delia.adelAvatar border
TS
delia.adel
Bolehkah Aku Membelah Dadamu? -KUNCEN
Spoiler for google:




Cerita ini hanya sebuah fiksi saja, yang bertujuan hanya untuk menakut-nakuti pembaca. Namun jika pembacanya tidak takut, itu berarti saya yang sedang merasa ketakutan, hiiii
emoticon-ceyem

Well, kemon di baca dulu.


Prolog:

Sebenarnya, ....
Aku mencintai semua kekasihku, sekaligus ingin membunuh, setiap pria-pria mata keranjang, terutama yang mengencani ku, mungkin karena terlalu banyak rayuan gombal yang selalu terdengar, saat mereka semua melakukan kesalahan, seperti berselingkuh. Menjadi alasanku untuk membunuh.

Timbulnya keinginan untuk membunuh datang dengan aliran yang sangat deras dan kuat. Hingga aku tidak mampu untuk menolaknya.

"Aku setia padamu, kalau tidak percaya belahlah dadaku, hanya ada satu jantung yang berdetak dan itu milikmu."

......Tereng teng teng teng .....



Quote:


Seperti biasanya, setiap malam Jumat di jalan setapak ini, selalu terjadi kenangan buruk, menjadi saksi setiap pertengkaran yang terjadi, antara aku dan beberapa kekasihku.

Dan anehnya setiap pertengkaran selalu terjadi di tempat ini, padahal tidak ada cerita mengerikan di sekitar lokasi, yang membuat tempat ini menjadi begitu mengerikan menurut pendapatku.

Mencurigakan, bukan?

Awalnya aku ingin langsung pulang, sejak turun dari mikrolet, sehabis bekerja, hujan memaksa langkah kaki untuk berteduh di sebuah warung kecil, terbilang cukup nyaman, untuk melamun, bahkan melupakan waktu, sampai tengah malam.

Saking syahdunya menikmati secangkir kopi dan sedikit masalah di kepala, hingga berjam-jam, yang kesemuanya menyatu, bertumpuk, lalu berperang di dalamnya. Hingga menimbulkan rasa tidak ingin buru-buru pulang ke rumah.

Muncul Endra dari pintu samping warung, lalu menyuruhku untuk segera pulang.

"Dek sudah malam, ayo pulang. Ibu mu begitu khawatir."

Awalnya kami baik-baik saja, sepayung berdua cuy sepanjang jalan. Romantis pokoknya deh. Namun ketika sampai di jalan kecil yang sepi karena hujan. Tiba-tiba kami bertengkar. Hal tersebut di karenakan ponselnya berbunyi dan aku yang menjawabnya.

"Lancang banget sih elo jawabin telepon hp gue!"

"Mana gue tau itu bunyi ponsel elo. Makanya jangan suruh gue bawa ponsel elo."

"Plak"

"Bak"

"Bik"

"Buk"

"Bek"

"Bok"

Hanya karena masalah kecil berakibat keributan besar, bahkan sampai adu jotos. Sebenarnya Endra tidak suka kekerasan, tapi karena pukulan dariku yang bertubi-tubi , rasa sakit membuatnya hendak menyudahinya dengan menangkis.

"Haits! Stop Ta. Aku benar-benar mencintaimu. Belahlah dadaku jika kau tidak percaya."

"Tapi tadi itu, ...."

"Bagiku, Almira hanya anak kecil, Ta."

"Tapi kenapa dia bilang ayang tersayang."

"Kamu salah dengar."

"Kenapa kau mengkhianati aku?"

"Aku setia padamu, kalau tidak percaya belahlah dadaku, hanya ada satu jantung yang berdetak dan itu milikmu."

"Mana pisau nya untuk membelah dadamu untuk mencari jantungku."

"Ini ...."

"Boleh aku belah sekarang?"

"Belahlah, sayang! Jika tidak terlihat milikmu, bunuh saja aku."

Beberapa menit terlewati, dengan kesibukan membelah dada Endra menggunakan pisaunya, namun pada akhirnya, tidak menemukan jantungku di dalamnya.

"Mas Endra, kamu berdusta. Di dalam dada ini hanya ada jantungmu, bukan jantungku. Karena bentuk jantung kita berbeda. Jadi matilah kamu."

"Crek crek crek...."

Dengan tiga kali tusukan tepat di jantung nya, membuat darah mengucur dengan derasnya.

Sebenarnya aku berharap di mati, bersama rahasia yang di sembunyikan nya.

"Mas mas tersayang, jawab aku. Apa yang terjadi dengan mu?"

Sambungan telepon masih bersuara, nampak teriakan Almira mulai membelah sepinya jalan setapak.

"Halo Almira, mas Endra akan ku kembalikan untukmu, ambillah."

Kuberikan telepon tersebut kepada pacarku, lalu dia menangis dan meratapi nasipnya di saat hujan masih saja bertahan.

"Tolong aku, Almira sayang."

Kutinggalkan saja pacarku yang sedang asik bermesraan di ponselnya bersama Almira. Dia adalah kekasih kesekian, yang datang dengan mata sayunya ketika itu. Pria ternyaman pembuat hatiku selalu berdetak dan menginginkannya untuk mengisi tiap perjalanan hidup ini.

Namun ternyata sama saja dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya bernasib tragis, kehujanan dengan dada yang terbuka, sambil bermesraan di ponselnya yang sudah basah kuyup.

Aku terus saja berjalan ke depan tanpa menghiraukan mas Endra. Sampai pada akhirnya ada sepasang remaja yang sedang asik berduaan.

"Dek, ... adek, sedang apa di tempat gelap ini, hujan-hujanan pula?" Sambil memainkan pisau di sekitaran wajahku.

Mereka terkejut melihat wajahku, yang sudah bercampur dengan darah mas Endra dan akhirnya lari tunggang-langgang, sampai-sampai melupakan celana mereka yang tertinggal di tempat tersebut.

"Tolong ada setannn ...."

"Setannn ...."

Rupanya nyali mereka tidak terlalu kuat melihat hal-hal yang tidak wajar di kala malam hari. Aku hanya tersenyum sambil membenarkan letak pot-pot tanaman yang nampaknya terjatuh akibat aksi kedua pasangan tersebut.

"Anak-anak yang mesom!"

Melirik ke arah suara dan terkejut. Ternyata dia adalah pak Ujang, pemilik warung yang tadi kusinggahi.

"Bapak sedang apa di sini?"

Matanya memandangku dengan tatapan yang mengerikan. Lalu merampas pisau yang masih ku genggam, sambil berkata, "sebaiknya kau tidak lagi bersekutu dengan iblis, nak!"

"Hahahaha ...."

Aneh sekali bukan? Kenapa dia berpikir aku bersekutu dengan iblis. Wong kenal saja belom. Apalagi menjadi pacar atau istrinya. Aneh memang pak Ujang itu.

Namun setelah dia membaca mantra dan mengusap ubun-ubun ku sebanyak tiga kali, tiba-tiba udara dingin berubah hangat, bahkan rintik hujan tidak lagi berisik.

"Pulanglah dah tidur. Jangan lupa dirikan salat lima waktu dan rajin-rajinlah membaca shalawat nariah."

Aku mengikuti sarannya untuk pulang, selebihnya tidak pernah terpikirkan.

Karena memang sudah letih berjalan, pada akhirnya sampai juga, walaupun pulang dengan tubuh yang basah kuyup, masuk kamar, langsung tertidur pulas. Berharap besok sakit kepala akibat kehujanan bisa segera sembuh. Walaupun aku malas untuk membasuh tubuh apalagi meminum obat. Tertidur dengan pakaian kotor dan sedikit bercak darah.

Esoknya Almira menghubungi ku pagi-pagi buta. Umpat serapah di lontarkan nya dengan sangat kejam. Padahal seharusnya aku yang memaki dan mengumpatnya, bukankah dia yang sudah merebut pacarku? Aneh memang.

"Berisik!"

Kemudian menutup telepon. Ibu menghampiriku dan bertanya prihal kecelakaan yang di alami oleh mas Endra. Namun dengan jujur aku mengatakan bahwasanya akulah pelakunya bukan siapapun juga. Entah mengapa ibuku hanya diam tanpa reaksi. Sejam kemudian bertanya, "apakah kau tidak mencintai Endra?"

Aku diam saja tidak menjawabnya

Sebenarnya, ....
Aku mencintai semua kekasihku, sekaligus ingin membunuh, setiap pria-pria mata keranjang, terutama yang mengencani ku, mungkin karena terlalu banyak rayuan gombal yang selalu terdengar, saat mereka semua melakukan kesalahan, seperti berselingkuh. Menjadi alasanku untuk membunuh.

Timbulnya keinginan untuk membunuh datang dengan aliran yang sangat deras dan kuat. Hingga aku tidak mampu untuk menolaknya.

Ada perasaan aneh ketika rayuan para pria terdengar telinga. Dan akhirnya melakukan hal yang tidak terduga duga ataupun direncanakan.

Namun anehnya semua kekasihku masih hidup, walaupun ada yang sempat mengalami koma di rumah sakit. Mata-mata mereka menjadi lebih benalu, ketika sehat dan kembali beraktivitas.

Apalagi ketika banyaknya jumlah tante-tante girang yang menoleh ke arah mereka. Seperti hasrat bringas yang terpendam dan akhirnya tersalurkan kemudian setelah para tante-tante tersebut memberikan kebebasan nya.

Entahlah, bahkan mereka semua menjadi tidak mengenaliku, setelah sembuh dari perawatan rumah sakit. Hal yang lebih anehnya lagi, adalah semua mantan-mantanku itu, mengganti profesi, menjadi simpanan para tante-tante girang. Yang haus uang dan seks.

Di situlah pada akhirnya kegiatan membelah dada menjadi salah satu kebaikan yang terpikirkan olehku. Karena berpikiran sudah menyelamatkan para wanita dari tipu daya pria.

"Ta, kamu benar-benar membelah dada Endra?" Ibu mulai bertanya kembali.

"Iya, Bu. Seperti mas Braja, Abang Iwan dan semua mantan-mantanku terdahulu."

"Jangan jangan ...."

Ibu segera menelpon kak Sandra, setelah itu kembali menemui ku dan menyuruh berpakaian rapi untuk ikut dengannya ke rumah kak Sandra.

Sesampainya di sana aku benar-benar terkejut, karena dia nampaknya sudah melahirkan bayi kembali, padahal selama ini tidak terlihat kehamilannya.

"Kak, kamu gak bosan melahirkan apa?"

"Ini semua karena kamu, Joan dan ibu."

"Kok aku?"

"Apakah kamu habis membelah dada seseorang?"

"Iya."

Anah memang jika kak Sandra menyalahkan ku atas kelahiran anak-anak nya. Namun pada akhirnya ibu mulai bercerita.

Dahulu kala ibu tidak bisa memiliki anak. Maka dia datang ke seorang dukun yang bisa mengabulkan nya. Syarat nya adalah membelah dada pria untuk menjadi budak seks nya. Setiap pria yang dadanya pernah terbelah, maka dia akan menjadi manusia haus seks, yang mana tidak akan pernah puas mencari mangsanya.

Dan karena syaratnya tidak memakan korban di dalam keluarga, maka pada akhirnya ibu mulai membelah dada pria, tidak memandang usianya. Bahkan Indra yang masih bau kencur telah menjadi korbannya.

"Jadi sudah berapa dada yang ibu belah?"

"Tiga, Indra, Hendrik, Deni."

"Opa Hendrik pacar mama itu? Dan Deni ayahku?"

"Iya."

Menurut kisah ibuku kutukan membelah dada, akan terus berlanjut sampai anak cucu. Bedanya jika yang membelah dada pria, masih gadis, maka yang memiliki anak adalah saudara nya yang sudah berumah tangga. Dan satu-satunya yang berumah tangga adalah Sandra.

"Tapi aku hanya membelah tujuh pria saja, kak!"

"Joan sudah sering membelah dada pria. Dan karena sering melahirkan inilah pada akhirnya perceraianku terjadi. Ibu bagaimana ini, aku kerepotan mengasuh anak-anak, yang kini sudah memenuhi rumah."

"Harus menumbalkan salah satu di antara kalian. Tapi aku tidak tau siapa yang lahir pada malam Jumat?"

"Bukan aku!" Joan pada akhirnya berbicara.

"Ituuu, aku ibu."

"Kau ..."

"Setiap malam Jum'at aku memiliki keinginan yang kuat untuk membelah dada pria."

"Aku ingin membelah dada pria setiap hari. Dan puncaknya adalah hari Rabu."

"Kau siap untuk di tumbalkan, Ta?" Ibu bertanya dengan tatapan sayu, lalu tak terasa air matanya mulai menetes.

"Maafkan aku, Ta."

"Tumbal kan aku, Bu. Aku sudah siap."

Akhirnya di sepakati bersama, bahwasanya Jum'at depan hari terakhirku di bumi. Demi untuk menyelamatkan persekutuan dengan jin, maka mental ku mulai dipersiapkan. Sampai pada akhirnya waktu telah tiba.

Hujan mengguyur tubuh bumi sejak pagi hari, seperti mengetahui bahwasanya Jumat kali ini adalah Jum'at pengorbanan dan bumi menangisi kepergianku.

Kakiku berjalan santai menuju ke arah makam Mbah Brajan, setelah pulang dari bekerja. Lalu bersimpuh dan mulai membaca mantra saat tengah malam telah tiba. Angin berhembus perlahan-lahan membus kulit ariku yang tipis. Namun tetap saja fokus membaca mantra, hingga tubuhku selesai di makan para jin lalu mati.

Suasana makam begitu sepi, sampai-sampai suara dedaunan yang terjatuh terdengar. Lalu banyak keanehan terjadi. Bebatuan makam saling bertabrakan gaduh. Ranting-ranting kering mulai berjatuhan. Goncangan dari bawah tanah dan bermunculan banyak bayangan buruk rupa, menembus tubuhku.

Akhirnya hujan berhenti, anehnya tubuhku tidak basah karena air hujan. Bahkan keringat yang keluar beraroma wangi melati. Sedangkan pohon-pohon di sekitarnya nampak merunduk seperti menyembah sesuatu yang datang berwujud asap, namun nampak seperti monster.

Para hewan-hewan bawah tanah mulai naik ke atas tubuhku dan berpesta pora menikmati kelezatannya. Rasa sakit tak kurasakan, ketika gigi mereka mulai beraksi.

Namun aku terus saja membaca mantra memanggil para jin untuk membatalkan persekutuan.

Dan akhirnya para jin datang, menyetujui permohonan ku dengan satu syarat, yakni menikah dengan jin dan menjadikan aku salah satu bagian dari mereka.

"Blum"

"Blesss"

Sedetik kemudian tubuhku hilang di telan angin. Sampai pada akhirnya semua keluarga yang menyaksikan kepergian ku menangis sambil meminta maaf.

Sejak itulah jalan setapak tempat aku bertikai dengan para mantan menjadi lebih angker. Karena ternyata jauh di ujung jalan tersebut adalah makam mbah Brajan berada, yang mana wajahnya mirip dengan pak Ujang pemilik warung kecil di jalan setapak tersebut.

.......~~~~~ "
INGATLAH SATU HAL! JANGAN BERJALAN SENDIRIAN DI JALAN SETAPAK KERAMAT JATI, KARENA KEMUNGKINAN BESAR DADAMU TERBELAH UNTUK MENJADI SANTAPANKU, SEBAB AKU MASIH MAU HIDUP DAN MENCARI CALON SUAMI, HAHAHAHA....
" .....~~~~~~~~

Quote:




Ide ts .... cerita nya cuma fiksi ya....!
aditya0892aldy
avsel
cutewitch
cutewitch dan 27 lainnya memberi reputasi
26
1K
63
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan