Nama: Antara Harapan dan Egoisme Orang Tua

Beranda
Komunitas
Entertainment
The Lounge
Nama: Antara Harapan dan Egoisme Orang Tua

anggorofff

01-11-2022 04:58

Nama: Antara Harapan dan Egoisme Orang Tua

Konten Sensitif

Quora

Hai Useless People! Tetaplah jadi useless people! karena tidak ada kebohongan di dalamnya!

Langsung aja, panjang soalnya, wkwkwk.

Sehopeless-hopelessnya kita dalam mencari ibuk’e arek-arek a.k.a pasangan hidup, kita pasti pernah barang sekelebat, berpikir untuk memberi nama anak kita kelak. Pasangan belum ada, tapi nama buat calon anak sudah tersedia. Sungguh visioner.

Menamai anak sebenarnya adalah hal yang sederhana, namun juga bisa ruwet dan njlimet. Coba kita tengok nama orang tua atau kakek-nenek kita, mayoritas hanya terdiri dari satu kata. Soekarno. Soeharto. Supriyadi.

Alasan penamaanya pun juga gak neko-neko, gak butuh arti yang mendalam atau makna filosofis sundul langit macam anak indie kopi senja. Kalau lahir pas hari Senin, dikasih nama Senin. lahir pas pasaran Kliwon, dikasih nama Kliwon. As simple as that.

Ini sungguh potret nyata, ruwet tidaknya sebuah masalah itu juga tergantung pada diri sendiri. Mau dibikin sederhana bisa, tapi dibikin ruwet juga bisa.

Namun, segala sesuatu memang terus berubah. Dulu setiap ponsel punya keypad, sekarang tinggal layar. Dulu motor bebek adalah raja jalanan, sekarang motor matic yang berkuasa. Sungguh tak ada yang abadi selain ketidakabadian.

ibu-ibu matic

Begitu pula dengan nama. Perubahan yang terasa adalah jumlah kata. Sukar sekali menemui seseorang dengan nama hanya satu kata. Jika ada, bisa dipastikan pas kecil sakit-sakitan, hingga harus ganti nama dengan alasan “kabotan jeneng” alias “keberatan nama”.

Lalu, nama anak sekarang yang semakin aneh. Nama-namanya sama sekali tidak indonesia. Tidak ada nama mainstream macam Eko, Adi, Bagas, Nurul. Apalagi nama jawa macam Ngateno, Sutikno, Paijo, Sutini. Juga nama sunda macam Jajang, Asep, Ujang.

Asep Suaji

Semakin kesini, tren menamai anak mulai bergeser ke nama-nama dari negara lain. Kita begitu mudah menjumpai anak-anak dengan nama barat macam Abella, Giovanni, Valentino, Baphomet. Kita seolah terdoktrin bahwa yang berasal dari barat selalu lebih baik dari negara kita.

Bisa juga nama arab macam Nawfal, Daffa, Latta, Uzza, Manat. Tentu dengan harapan anak mereka menjadi pemeluk agama yang taat. Padahal, nama orang arab cenderung simpel. Formulanya cuma “Nama anak” bin “Nama bapak”.

Lain lagi kalo orang tuanya adalah wibu garis keras, nama yang dipilih pasti sebangsa Kenzo, Genji, Chidori, Rasengan, Kotoamatsukami. Hiks~

Yang repot adalah, jika orang tuanya pencinta Thailand. Akan ada nama “Sucat Pelat Boog”, “Hokab Sam-sam”, "Maling Kingkong Ngongeng-ngongeng”, “Minang Deng Laka Kinang Sueng”. Hmmm…

Mungkin suatu saat nanti, saat manusia sudah biasa berinteraksi dengan alien, nama anak mereka akan semakin aneh. Mungkin kelak akan akan ada anak dengan nama Kepler 438b, Proxima Ceanturi, Jadoo, Zeto, Groot.

zeto

Alasan kuat kenapa orang tua sekarang bisa memberikan nama yang ruwet tur njlimet adalah keluasan referensi. Sekarang kita bisa dengan mudah mengetahui budaya dari berbagai negara dengan lebih dalam. Sehingga referensi untuk memilih nama anak pun lebih banyak.

Bandingkan dengan orang tua jaman dulu yang minim referensi. Jika tau budaya luar pun tidak dalam. Tak mungkin penikmat telenovela memberi nama anak mereka “Pedro”, “Patricia”, atau “Esmeralda”. Saru. Gak cocok dengan tampang. Tapi nama anak sekarang juga gak cocok dengan tampang, sih.

Bagaimana dengan nama anak saya kelak? Apakah juga menganut formula yg ruwet dan njlimet? Saya rasa tidak, mungkin saya akan memberi nama anak saya "Besok Libur", agar pas absen semua senang. mungkin juga saya beri nama "Dhuar!!!" agar guru yang kikuk bisa memecah keheningan kelas.

Ya, apapun itu, jangan terlalu aneh dalam memberi nama anak. Jjangan memberi nama anak “Grandong”, pokoknya jangan. Jangan juga memberi nama anak “Suci”, nanti tidak bisa masuk masjid, karena ada batas suci, xixixi.