkumpul.

Kami berpesta sampai pagi hari, hingga mata lelah meminta jatah untuk istirahat.

Saat hendak memejamkan mata. Sempat melihat kotak dari Tony. Kubuka dan ternyata isinya adalah sebuah jam dan sehelai kertas merah jambu. Kemudian membacanya.



Quote:


Tubuh ini gemetar. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori, aku terdiam di sudut kemalanganku sendiri.

"Selamat ulang tahun, semoga panjang umur, bahagia sejahtera, selamat ulang tahun."



Aku mencoba tersenyum dengan manis ketika ada lagi teman yang datang.

Kau tau apa yang lebih pedih dari sebuah kehilangan? Yaitu ketika sebuah jam memberitahukan sebuah waktu, yang mana menjabarkan adalah kebodohan yang hanya utuh menjadi kekuasaanku.

"Dear cantik, tersenyumlah." Ibu memberikan pelukan paling hangat.

"Ibu, mengapa aku terlahir sebagai anak dengan kondisi otak yang terinfeksi?"

"Karena kau special di mata Allah. Kau manusia pilihannya."

Tubuhku tiba-tiba tumbang. Ayah membawa ke rumah sakit sesegera mungkin.

"Kalian harus sabar, harus kukatakan kenyataan yang paling pahit. Anak bapak sudah terinfeksi virus di otaknya dan sudah terlalu melebar. Kami tidak bisa berbuat apa-apa."

"Apa anak kami baik-baik saja?" Ibu mulai menangis.

"Berapa lama lagi usianya?" Tanpa sadar atau tidak, ayah bertanya tentang kematianku.

Ibu menangis lebih deras.

"Dia tidak akan mati. Tetapi otaknya mengalami kemunduran perlahan-lahan."

"Tumben Dr berkata dengan sopan. Biasanya akan berkata bahwa otak ini adalah kumpulan rongsokan." Aku masuk ruangan karena bosan sendirian.

"Maafkanlah perkataanku tempo hari itu, Nak Tartov. Saya khilaf sekali."

"Anda hanya seorang Dr. Cuma bisa memprediksikan sesuatu. Tetapi melupakan mukjizat dari Allah. Zat yang paling sempurna. Mari kita pulang, ayah, ibu."

"Tetapi ...."

Mereka enggan pulang bersama. Akhirnya kuputuskan untuk menenangkan diri.

Segala infus kucabut dan pulang tanpa mereka. Ayah dan ibu mengejar dan mencari ke manapun. Tetapi mereka sesungguhnya tidak benar-benar memahami apa yang paling kusukai. Yaitu; laut, puisi dan berkelana.

'Maaf ayah dan ibu. Aku perlu waktu untuk sendiri.'

Ini pagi pertama yang membuat mataku berair. Duduk dekat pelabuhan dan membiarkan angin menyapa tiap helai rambut. Kulit Ari sediki menggigil. Kubiarkan saja, bahkan hingga matahari mulai membakar tubuh kuacuhkan segalanya.

'Dear laut! Aku ingin hening sementara.'

Berselancar menuju media sosial. Bersosialisasi dengan om om dengan jarak batasan ponsel. Sesekali melemparkan senyum, walau hati bagaikan tersayat sembilu.

Kau tau Tony. Kau memang benar. Aku serabut saja yang menempel dalam hidupmu selama ini. Dan baru kusadari bahwa sebuah ketulusan itu tidak ada. Apalagi dalam maya.

Aku tak bersemangat walau sudah mencoba untuk bersenang-senang di medsos.

"Sudah ya om. Tartov lagi malas berselancar di medsos. Salam."

Kemudian menatap kembali langit yang mulai bosan bercahaya. Awan hitam mulai menguasai bagian Timur.

Tik tik tik tik ...

Suara itu mengingatkan aku kembali kepada sebuah jam.

'Dear, Tony. Tidak adakah tempat untuk si bodoh ini?' sambil memberikan jam itu untuk pengamen jalanan yang sedang mencoba menghiburku.

"Dik, aku tidak punya uang. Hanya ada ini. Ambillah!"

Pengamen cilik begitu senang dan akhirnya menemani hingga aku lelah mendengarkan segala lagu yang dia punya.

"Dik, hiburlah yang lain! Aku sudah membaik. Terima kasih."

'Hai langit! Aku baik-baik saja! Jangan dulu hujan, sebab otak aku akan basah dan mungkin tenggelam bersama kesedihan.'

Hujan tidak jadi datang. Aku pulang dengan tatapan sayu kepada seluruh serabut di mataku. Semoga esok ada lagi cahaya yang lebih baik lagi mengisi lengkung pipiku.

Semoga saja.

Jakarta, 20 Maret 2019.
Diubah oleh delia.adel 20-10-2021 21:14
anasabila
swiitdebby
kabalisme
kabalisme dan 17 lainnya memberi reputasi
18
5K
234
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan