Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kecimprinkAvatar border
TS
kecimprink
Di Balik Gemerlap Mandalika, Cermin Pembangunan Wisata yang Gegabah


Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, termasuk Sirkuit Mandalika, menanggung utang sebesar Rp 4,6 triliun.
Hingga kini tak ada kejelasan mengenai pembayaran atas pembebasan lahan untuk pengerjaan KEK Mandalika.

Kerugian demi kerugian dan tumpukan utang menunjukkan KEK Mandalika tidak didesain dengan baik untuk kegiatan pariwisata.

Hajatan balap motor World Superbike alias WSBK yang digelar di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Barat, menyisakan beragam persoalan. Perhelatan itu menyebabkan kerugian Rp 100 miliar. Sedangkan ajang MotoGP yang digelar pada 2022 lalu di lokasi yang sama membukukan kerugian Rp 50 miliar.

Akibatnya, holding BUMN Industri Aviasi dan Pariwisata Indonesia InJourney berencana membatalkan balapan WSBK di Mandalika untuk menyehatkan Mandalika Grand Prix Association. Unit usaha ITDC ini memiliki bisnis utama mengelola dan mengoperasikan Mandalika International Street Circuit.

Alasan Merugi Meski Dipadati Penonton
Direktur Utama InJourney Dony Oskaria mengatakan penyelenggaraan WSBK merugi karena tak mendapatkan sponsor yang memadai. "WSBK itu sebetulnya event-nya tidak menarik secara sponsorship," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu lalu (14/6).

Lalu, MotoGP yang merupakan ajang balapan paling bergengsi di dunia disebut merugi karena pemasukan dari iklan tak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. "Kami sedang mencari upaya untuk mendapatkan tambahan sponsorship untuk menutupi gap ini," ucap Dony.

Secara keseluruhan, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika termasuk Sirkuit Mandalika di dalamnya, menanggung utang sebesar Rp 4,6 triliun. Utang itu terbagi menjadi utang jangka pendek sebesar Rp 1,2 triliun dan jangka panjang sebesar Rp 3,4 triliun.

Kerugian dari dua ajang balapan motor kelas dunia itu menambah berat upaya InJourney untuk membayar kewajiban pembayaran utang jangka pendek.

Untuk memenuhi kewajiban itu, InJourney, melalui PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), meminta Penyertaan Modal Negara alias PMN kepada pemerintah sebesar Rp 1,19 triliun. Sebesar Rp 1,05 triliun di antaranya akan digunakan untuk membayar utang kawasan termasuk utang pembangunan sirkuit balap Mandalika.

Berselang sehari dari RDP itu, Komisi IV DPR menyetujui pemberian PMN sebesar Rp 1,19 triliun kepada InJourney melalui ITDC. Anggarannya bersumber dari alokasi cadangan pembiayaan investasi APBN tahun anggaran 2023.

Dalam media sosial, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan pembangunan itu merupakan proyek jangka panjang untuk menumbuhkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja dengan menjadikan Mandalika sebagai destinasi wisata lokal dan internasional. "Jangan sekonyong-konyong, oh ini Rp 4,6 triliun pemborosan," kata dia.

Tambahan modal dari negara untuk proyek Mandalika bukan yang pertama bagi ITDC. Sebelumnya, ITDC pernah mendapatkan PMN pada 2015 sebesar Rp 250 miliar untuk pengembangan Mandalika. PMN diberikan lagi pada Desember 2020 sebesar Rp 500 miliar untuk membangun fasilitas dasar dan penunjang seperti drainase, pekerjaan tanah, perkerasan non aspal, perkerasan aspal, pekerjaan struktur dan landscape.

Dana PMN yang diterima pada Desember 2020 itu bersumber dari APBN tahun anggaran 2020 dan merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor pariwisata. Jika ditotal sejak 2015, ITDC sudah mendapatkan PMN sebesar Rp 1,9 triliun, nyaris menyentuh angka Rp 2 triliun.

Temuan Lain dari BPK

Untuk mengawal pembangunan KEK Mandalika dan Nusa Dua, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan kinerja atas kegiatan pengembangan dan pemasaran kawasan pariwisata tahun buku 2019, 2020, dan 2021 (hingga triwulan III).

Dalam hasil audit tersebut, BPK menemukan sejumlah permasalahan, khususnya penanganan permasalahan lahan. Menurut auditor negara itu, seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau PPI belum menetapkan tim lahan yang bertugas untuk menyelesaikan persoalan lahan untuk kegiatan investasi.

Selain itu, PPI belum menyusun prosedur standar yang dapat digunakan tim lahan untuk menangani lahan enclave, klaim maupun penguasaan pada lahan berstatus hak penggunaan lahan (HPL).

PPI juga disebutkan belum menyelesaikan pembebasan lahan enclave di zona tengah dan timur, termasuk lahan penetapan lokasi 2 yang dibebaskan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Target waktu pembebasan lahan pada 2021.

Tak cuma itu, persoalan lainnya yang ditemukan BPK adalah PPI belum menyelesaikan klaim dan penguasaan oleh masyarakat pada lahan HPL untuk kegiatan investasi pembangunan infrastruktur, pembangunan lot, dan lot yang akan dipasarkan dan lahan berperkara eks PT Pembangunan Pariwisata Lombok (PT PPL).

Menurut BPK, klaim yang belum diselesaikan itu dapat menghambat kemajuan dan pengembangan lot-lot yang dikerjasamakan dengan investor di kawasan Mandalika. Selain itu, persoalan tersebut juga dapat mengganggu efektivitas pengembangan dan pemasaran kawasan Mandalika.

Sesuai catatan BPK, komposisi penguasaan lahan di dalam delineasi kawasan pariwisata Mandalika seluas kurang 1.250 hektare. Luasan itu meliputi lahan yang diklaim milik PT PPI seluas 1.172,78 ha; lahan enclave yang dibebaskan oleh Kemenparekraf seluas 6,53 ha; lahan berperkara sesuai SK BPN seluas 15,33 ha; serta lahan enclave yang dimiliki masyarakat seluas 51,65 ha yang belum dibebaskan oleh PT PPI (Persero).

Cerminan Pembangunan Pariwisata yang Gegabah
Menurut pakar pariwisata Azril Azahari, kerugian demi kerugian serta tumpukan utang yang diselesaikan melalui PMN itu menunjukkan KEK Mandalika tidak didesain dengan baik untuk kegiatan pariwisata.

Azril yang merupakan Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia mengatakan sejak awal tak ada master plan yang jelas mengenai pembangunan pariwisata di Indonesia, terutama Mandalika.

"Terlihat dari ujug-ujug ditetapkan 10 destinasi wisata prioritas kemudian lima destinasi super prioritas. Ini dari mana asalnya, apakah ada kajiannya, apakah ada master plan yang dirancang. Kalau ada, bagaimana cara agar publik bisa melihat dan urun rembug?"

Selain itu, ia menyebutkan ada cara pandang yang keliru dari pemerintah saat memandang pariwisata karena masih mengacu pada mass tourism. Padahal, Organisasi Pariwisata Dunia atau UNWTO telah menyerukan untuk mengimplementasikan community based tourism (CBT). Ini adalah metode pariwisata berbasis masyarakat yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan, sosial dan budaya.


Pria yang menjadi pelopor perkembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia itu menyebutkan, pembangunan KEK Mandalika melanggar berbagai hal. Pertama, tak sepatutnya pembangunan pariwisata dilakukan dengan mengalienasi masyarakat lokal dan intimidatif.

Dalam konsep CBT, masyarakat lokal diperlakukan sebagai aktor aktif yang harus diakui perannya dan dilibatkan sejak dalam aspek perencanaan pariwisata. "Sementara Mandalika adalah proyek mercusuar tanpa ada pelibatan masyarakat, tanpa kajian yang jelas mengenai multiplier effect-nya, terutama bagi masyarakat lokal," kata dia.

Kedua, menggunakan PMN untuk membayar utang akibat pembangunan kepariwisataan yang tak didasari master plan sejak awal merupakan kekeliruan besar. "Selayaknya PMN berasal dari cadangan penyediaan investasi APBN yang hanya boleh digunakan untuk capital expenditure agar mampu meng-generate profit," kata dia.

Azril mengatakan jika ITDC mengalami kerugian, sudah sepatutnya dipailitkan dan diperiksa keuangannya. "Masa kerugian BUMN karena kesalahan dia sendiri dibebankan kepada seluruh rakyat Indonesia?"

Pembangunan pariwisata KEK Mandalika terkesan hanya untuk mengejar sponsorship dan investor serta memiliki profil memaksimalkan profit bagi para investornya. Sebab itu, kata dia, tak heran jika merugi dan sangat berkebalikan dari roh CBT.

Untuk itu, ia berharap pemerintah segera membenahi benang kusut kepariwisataan di Mandalika melakukan evaluasi menyeluruh, secara saintifik. "Gunakan ilmu dalam kepariwisataan. Saat ini pariwisata sudah menjadi ilmu mandiri, sebelum menentukan arah kebijakannya," kata dia

Adapun yang harus dievaluasi menurut Azril adalah kalkulasi multiplier effect, perhitungan dari feasibility study yang dilakukan, perhitungan return on investment, hingga perhitungan physical capacity agar tidak terjadi kerusakan. "Jangan lupa untuk evaluasi destination management organization (DMO)," kata dia.


https://katadata.co.id/amp/diniprami...a-yang-gegabah
harytanoe
bengukrawe
aldonistic
aldonistic dan 7 lainnya memberi reputasi
8
957
48
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan