Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Komisi V DPR Aceh: BNN Ingin Membungkam Mulut Kami
Komisi V DPR Aceh: BNN Ingin Membungkam Mulut Kami
September 30, 2022
Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani. Foto: Istimewa

BANDA ACEH | ACEH INFO – Wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis terus mengemuka di Aceh. Polemik legalisasi penggunaan tumbuhan cannabis sativa itu pun kian menguat setelah Santi Warastuti, seorang ibu yang berjuang mendapat ganja medis untuk pengobatan anaknya beberapa waktu lalu, turut menggugah jutaan hati rakyat Indonesia.
Kasus Santi inilah yang kemudian menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Wakil Presiden Ma’ruf Amin hingga Menteri Kesehatan pada akhirnya buka suara. Teranyar bahkan ada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang dikeluarkan untuk penelitian tentang pemanfaatan ganja guna kepentingan medis dapat segera dilakukan.
Di Aceh sendiri, Komisi V Bidang Kesehatan dan Kesejahteraan DPR Aceh juga berinisiatif untuk melahirkan legalitas hukum serupa Qanun penggunaan ganja medis. “Apapun yang menjadi kebutuhan masyarakat Aceh harus kami perjuangkan, termasuk legalisasi pemanfaatan ganja untuk kebutuhan pengobatan,” kata Ketua Komisi V DPR Aceh, M Rizal Falevi Kirani, Jumat, 30 September 2022.
Menurutnya apa yang menimpa Santi Warastuti juga telah membangkitkan keinginan dan kebutuhan rakyat Aceh, yang sudah lama terpendam untuk memanfatkan kembali ganja sebagai obat. Politisi PNA ini pun menyebutkan pemanfaatan ganja untuk pengobatan sebenarnya sudah lama dilakukan para leluhur di Aceh, jauh sebelum tumbuhan itu masuk dalam kategori narkoba golongan I.

“Sesuatu yang sebenarnya sudah dilakukan oleh kami, masyarakat Aceh, sejak zaman nenek moyang kami. Sesuatu yang sebenarnya sudah sangat melekat di kebudayaan kami,” kata Falevi lagi.
Pernyataan Falevi ini keluar setelah adanya tanggapan Badan Narkotika Nasional (BNN) RI yang menyebut bahwa wacana legalisasi ganja sudah tertutup dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Falevi lebih lanjut mengatakan sudah menjadi tugas dan amanat para wakil rakyat di DPR Aceh untuk menampung aspirasi masyarakat. Jadi, menurutnya, apapun kebutuhan masyarakat Aceh pasti dan harus disuarakan serta diperjuangkan.
“Bahkan jika ada kebijakan nasional yang bisa menghambat kepentingan nasional, yang bisa menghambat kepentingan masyarakat Aceh, pasti akan kami kaji dan cari jalan politik dan konstitusionalnya agar dapat kami jembatani,” tambah Falevi.
Dia menambahkan khusus untuk Aceh, Qanun adalah perangkat hukum yang berpotensi untuk menjambatani kepentingan wacana legalisasi ganja tersebut. Lebih lanjut Falevi mengakui pihaknya di DPR Aceh melempar wacana qanun legalisasi ganja untuk medis merupakan upaya awal guna membuka dialog dan menyuarakan aspirasi masyarakat kepada pemerintah pusat.
“Karena itu bagi kami, pernyataan Kepala Bidang Humas BNN Kombes Pol Ricky Yanuarfi pada 28 September 2022, yang menyatakan bahwa wacana Qanun Legalisasi Ganja di Aceh sudah terputus dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, sangat tidak menghargai hak kami, masyarakat Aceh. Pernyataan ini seolah ingin membungkam mulut kami bahkan sebelum kami diberi kesempatan berdialog,” papar Falevi lagi.
Menurutnya sejak wacana legalisai ganja medis ini bergulir, BNN selalu menunjukkan sikap menolak keras membabi-buta dan seakan-akan tidak terbuka untuk berdiskusi. Padahal masyarakat, pemerintah, dan bahkan DPR sebagai pembuat undang-undang, paling tidak sudah mau membuka ruang dialog.
“Kami tidak tahu apa kepentingan BNN yang seakan ingin agar pemanfaatan ganja selalu dilarang di negeri ini, tapi kepentingan rakyat Aceh tak akan berhenti kami perjuangkan,” tambah Falevi.
Dia turut mengajak semua pihak, terutama BNN, untuk berpikir positif dan objektif terkait pemanfaatan ganja medis. Dia turut merujuk jumlah warga Indonesia yang meninggal karena penyakit kanker, tumor, epilepsi dan penyakit lainnya karena tidak memungkinkan menggunakan ekstrak ganja sebagai obat di dalam negeri. Ujung-ujungnya, para penderita harus berobat ke luar negeri. “Sedangkan obat itu diekstraksi dari bahan baku ganja. Ini yang harus kita pikirkan,” lanjut Falevi.
Dia turut mempertanyakan sampai kapan negara Indonesia harus selalu menjadi konsumen terkait medis. Sementara tanah di negara ini sangat subur dengan beraneka tumbuh-tumbuhan yang bisa diolah oleh manusia berdasarkan disiplin ilmu untuk keperluan obat-obatan, termasuk tumbuhan ganja yang berdasarkan hasil penelitian dapat menyembuhkan penyakit.
“Saya pikir di sinilah negara harus hadir untuk mengobati dan menjaga rakyatnya,” pungkas Falevi Kirani.[]

https://www.acehinfo.id/komisi-v-dpr...am-mulut-kami/
bukan.bomat
nomorelies
areszzjay
areszzjay dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.4K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan