Sumber Gambar

Korupsi merupakan salah satu hal yang banyak dibenci oleh orang. Karena korupsi merupakan bentuk kejahatan di mana pelakunya biasanya pejabat atau seseorang yang memegang kewenangan. Mereka memperkaya diri sendiri dengan menikmati uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan warga dan rakyatnya.

Di Indonesia sendiri, korupsi sudah sangat merajalela. Sudah banyak pejabat-pejabat yang terbukti korup dan menyalahgunakan uang negara. Walau kini sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi, tetap saja tidak membuat takut para pelaku korupsi. Selalu saja ada nama-nama baru yang tertangkap OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan KPK.

Jika kita mundur ke belakang, pada sejarahnya korupsi bukan hal yang baru. Karena sejak dulu sudah banyak orang Indonesia yang terbukti melakukan korupsi. Jika kalian membaca buku Max Havelaar karya Multatuli, kalian akan menemukan fakta bahwa pejabat-pejabat pribumi daerah di masa itu juga kerap melakukan tindakan korupsi dari uang yang seharusnya diberikan ke warganya.


Sumber Gambar

Bahkan kabarnya, di zaman Daendels korupsi sudah terjadi dan dilakukan oleh para pejabat. Padahal Daendels sendiri sudah memberikan anggaran untuk dibayarkan kepada para pekerja jalan raya pos Anyer-Panarukan pada 1808-1811. Bukan cuma Pribumi, VOC pun dahulunya melakukan banyak korupsi yang akhirnya membuat mereka bangkrut.

Maju ratusan tahun kemudian, saat Indonesia sudah merdeka, korupsi pun masih terjadi. Salah satunya adalah di zaman Orde Baru. Tapi ada perbedaan korupsi pada Orde Baru dan di era Reformasi. Perbedaan ini pernah dibahas oleh Mahfud MD pada salah satu Channel YouTube.

Menurut Mahfud, korupsi di era Orde Baru dahulu terpusat dan dimonopoli oleh Presiden Soeharto. Tidak ada ceritanya DPR korupsi, bupati korupsi, gubernur korupsi. Semua praktek korupsi itu diatur oleh Presiden Soeharto. Ia bermain dengan ciamik dan mengeruk pendapatan negara untuk memperkaya keluarga dan orang-orang terdekatnya.


Sumber Gambar

Sehingga pada saat itu, jabatan-jabatan yang dianggap penting diberikan kepada teman-temannya seperti purnawirawan ABRI, kerabat dekat, keluarga hingga orang-orang yang dipercaya mendukungnya. Hal itu dilakukan untuk membuat kekuasaannya semakin kokoh dan mempertahankan praktik korupsi yang ia lakukan selama jabatannya.

Usai reformasi, semangat anti-korupsi pun menguat. Tapi hasilnya berbanding terbalik, sekarang bisa kita lihat. Korupsi di zaman sekarang justru malah lebih masif. Tidak adanya yang mengkoordinir dan memonopoli membuat banyak pihak melakukan korupsi sendiri-sendiri. DPR, Pemda, Pemkot semuanya korupsi sendiri-sendiri dan justru lebih bebas.

Setiap jabatan memiliki kasus korupsinya sendiri-sendiri. Menkominfo, Gubernur Papua, Bupati Bogor, Ketua DPR. Semua ada. Semua bisa. Yang kalau di era Soeharto mungkin tidak terjadi hal seperti ini. Bahkan mungkin orang-orang yang dulu menjatuhkan Soeharto malah menjadi pelaku korupsi masa kini. KPK pun dibuat sibuk olehnya.


Sumber Gambar

Jadi kalau kita membandingkan korupsi mana yang lebih parah? Tidak ada yang lebih parah dan yang tidak lebih parah. Yang namanya korupsi semua harus diberantas. Semuanya adalah perbuatan kejahatan yang levelnya sama. Korupsi seperti gaya Soeharto mungkin sulit tercium, korupsi gaya pejabat sekarang mudah tercium tapi banyak.

Bahkan Mahfud MD sendiri saking sudah kesalnya dengan korupsi di Indonesia, ia pernah bilang kalau zaman sekarang “noleh dikit ada korupsi.” Seakan-akan korupsi menjadi hal biasa di negara kita. Fakta yang cukup miris tapi begitulah kenyataannya. Korupsi seakan mendarah daging dan memiliki sejarah panjang di bangsa ini.



Kalau menurut kamu, mana korupsi paling parah? Orba atau Reformasi?


Sumber: Link Referensi
Tulisan dan Narasi Pribadi