cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Memang yang Bisa Kuliah di Jakarta, Sudah Pasti Anak Orang Kaya?


Penulis:         Malik Ibnu Zaman
Editor:          Susi Retno Utami

Cangkeman.net - Kuliah di Jakarta bukanlah sebuah pilihan bagi kebanyakan orang yang berasal dari daerah tempat saya tinggal, yaitu Tegal. Mereka akan lebih memilih untuk kuliah di Semarang, Purwokerto, Pekalongan, Yogyakarta, Salatiga, dan Cirebon. Jika ditelisik lebih dalam, faktor penyebabnya adalah karena biaya hidup di Jakarta jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya hidup di kota-kota yang sudah saya sebutkan sebelumnya.

Tidak heran jika kemudian para tetangga meragukan kemampuan finansial keluarga saya, ketika mengetahui saya kuliah di Jakarta. Bahkan ada yang sampai bilang langsung di depan saya, "Lihat tuh si A anaknya orang kaya, dia aja enggak berani kuliah di Jakarta. Kamu anak orang biasa, kok berani kuliah di Jakarta, memangnya kamu punya apa?"

Dengan penuh percaya diri, saya menjawab, "Saya punya Allah.”

Begitu juga dengan kebanyakan perantau asal Tegal yang bekerja di Jakarta. Mereka akan terheran-heran bilamana bertemu dengan mahasiswa asal Tegal yang kuliah di Jakarta. Masih mending kalau mereka cuma terheran-heran, lah saya sampai dicecar dengan beberapa pertanyaan.

Jadi, ceritanya saya sedang naik Transjakarta. Nah, tiba-tiba penumpang di samping saya bertanya, "Kamu dari Tegal yah?"

Lalu saya menjawab, "Iya Pak.”

"Sudah saya duga, soalnya kelihatan banget dari mukanya,” ucap orang itu seraya memperkenalkan diri. Dan ternyata, ia berasal dari Tegal juga. Hanya saja, kami beda kecamatan, dan orang itu sudah lama tidak pulang ke kampung halaman.

Mengetahui kalau saya di Jakarta ternyata sedang kuliah, ia lanjut bertanya, "Kenapa enggak kuliah yang dekat saja, yang biaya hidupnya lebih murah, kenapa harus Jakarta?"

Awalnya saya hendak mengatakan bahwa saya sebenarnya ingin kuliah di Yogyakarta atau di Semarang, akan tetapi ditolak. Namun, saya mengurungkan jawaban tersebut. Dan lebih memilih jawaban, "Karena ingin.”

Sontak saja bapak tersebut langsung membuat kesimpulan, "Kamu pasti anak orang kaya.”

Saya pun hanya tersenyum sambil mengucap, “Amin.”

Kejadian semacam itu bukan hanya terjadi satu atau dua kali, tetapi berulang kali di berbagai tempat. Pernah saya mengalaminya di taman, di trotoar, di warteg, dan juga di masjid. Mengalami hal tersebut, saya sih fine-fine saja, namanya juga pandangan orang toh.

Dan mengenai saya yang sempat berkeinginan kuliah di Yogyakarta ataupun di Semarang adalah karena saya mendengar dari kakak kelas dan orang-orang lainnya, bahwa biaya hidup di sana murah. Tetapi, ndilalah saya malah enggak keterima. Akhirnya saya mencoba mendaftar kuliah di Jakarta atas saran dari ibu, dan tentunya dengan pertimbangan dari banyak kerabat yang sudah menetap di Jakarta. Selain itu, ibu berargumen bahwa murah atau mahalnya biaya hidup di Jakarta tergantung pada masing-masing individu. Kuliah di daerah yang biaya hidupnya murah, tetapi kalau perilakunya boros, ya sama saja bohong.

Salah seorang kawan saya yang masih satu daerah, sebut saja namanya Ucky juga mengalami kejadian serupa dengan saya. Ia dikira anak orang kaya hanya gara-gara kuliah di Jakarta. Saat ditanya oleh saya kenapa ia memilih kuliah di Jakarta, dirinya menjawab tidak tahu. Awalnya ia mencoba peruntungan bekerja di Jakarta setelah lulus SMK. Meskipun sudah bekerja, ia masih punya mimpi untuk melanjutkan pendidikan. Makanya, setelah sekitar dua tahun gap year, Ucky memutuskan untuk kuliah sambil bekerja.

Dan karena mengalami hal yang serupa dengan saya, Ucky pun membagikan tips agar tidak dikira sebagai anak orang kaya hanya gara-gara kuliah di Jakarta. Menurutnya, ketika ditanya apakah sedang kuliah di Jakarta, mending dijawab saja kalau di Jakarta sedang bekerja. Cara tersebut sudah dipraktikkan oleh Ucky, dan memang terbukti ampuh.

Saya pun mencoba mempraktikkan apa yang dilakukan oleh Ucky. Waktu itu saya sedang nongkrong di warung kopi, di daerah Tanjung Priok. Nah, orang yang duduk di sebelah saya bertanya, "Kerja di mana?"

Saya pun menjawab, "Freelance.”

Orang tersebut bertanya lagi, "Freelance itu apa?"

Saya jawab, "Pekerja lepas.”

"Pekerja lepasnya seperti apa?" tanya orang itu lagi.

Dan dengan sabar, saya menjawab, "Penulis lepas.”

Begitulah pengalaman saya yang dikira anak orang kaya, gara-gara kuliah di Jakarta. Padahal, menurut saya siapapun orangnya, baik anak orang kaya atau bukan, itu bisa-bisa saja kuliah di Jakarta.


Tulisan ini ditulis di Cangkeman pada tanggal 17 Nov ember 2022.
0
992
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan