darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
[True Story] Pria Misterius dan Anjing Pemburu
Sumber Gambar



Quote:


****


Di siang terik musim kemarau, tepatnya beberapa bulan setelah musim panen selesai. Dataran hutan-hutan yang sebelumnya penuh dengan padi, jagung, gandum, wijen, dan tumbuhan milik tani lainnya, sudah digantikan oleh tumbuhan liar.

Di masa itu, hutan daerah kami masih banyak ditumbuhi oleh pohon bidara dan jambu biji. Namun, di musim kemarau hanya ada buah bidara yang bisa diburu. Sudah menjadi kebiasaan bagi kami untuk berburu buah di hutan. Ada banyak buah yang enak dan manis. Ada juga yang manis-manis asam.

Contohnya buah bidara ini. Buah tersebut ada beberapa jenis. Kami tidak tahu nama-nama jenisnya. Kami hanya menyebutnya rangga pa'i dan rangga maci (bidara pahit dan bidara manis).Bentuk buah bidara ada yang seperti buah apel. Hanya saja, ukurannya lebih kecil dari apel. Ada juga yang lonjong. Nah, jenis ini paling kami buru karena rasanya yang manis.

Sumber Gambar
Sumber Gambar

Kami berkumpul seperti biasa. Masing-masing membawa sarung untuk wadah buah yang akan diambil. Saat itu, kantong kresek masih belum banyak dipakai. Sebelum berangkat, kami mengisi botol air terlebih dahulu. Perjalanannya memang tidak menaiki gunung, tetapi dataran yang akan kami lewati cukup jauh.

Sebagaimana anak 90 an, kami menyusuri hutan sambil bernyanyi. Sesekali bercanda dan saling mengejar, tetapi tetap saling mengingatkan agar tidak berpencar. Entah berapa kilo meter sudah kami lalui, pohon bidara tentu saja banyak kami jumpai. Namun, buahnya belum ada yang terasa manis. Kami hanya mengambil sedikit untuk dimakan sebelum akhirnya mencari lagi.

Meski musim kemaru, masa itu tidak begitu panas. Pohon-pohon masih menjulang tinggi dan menghadirkan angin sepoi yang sejuk.

"Hei, kita istirahat dulu, yuk. Kita main di atas pohon!" seru Arya.

Seketika kami meletakan sarung yang berisi sedikit buah bidara. Lantas memilih pohon yang akan dinaiki. Berada di atas pohon rasanya menyenangkan. Seolah sedang terbang. Terpaan angin menambah keseruan untuk membuat keributan. Ya, kami mengeluarkan suara, aaaa ... aaaa ... aaa ..., yang jika berbarengan dengan datangnya angin, itu akan memantul.

"Lanjut jalan, yuk! Nanti pulangnya kesorean lagi," ujar Widya yang mulai turun dari pohon. Yang lain ikut turun dan mengambil sarung masing-masing.

****
Kami menyusuri hutan dan menemukan banyak pohon bidara. Buahnya jangan ditanya lagi seberapa banyaknya. Rata-rata di bawah phon bidara tidak lagi terlihat tanah, melainkan dipenuhi buah bidara. Ya, sebanyak itu. Jika membawa karung, maka karungmu akan penuh.

"Buang saja yang itu! Semuanya, ayok ke sini!

Sahril berseru sambil antusias memetik bidara bersama adiknya. Lantas kami berbondong-bondong menghampiri mereka dan mencicipi. Ooh, sial! Kami dikerjai.

Widya dan yang lain melempari Sahril juga Herfin dengan buah yang begitu mudah dijangkau. Kami bukan lagi sibuk berburu buah, keadaan berubah menjadi seperti peperangan.

"Sudah! Sudah! Kita penuhi sarungnya biar cepat pulang," ujar Widya.

"Iya, nih. Udah mau sore, tahu," timpal Rahma.

"Yaudah, buruan petik. Kita ambil dari pohon yang itu saja!" Kris kembali ke pohon bidara yang sebelah.

Aku dan Rahma mengekorinya lalu memetik dengan hati-hati. Pohon bidara hutan hampir semuanya punya banyak duri. Arya dan Widya sibuk menggoyangkan batang serta ranting-ranting bidara. Itu cara mereka agar buah berjatuhan dan kami mudah mengambilnya.


"Masih belum sore, nanti kita jalan ke situ sebentar. Sekalian ambil air. Air kita udah habis," kata Sahril dan berhenti memetik bidara.

"Baiklah, ayo ke sana sekarang. Aku haus dari tadi." Kali ini Arya mengambil jalan paling depan.

Sepertinya ia benar-benar kehausan. Mungkin gara-gara capek menggoyangkan batang pohon. Begitu pikirku.


****

Kami keluar dari semak-semak menuju jalan utama yang sedikit luas. Samping kiri kanan jalan tentu masih hutan dan dipenuhi pohon bidara. Namun, di kejauhan, aku melihat seseorang. Tampak seperti kakek-kakek. Ia bertudung putih. Ooh, tidak, seluruh pakaiannya putih. Ia terlihat bungkuk. Tangannya sibuk memukul ranting bidara menggunakan tongkat. Sayangnya, ia membelakangi kami. Jadi tdak bisa mengenali wajahnya.

"Lihat, di sana ada orang!" seruku.

"Mana?" Semuanya menoleh ke arah yang kutunjuk.

"Eh, di situ, loh, sungainya. Ayok, ke sana. Mumpung ada orang juga," kata Sahril dan menarik tangan adiknya.

"Eh, tunggu dulu. Itu beneran orang apa bukan?" Widya tampak khawatir lalu meraih tangan Brama.

"Jelas-jelas orang, kok. Ayok ke sana, aku udah haus banget," timpal Arya dan melangkah maju.

Baru beberapa langkah, kami semua berhenti karena menyadari orang berjubah putih tadi menghilang. Tak lama kemudian, muncul seekor anjing yang diikuti oleh seorang pria tak dikenal.

Sumber Gambar

Anjing besar berlari kencang ke arah kami, begitu juga dengan pria tak dikenal itu.

"Lariii!!!"

"Jangan berpencar! Lari yang lurus!"

"Ikuti jalan depan!"

"Jangan berpencar!"

"Herfin, cepat! Jangan lepas tanganku!"

Kata-kata itu terus keluar dari mulut Sahril. Begitu juga dengan Widya yang tidak melepas tangan adiknya. Mungkin karena mereka yang paling tua, jadi masih bisa berpikir untuk melindungi dengan cara apa pun.

Aku dan Rahma berada di tengah-tengah. Diikuti oleh Kris dan Heni. Widya dan Brama di barisan paling depan. Entah siapa yang di belakang Kris dan Heni. Jika didengar suara teriakannya, itu adalah Sahril. Mungkin ia juga menggenggam erat tangan adiknya.

"Jangan berenti!"

"Lari yang kencang!"

"Larii!"

Suara itu terdengar dari belakang bersama kerasnya gonggongan anjing yang terus mengejar. Sandal kami tidak lagi berada di telapak kaki, melainkan di kedua telapak tangan. Tiba di persimpangan jalan, kami kebingungan harus lewat jalan yang mana. Di depat, terdapat sungai bercabang tiga. Belok kanan, kiri dan lurus. Widya mengambil arah kanan, begitu juga dengan kami.

Anjing di belakang masih terus mengejar. Kami berjatuhan ke sungai yang airnya tidak begitu deras. Lantas menyeberang dan terus berlari dengan napas yang hampir habis.

"Cepat! Cepat! Cepat!" teriak yang di belakang.

Heni terjatuh. Sesaat aku menoleh dan hendak meraihnya. Namun, Rahma menarik bajuku dan mendorong agar terus maju.

"Kris, adikmu!" Teriak Rahma mengingatkan.

Aku berlari namun sesekali menoleh, Rahma terus berteriak padaku agar tidak melihat ke belakang. Kulihat Heni berhasil bangkit karena diangkat oleh Sahril yang di belakangnya. Lantas ditarik lagi oleh Kris untuk berlari.

"Jangan menoleh! Cepat lari!" tekan Rahma.

Kaki rasanya tidak kuat lagi.

"Cepat! Cepat! Cepat!"

"Kita hampir sampai!"

"Di depan, di depan, cepat loncat!"

Teriakan dari belakang. Ya, itu Sahril yang menyuruh Widya untuk segera meloncati tangga kayu yang disusun seperti pagar ladang tahun itu.

Kami naik satu persatu kemudian loncat dari tangga tersebut. Akhirnya sampai di perkebunan yang dipagari. Anjing itu terus menggonggong namun berhenti mengejar. Pria yang kami pikir pemilik anjing, juga ikut menghilang.

Dengan napas yang masih ngos-ngosan, kami berbaring di tanah. Kebetulan terdapat pohon yang daunya sedikit rimbun meski musim kemarau. Aku rasanya hampir pingsan. Kaki dan tangan gemetar. Perasaan takut itu sungguh mengerikan. Bayangkan bagaimana rasanya dikejar anjing yang dikendalikan oleh manusia. Tidak hanya sebentar, jaraknya berkilo-kilo bahkan mungkin puluhan kilo meter.

Tangan dan kaki kami ada beberapa yang terluka. Terkena duri dan kerikil. Jalan yang tidak sepenuhnya mulus kami tembus tanpa alas kaki. Keadaan rambut juga sudah seperti hantu. Sangat berantakan. Tidak ada yang menangis, kami hanya shock.

Setelah merasa tenang, kami serentak bangun dan saling pandang.

"Arya, mana Arya?" tanya Widya.



Bersambung ....


Sampai nanti ya Gansist. Jangan lupa rate, cendol dan share. Terima kasih sudah mampir.


Penulis: @darmawati040


hawkeye08
bukhorigan
69banditos
69banditos dan 5 lainnya memberi reputasi
6
2.1K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan