Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rajin.meremasAvatar border
TS
rajin.meremas
Tunjangan kinerja ASN di Kemenkeu disebut 'tidak masuk akal', pengamat desak
Pemerintah didesak segera merombak kebijakan pemberian tunjangan kinerja atau tukin terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Keuangan yang dianggap "tidak masuk akal" dan memicu kecemburuan bagi kementerian lain.

Sebab menurut pengamat kebijakan publik, pemberian tukin di Kemenkeu nyatanya tidak berkolerasi dengan capaian kinerja dan tidak mampu menghilangkan perilaku koruptif.

Menanggapi persoalan itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyebut pihaknya sedang mendorong kebijakan soal tunjangan yang berpijak pada keadilan atau fairness.

Baru-baru ini, Kementerian Keuangan kembali mencopot salah satu pejabatnya yakni Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto karena sering memerkan gaya hidup mewah di media sosial.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan pencopotan itu ditujukan sebagai tindak lanjut pemeriksaan harta dan utang Eko dalam LHKPN.

Pasalnya Eko disebut memiliki harta berupa motor gede (moge) yang tidak dilaporkan di LHKPN.


Selain itu, perilaku pamer kekayaan juga tidak selaras dengan azas kepatutan dan kepantasan ASN di Kemenkeu.

"Yang bersangkutan [Eko Darmanto] telah mengakui kesalahannya dan berjanji memperbaiki," ujar Wamen Suahasil Nazara dalam konferensi pers, Eabu (01/03).

Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan Eko pada 31 Desember 2021, harta yang dimilikinya mencapai Rp15,7 miliar. Adapun utangnya sebesar Rp9 miliar.

Harta Eko sebesar Rp12,5 miliar berbentuk dua tanah dan bangunan di Malang dan Jakarta Utara.

Total dia punya sembilan mobil mewah dan lima di antaranya mobil antik. Seluruh kendaraan itu bernilai Rp2,9 miliar dengan status hasil pembelian sendiri. 


Eko Darmanto tercatat menjadi pejabat kedua di Kementerian Keuangan yang dicopot dari jabatannya, setelah Rafael Alun Trisambodo yang juga sering memarkan kekayaannya dan belakangan diduga melakukan pencucian uang atau penggelapan pajak.

Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), Trubus Rahadiansyah, menilai harus ada perombakan besar-besaran di tubuh Kementerian Keuangan usai mencuatnya kasus-kasus pejabat hedon di instansi tersebut.

Salah satunya perombakan dalam hal tunjangan kinerja atau tukin.

Seperti diketahui, tukin di Kemenkeu paling besar dibandingkan kementerian atau lembaga lain sehingga muncul sebutan 'kementerian sultan'.

"Tunjangan kinerja di Kemenkeu paling besar karena ada pemahaman mereka lebih berjasa kepada negara lantaran mengumpulkan uang masyarakat dan rentan terhadap godaan [korupsi]," ujar Trubus kepada BBC News Indonesia, Kamis (02/03).

"Harapannya dengan tukin besar, mereka bekerja jujur dan berkinerja baik." 


Berapa tukin di Kemenkeu dibanding kementerian/lembaga lain?

Merujuk pada Peraturan Presiden nomor 27 Tahun 2015, tunjangan kinerja pegawai di Ditjen Pajak Kemenkeu adalah yang tertinggi di Indonesia.

Tunjangan terendahnya ditetapkan sebesar Rp5,3 juta untuk level jabatan pelaksana dan level jabatan tertinggi yakni Eselon I atau Direktur Jenderal Pajak mencapai Rp117,3 juta.




 Kalau disandingkan dengan tukin ASN terkecil di Indonesia seperti yang diterima Kementerian Agama, maka "perbandingannya bisa empat kali lipat".

Di Kementerian Agama, berdasarkan Peraturan Presiden nomor 130 Tahun 2018, tunjangan kinerja jabatan terendah adalah Rp1,9 juta dan jabatan tertinggi mencapai Rp29 juta.

Perbedaan tukin ini, menurut Trubus Rahadiansyah, "tidak masuk akal". Sebab kalau bersandar pada UU nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pegawai negeri sipil harus tunduk dan patuh pada peraturan sebagai abdi negara.

"Jadi tidak ada istilah reward dan punishment dalam konteks melakukan tugasnya. Tapi karena mengacu pada swasta, dibuatlah tunjangan," katanya.

Namun kenyataannya saat ini tukin yang super besar itu tak berkorelasi pada kinerja dan tak mampu mengubah perilaku koruptif.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Zuliansyah, mengatakan tukin yang diberikan pada akhirnya cenderung diukur dari absensi kehadiran atau sekadar tambahan saja.

"Padahal kalau misalnya kinerjanya turun, tunjangan turun juga dong. Tapi ini tidak diberlakukan. Akhirnya terjebak pada rutinitas. Kritik ini sudah banyak disampaikan," jelas Zuliansyah kepada BBC News Indonesia.

Tunjangan kinerja, sambung Zuliansyah, juga tak semata-mata dinilai dari penilaian kerja ASN, tapi termasuk sistem pengawasan internal dan akuntabilitas kinerja para pegawainya.

"Jadi itu semua satu paket." 


Dia pun menilai perbedaan pemberian tukin di tiap-tiap kementerian/lembaga hanya memunculkan kecemburuan karena tidak jelas tolok ukurnya.

Menurut dia, alasan bahwa tukin di Kemenkeu paling besar lantaran dianggap "strategis" tidak cukup kuat.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi baginya tak kalah strategis mengingat beban kerjanya mengurusi urusan nasional.

"Jadi harus didudukkan lagi [persoalan tunjangan kinerja ASN] untuk membangun kesetaraan. Ini kan bicara ASN Indonesia, bukan ASN Kementerian Keuangan, atau ASN Kementerian Kesehatan. Konsepnya kan tidak begitu.

"Sehingga diharapkan siapa saja bisa ikut seleksi terbuka untuk duduk di posisi kementerian manapun.

"Kalau ini kan, jabatan di Kemenkeu kayak paling eksklusif jadinya."

Itu mengapa, dia sepakat bahwa pemerintah harus merombak sistem pemberian tunjangan kinerja ASN sehingga tidak menimbulkan ketimpangan.

Sejak UU nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disahkan, katanya, pemerintah masih utang satu aturan turunan yakni Peraturan Pemerintah soal tunjangan yang berlaku untuk semua kementerian dan lembaga layaknya PP nomor 15 Tahun 2019 tentang peraturan gaji pegawai negeri sipil yang berlaku sama untuk seluruh ASN tergantung golongannya. 


Apa kata pemerintah?

Kepala Biro Data, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Mohammad Averrouce, mengatakan aturan soal tunjangan kinerja di tiap-tiap kementerian atau lembaga memang berbeda-beda --yang disahkan dalam bentuk peraturan presiden (perpres)-- dengan mempertimbangkan fiskal negara.

Hanya saja bagaimana penghitungannya, ia tak mengetahui.

Yang pasti pemberian tunjangan kinerja menggunakan tolok ukur: penilaian kinerja setiap individu dan kehadiran.

"Kalau ada perbedaan [besaran tukin] itu kebijakan internal sepertinya."

"Dan kalau penilaian kinerjanya turun, pasti tukinnya juga turun."

Terlepas dari itu, Kemenpan RB, katanya, sedang mendorong kebijakan soal tunjangan yang berpijak pada keadilan atau fairness.

"Ada upaya kita melakukan itu, memperbaiki kebijakan yang komprehensif terkait kesejahteraan ASN yaitu gaji dan tunjangan." 


Di tempat terpisah, Presiden Joko Widodo yang juga menyoroti pejabat hedon atau pamer kekayaan di media sosial, memerintahkan kepada para menterinya untuk menertibkan bawahannya.

"Saya minta kepada seluruh menteri dan kepala lembaga untuk mendisplinkan para bawahannya, memberitahu apa-apa yang tidak boleh dan apa yang boleh dilakukan," ujar Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (02/03).

Presiden juga mengatakan, hal yang sama berlaku di instansi penegak hukum. Kata dia perlu ada pembenahan di kementerian dan lembaga.

"Kemudian di Polri maupun di Kejaksaan Agung dan aparat hukum lainnya. Benahi dulu di dalam kemudian diselesaikan dan bersihkan kementerian atau lembaga lainnya," sambung Jokowi.

Jokowi meminta jangan ada lagi pejabat yang pamer kekuasaan dan kekayaan di media sosial. Ia menekankan pamer kekayaan oleh pejabat tidak pantas dilakukan.

"Sekali lagi saya ingin tekankan, supaya ditekankan kepada kita bawahan kita, jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan, apalagi sampai dipajang-pajang di Instagram, di media sosial itu kalau birokrasi sangat sangat tidak pantas."

Ga yakin si yono bakal nurunin tukin kemenkeu, paling apes dosen PNS tunjangan fungsional aja dari 2007 sampai sekarang ga naik sama sekali, si yono ga perhatiin.

Enaknya kemenkeu, tinggal malakin orang, ancam WP pake denda, tunjangannya jor joran.

Sementara dosen, disuruh kuliah tinggi, tapi tunjangannya cuma segini.



oh iya dosen yang memperjuangkan tunjangan fungsional ini sudah Alm.

https://abdulhamid.id/2013/11/28/kapan-kenaikan-tunjangan-fungsional-dosen/

ironi ya...
Diubah oleh rajin.meremas 08-03-2023 16:48
nomorelies
Proloque
ChomSkyite
ChomSkyite dan 7 lainnya memberi reputasi
8
3K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan