kipas.angin.199Avatar border
TS
kipas.angin.199
Pengeras Suara Rumah Ibadah Tidak Mengganggu Kerukunan Umat di Lombok Utara

LOMBOK – Sungguh begitu damai terasa kehidupan di masyarakat Lombok Utara, satu sama lain saling menghormati dan menghargai keberlangsungan kehidupan masing-masing.
Berbagai latar belakang etnis dan agama begitu tampak kedamaian dan kerukunan yang sudah tercipta ribuan tahun silam. Warisan leluhur dengan mengedepankan budaya yang senantiasa mempersatukan perbedaan tersebut. 

Simbol-simbol kerukunan ummat beragama di Gumi Tioq Tata Tunaq ini dapat terlihat dari berbagai sudut pandang, salah satunya yang paling utama rumah ibadah yang saling berdekatan bahkan ada juga yang berdampingan. 

Di jalan raya Pemenang, terlihat dua rumah ibadah berhadapan di sebelah timur terdapat Pura Desa Pemenang di sebelah barat jalan raya nampak Masjid Darussalam Dusun Karang Baru, Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang.

Berjalan lagi ke arah barat sekitar 50 meter nampak masjid megah Al-Hikmah, 100 meter lagi kita akan menemukan Wihara Megah di Dusun Tebango. Penampakan rumah peribadatan tiga agama besar ini yang berdekatan tidak hanya ditemukan di satu desa saja, namun hampir merata di wilayah Lombok Utara. 

Dengan jaraknya yang saling berdekatan, maka pada saat ada kegiatan agama di masing-masing rumah ibadah sangatlah terdengar jelas. Berdirinya rumah ibadah yang megah itu tentu terdapat permukiman yang berdamai di situ.

“Pura Desa Pemenang di belakangnya ada permukiman rumah Hindu, dan ada juga sebagian rumah menganut agama Islam, baru di depannya Masjid Darussalam hanya berjarak 10 meter hidup rukun bersama,” ucap tokoh agama Hindu Lombok Utara, Wayan Subade kepada TIMES Indonesia, Senin (26/12/2022).

Pura Desa Pemenang sudah berdiri lama yang diwariskan para leluhur yang hidup berdampingan dengan ummat islam. Di wilayah Pemenang dulu kala pernah ada Kerajaan Hindu, yang mengkonsepkan kedamaian secara kekerabatan dan kekeluargaan. Dalam kehidupan sehari-hari semua ummat beragama beraktivitas seperti biasanya tanpa melihat perbedaan agama. “Semuanya hidup rukun penuh kedamaian sebagaimana diwariskan para leluhur,” imbuhnya. 

Kerukunan umat beragama di Lombok Utara tetap terus terjaga dari dulu hingga sekarang. Semua ummat beragama saling menghargai dan saling menghormati kepercayaan masing-masing, meski melalui pengeras suara dari rumah ibadah masing-masing agama,” ungkap Ketua Pengurus Masjid Jami’ Nurul Hikmah, TGH Muhsin Efendi yang juga Ketua  Forum Komunikasi Ummat Beragama (FKUB) Lombok Utara. 

Di Lombok Utara terdapat tiga agama yang besar penganutnya yaitu Islam, Buddha, dan Hindu. Ketiga umat beragama terbina kerukunan dan toleransi selalu dijunjung tinggi antar sesama. Untuk menyatukan tiga ummat beragama besar itu diikat oleh prinsip mempolong merenten (bersaudara) Lombok Utara.

“Dari prinsip mempolong merenten dari situlah awal mula kerukunan dan toleransi antar ummat beragama tetap terjaga hingga sekarang,” terangnya.

Rumah ibadah ketiga umat beragama tersebut ada yang berdampingan dan ada juga yang berdekatan. Jarak berdekatan hanya 5-10 meter, terjauh ratusan meter dengan kondisi rumah ibadah sedang hingga besar. Saat ritual agama masing-masing tentu menggunakan pengeras suara yang tidak ada saling merasa terganggu dan saling menghargai.

Misalkan, pada bulan Ramadan pengeras suara ngaji tadarusan selama satu bulan penuh tidak ada umat Buddha dan Hindu terganggu, justru mereka merasa berbangga karena suasana merasa damai dan ramai. Begitu juga sebaliknya, ketika ummat Buddha atau Hindu melaksanakan ritual ibadahnya sesuai jadwalnya masing-masing tidak ada terganggu.

emoticon-Ngakak

“Semua saling terjaga ritual agama sesuai jadwal masing-masing, toleransi tetap dijunjung tinggi dengan konsep mempolong merenten tersebut,” tegas pengasuh pondok pesanten Al-Hikmah Pemenang ini.

Pada prosesi pembangunan rumah ibadah antar ummat beragama kerap saling bergotong royong. Misalkan, pembangunan rumah ibadah Wihara atau Pure atau Masjid, mereka beramai-ramai saling membantu gotong royong. Untuk agama Kristen pun ada di Lombok Utara, yang telah memberikan rekomendasi pembangunan rumah ibadah di halaman Polres Lombok Utara.

“Kami meyakini rumah ibadah itu kerukunan ummat beragama, bukan menjadi pembeda yang kemudian mengganggu kehidupan yang rukun sejak lama,” katanya.

Ada kondisi saat ini pihaknya mengantisipasi kelompok ekstremis yang baru mulai tumbuh, pihaknya dengan cepat mengantisipasi dengan cara melibatkan mereka dalam setiap diskusi atau dialog kerukunan ummat beragama, sehingga saat ini berjalan damai. “Doktrin agama dipersilahkan ke masing-masing internal agama, asalkan tidak saling menyinggung agama lainnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Penasehat Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI) Lombok Utara, Putradi menyampaikan, rumah ibadah yang berdekatan membuat toleransi beragam tetap terjaga, pelaksanaan ritual agama yang terlihat dapat memberikan saling menghargai dan saling toleransi dengan keyakinan masing-masing.

“Kerukunan ini tercipta sampai sekarang itu dengan prinsip mempolong merenten, yang tidak mengganggu akibadah masing-masing agama,” ucapnya.

Di Lombok Utara tidak ada dikotomi mayoritas dan minoritas karena sama-sama merdeka menunaikan ibadah masing-masing. Rumah ibadah berdekatan di Lombok Utara hampir menyeluruh baik di perkotaan maupun pedesaan. “Kita melaksanakan ibadah di masing-masing rumah ibadah merasa tenang, tidak ada gangguan konflik kerukunan beragama,” ungkapnya. (*)


Sumber

Untuk menguji apakah reportase ini memang benar apa adanya atau hanya fabricated story adalah Bagaimana jika Ketiga agama disuruh untuk tidak ada pengeras suara.... 

Ane yakin yang protes hanya yang beragama Islam... Sepanjang yang ane tahu, Hindu, Budha itu tidak attached terhadap proses, mereka fokus ke Goal nya yaitu menjadi mansia yang spiritual. 

Dilain pihak, orang Katholik / Kristen juga sudah mulai belajar nggak terlalu attached dengan proses atau simbol sangat terasa dengan lonceng yang jarang berbunyi. Mereka fokush hanya pada ritualnya. 

Sementara Umat islam sangat attached terhadap proses (Pokoknya prosedur ritual sudah pakem) yaitu Adzan dengan Pakai TOA... mereka tidak peduli yang datang haya 1-5 orang atau mengganggu masyarakat sekitar.. yang penting harus Adzan dengan TOA..

emoticon-Ngakak



Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh kipas.angin.199 31-12-2022 22:48
Proloque
anu.ku.l
bukan.bomat
bukan.bomat dan 14 lainnya memberi reputasi
13
2K
45
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan