Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

intermiamiAvatar border
TS
intermiami
Dulu Kritik SBY, Jokowi Kini Rajin Tebar Bansos BLT Ratusan Triliun
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo kembali menebar bantuan sosial (bansos) berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) di awal 2024. BLT ini merupakan bantuan untuk kesekian kalinya di era pemerintahan Presiden Jokowi. Banyaknya BLT yang disebar Jokowi juga berbanding terbalik dengan kritik pedasnya saat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pada Februari 2024, pemerintahan Jokowi akan mengucurkan dana sebesar Rp11,2 triliun untuk program BLT kepada warga Indonesia dengan jumlah sasaran 18,8 juta Kelompok Penerima Manfaat (KPM). BLT tersebut mencakup tiga bulan sekaligus yakni Januari, Februari, dan Maret.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bantuan langsung tunai (BLT) kepada 18,8 juta penduduk miskin sebesar Rp200.000 per bulan atau Rp600.000 secara total diberikan untuk memitigasi risiko pangan bagi masyarakat miskin.

Menurut Airlangga bansos BLT ini akan menggantikan program El Nino yang tahun kemarin diberikan di akhir tahun sebesar Rp200.000 per bulan. Saat itu, bantuan El-Nino diberikan November dan Desember 2023 sehingga total BLT sebesar Rp400.000.

Adapun, jumlah penerima BLT ini berbeda dari bantuan pangan yang diberikan selama ini kepada 22 KPM. Airlangga menjelaskan jumlah penerima didasarkan pada data Kemenko PMK.

"Biasanya masyarakat di bawah bertanya kenapa saya dapat beras tapi tidak dapat BLT cash. Tentu dengan data yang berbeda itu tergantung kepada kemarin data yang dari Kemenko PMK," ujar Airlangga dalam Konferensi Pers Hasil High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (29/1/2024).

Dalam acara yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pos anggaran BLT akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global. Nah ini tentunya kita akan carikan," ungkapnya.

"APBN-nya akan tetap bisa fleksibel dan ini tentunya bagian dari selalu strategi kita untuk mengelola APBN itu fleksibel jadi kita memang selalu siapkan seperti beberapa tahun terakhir," paparnya.

"Kita selalu gunakan istilah shock absorber jadi kalau misal ada kebutuhan di masyarakat yang disebabkan gejolak yang kita lihat di pasar global APBN-nya bisa tetap siap," tegas Febrio.

Bantuan Sosial (Bansos) Era Presiden SBY

BLT pertama kali terjadi di Indonesia pada 2005 melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.12 tahun 2005 tentang Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai kepada Rumah Tangga Miskin, pemerintah meluncurkan Program Subsidi Langsung Tunai (SLT).

Hal tersebut terjadi setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dua kali yakni rata-rata 29% pada Maret dan 114% pada Oktober 2005.

Kenaikan tersebut terjadi akibat apresiasi harga minyak dunia hingga akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM dengan alasan lebih banyak digunakan oleh orang-orang dari kalangan industri dan berstatus mampu. Padahal, subsidi BBM sangat membebani APBN.

Pemerintah kemudian memberikan BLT dalam dua tahap yakni tahap I pada periode Oktober-Desember 2005 dan tahap II pada Januari-September 2006.

Besaran BLT adalah Rp100.000 per bulan dan diberikan secara langsung dalam sekali waktu untuk tiga bulan ke depan atau Rp300.000. Program tersebut menyasar 19,1 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) tetapi hanya terealisasi kepada 17,13 juta RTS.

Bantuan tahap I pada disebar pada Oktober 2005 atau menjelang Hari Raya Idul Fitri pada 3-4 November 2005.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengklaim kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada saat itu tidak banyak menimbulkan demo di kalangan masyarakat. Pasalnya sekalipun pengeluaran rakyat mengalami kenaikan Rp100, namun pemerintah memberikan ganti sebesar Rp200.

Kendati demikian, JK menyadari bahwa program BLT hanya bersifat sementara. Namun, dengan cara tersebut paling tidak pendapatan masyarakat naik dan pertumbuhan ekonomi mulai tumbuh.

Selanjutnya pada 2008, Presiden SBY kembali menaikkan BBM sebesar 28% pada Mei. Pemerintah kembali menyalurkan BLT sebesar Rp100.000/bulan selama tujuh bulan (Juni-Desember 2008). BLT diberikan kepada 18,87 juta RTS.

BLT tersebut merupakan bantuan pertama kalinya menjelang pemilihan presiden (pilpres) 2009.

Tidak sampai di situ, satu tahun sebelum kepemimpinan SBY berakhir, ia meluncurkan BLT Sementara Masyarakat (BLSM) segera setelah menaikkan harga BBM pada 22 Juni 2013.

Program tersebut ia luncurkan untuk membantu 5,5 juta rumah tangga miskin dan rentan mempertahankan tingkat kesejahteraannya. Bantuan tunai Rp150.000 per bulan ini diberikan selama empat bulan dan disalurkan dalam dua tahap pada Juni/Juli dan September/Oktober 2013 oleh PT. Pos Indonesia.

Berdasarkan pemantauan awal yang dilakukan SMERU Research Institute terhadap penyaluran tahap pertama di empat kecamatan yang terdapat di Kota Administrasi Jakarta Utara, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Karawang, dan Kota Bandung pada minggu ke empat Juli 2013, tercatat seluruh informan rumah tangga dan sebagian informan lainnya menilai bantuan tunai lebih baik dibanding berbagai program bantuan lain, termasuk beras miskin (Raskin), karena bantuan dapat diterima utuh oleh sasaran dan mudah dimanfaatkan.

Jika dibandingkan BLT 2005 dan 2008 pun, BLSM 2013 pun dinilai lebih baik menurut para informan.

Bantuan Sosial (Bansos) Era Presiden Jokowi
Saat menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi pernah mengkritik keras pemberian bantuan BLT ala Presiden SBY. Menurutnya, bantuan seharusnya diberikan agar masyarakat bisa lebih produktif seperti kail untuk memancing ikan. Bantuan juga harus diberikan ke masyarakat yang tepat sasaran by name by address.

Pada awal pemerintahannya, Jokowi lebih kerap memberikan bantuan dalam bentuk kartu. Misalnya, pada November 2014, Presiden Jokowi meluncurkan Program Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar dan Program Indonesia Sehat di kantor pos Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Presiden Jokowi menyerahkan kartu kepada sejumlah warga yang hadir di acara tersebut, seperti Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Secara bertahap, ia membagikan lebih dari 15 juta keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia, yaitu KKS yang menggantikan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai penanda keluarga kurang mampu; Kartu HP (SIM card) yang berisi uang elektronik yang digunakan untuk mengakses Simpanan Keluarga Sejahtera; KIP sebagai penanda penerima manfaat Program Indonesia Pintar; dan KIS, sebagai penanda penerima manfaat Program Indonesia Sehat.

Berdasarkan Laporan 4 Tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, hingga 2018 jumlah penerima KIS, KKS, dan KIP sudah mendekati target yang ditetapkan.

Capaian KKS per 2018 telah mencapai 98% atau 9,8 juta keluarga, capaian KIS telah menyentuh 92,2 juta orang, dan capaian KIP telah menyentuh 13,2 juta siswa.

KIS, KKS, dan KIP ini menjadi program yang cukup penting dan krusial mengingat anggaran yang diperlukan tergolong cukup besar.

Hal ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat melalui bantuan pendidikan, kesehatan, dan berbagai bentuk jaminan sosial lainnya.

Jika dikalkulasikan, ketiga kartu tersebut memerlukan anggaran sekitar Rp55,4 triliun dengan porsi paling besar yakni KIS sebesar Rp25,5 triliun, disusul KKS sebesar Rp17,4 triliun, dan KIP sebanyak Rp12,5 triliun.

Bantuan yang disalurkan lewat kartu melalui program tertentu nyatanya belum cukup. Jokowi kemudian rajin memberikan bantuan dalam bentuk pemberian uang tunai. Langkah tersebut terutama dilakukan saat Indonesia dihantam pandemi Covid-19 pada 2020-2022.

Pada 2020 hingga 2023, beliau secara agresif memberikan bantuan tunai lansgung dalam bentuk Bantuan Subsidi Upah (BSU), BLT BBM, BLT UMKM, BLT Dana Desa (BLT-DD), BLT Pedagang Kaki Lima dan Warung, BLT Minyak Goreng, hingga BLT El Nino.

Bantuan Sosial (Bansos) Tunai BLT Era Presiden Jokowi

Perbedaan mendasar antara BLT dis aat pemerintahan Presiden Jokowi yakni jenis dan nominal yang begitu besar dibandingkan saat pemerintahan Presiden SBY.

Sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi, setidaknya ia telah meluncurkan berbagai BLT sekurang-kurangnya Rp190 triliun atau 346% lebih besar dibandingkan pemerintahan Presiden SBY yang hanya dari Rp40 triliun.

https://www.cnbcindonesia.com/resear...atusan-triliun

Fokoknya mukidi harus benar, kalau ada yg protes tinggal teriakin kadrun aja emoticon-Malu (S)
bengukrawe
superman313
bukan.bomat
bukan.bomat dan 6 lainnya memberi reputasi
5
394
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan