Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Dana Tiongkok dan Klan Rajapaksa, Kombinasi Buruk Buat Sri Lanka
Dana Tiongkok dan Klan Rajapaksa, Kombinasi Buruk Buat Sri Lanka
Rabu, 27 Juli 2022 | 01:08 WIB

Pendukung pro-pemerintah memegang potret Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa saat memprotes di luar kediaman perdana menteri di Kolombo pada Senin 9 Mei 2022.  (Foto: AFP)

Beritasatu.com - Keruntuhan ekonomi nasional Sri Lanka sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Sinyalemen krisis ekonomi sudah mulai tampak dari tunggakan utang luar negeri dan hegemoni klan Rajapaksa. Namun, Tiongkok ternyata juga meninggalkan jejak kelam di balik malapetaka eokonomi-politik Sri Lanka.
Sejak Maret, Sri Lanka sudah takluk pada pukulan krisis ekonomi. Panen besar yang gagal memaksa negara itu mengimpor bahan penting, termasuk bahan bakar, makanan dan obat-obatan. Cadangan devisa pun semakin terkuras. Jelas, Presiden Gotabaya Rajapaksa gagal total menjalankan pemerintahan.
Advertisement
Seperti dikutip CNN, Sabtu (23/7/2022), Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) Bill Burns membeberkan temuannya di balik krisis ekonomi Sri Lanka saat ini. Dilihat dari rentetan masa lalu keuangan negara itu, kata Burns, Sri Lanka ternyata telah membuat taruhan bodoh dengan Tiongkok.
Utang dari Tiongkok dan klan Rajapaksa adalah perpaduan yang buruk. Dua unsur itu yang mendorong keruntuhan ekonomi Sri Lanka dan tergulingnya Gotabaya Rajapaksa. Sejak memerintah Sri Lanka pada 2005, klan Rajapaksa berambisi menjadikan negara itu seperti Singapura dan kemudian menjadi pusat keuangan seperti Dubai.
Sri Lanka menganggap pinjaman mudah dari Tiongkok sebagai solusi cepat untuk mimpi memiliki infrastruktur dan padang rumput yang lebih hijau di masa depan. Pemerintah Sri Lanka melupakan fakta bahwa impor secara signifikan lebih tinggi daripada ekspornya, padahal Sri Lanka membutuhkan zona aman cadangan mata uang asing untuk tetap layak secara ekonomi kapan pun itu.
Dibangun dengan penuh sensasi, banyak proyek pembangunan Sri Lanka pada akhirnya terbukti menjadi bencana keuangan mutlak. Jelas, seperti yang dikatakan Direktur CIA, pendekatan Sri Lanka di bawah Rajapaksa dapat disimpulkan sebagai “taruhan bodoh.” Investasi Tiongkok sama dengan utang mencekik yang menjadi faktor utama di balik keruntuhan ekonomi Sri Lanka.
Klan Rajapaksa, yang kurang lebih telah menjadi dinasti politik dengan puluhan anggota keluarga dan kerabat, diberikan posisi di pemerintahan ketika berkuasa. Rajapaksa menempatkan anggota keluarga pertamanya, Mahinda Rajapaksa, sebagai presiden Sri Lanka pada tahun 2005.

Kakak beradik Rajapaksa yang berkuasa di Sri Lanka.
Selama empat tahun perang saudara di bawah rezim Mahinda Rajapaksa, utang luar negeri bruto Sri Lanka melonjak 72%, dari US$ 11,3 miliar (Rp 169 triliun) pada 2005 menjadi US$ 19,5 miliar (Rp 292 triliun) pada 2009, tahun ketika pemerintah akhirnya meraih kemenangan menentukan atas kelompok milisi Tamil LTTE.
Koloni?
Mahinda Rajapaksa masih mencari solusi dengan Tiongkok yang kembali datang untuk “membantu”. Namun, Beijing datang dengan desainnya sendiri untuk mendorong kolonisasi ekonomi Tiongkok di Sri Lanka di bawah slogan Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).
Sri Lanka tentu membutuhkan pertumbuhan infrastruktur tetapi Tiongkok justru mendorong proyek-proyek yang diperkirakan tidak layak secara komersial dalam jangka panjang, seperti pelabuhan laut dalam Hambantota dan bandara Mattala di distrik Hambantota.
Kedua proyek tersebut tidak menghasilkan pendapatan yang signifikan. Pelabuhan Hambantota sebenarnya berada di bawah kendali Tiongkok selama 99 tahun pada tahun 2017 setelah Sri Lanka tidak mampu membayar tagihan US$ 1,4 miliar (Rp 20 triliun). Tiongkok juga sudah menguasai 15.000 hektare tanah di sekitar bandara Mattala. Itu adalah “kisah sukses” pertama dari proses kolonisasi ekonomi Tiongkok di Sri Lanka.
“Rajapaksa tidak mengindahkan saran siapa pun dan didukung oleh orang-orang yang tidak mengerti bagaimana ekonomi seperti kita perlu berjalan. Pemerintah menolak untuk mengakui bahwa ekonomi berada dalam krisis sampai akhirnya terlambat,” keluh analis politik yang berbasis di Kolombo, Amita Arudpragasam.
Bandara internasional Mattala dengan kapasitas untuk menangani 1 juta penumpang setiap tahun juga disebut sebagai bandara terkosong di dunia. Bandara sudah dibuka untuk operasi pada Maret 2013.
Miris, sesuai laporan media Sri Lanka, kadang-kadang bandara Mattala bahkan tidak mampu menghasilkan cukup uang untuk membayar biaya listriknya. Hal yang mencolok adalah fakta bahwa bandara senilai US$ 210 juta (Rp 3,1 triliun) itu dibuat dengan pinjaman komersial berbunga tinggi dari Tiongkok. Pinjaman pemerintah-ke-pemerintah dari Tiongkok ke Sri Lanka datang dengan tingkat bunga 2%, tetapi pinjaman komersial diberikan dengan tingkat bunga yang jauh lebih tinggi.
Saat dua proyek besar yang disebutkan di atas sudah gagal, Rajapaksa dan Tiongkok memutuskan untuk membangun proyek yang lain, satu pulau buatan yang dibangun di atas lahan seluas 269 hektare yang direklamasi dari laut. Dipinjamkan dan dibangun oleh Tiongkok dan disebut sebagai "pengubah permainan" ekonomi Sri Lanka, proyek Colombo Port City diperkirakan menjadi kisah sukses berikutnya dari kolonisasi ekonomi Tiongkok di Sri Lanka dengan negara yang telah gagal membayar utang.

Infografis
Di bawah Gotabaya Rajapaksa, Sri Lanka meloloskan RUU Komisi Ekonomi Kota Pelabuhan Kolombo pada Mei 2021. Undang-undang tersebut memberi Tiongkok otoritas mutlak di daerah yang hanya berjarak 700 km dari Chennai di India. Mahkamah Agung Sri Lanka, saat mendengar petisi menentang RUU tersebut, juga menyatakan bahwa terdapat sejumlah ketentuan yang tidak konstitusional. Tiongkok bahkan dapat meluncurkan mata uangnya sendiri di area Colombo Port City.
Jerat Utang Tiongkok
Kini setelah Gotabaya Rajapaksa mundur sebagai presiden dan kabur ke Singapura, Ranil Wickremesinghe yang menggantikan Gotabaya malah berdalih. Dia menyebut pemerintah sebelumnya "menutupi fakta" tentang krisis keuangan yang melumpuhkan Sri Lanka.
“Wickremesinghe adalah pilihan Rajapaksa untuk perdana menteri, itu masalahnya. Dia secara politik terhubung dengan Rajapaksa dan minatnya (selalu) untuk melindungi mereka," kecam penulis dan analis Sri Lanka, Asanga Abeyagoonasekera.
Sekitar 13% dari pinjaman Sri Lanka berasal dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Tiongkok dan Jepang, menurut data pemerintah, duduk di posisi ketiga dengan porsi 10% pinjaman. Namun, ketika masuk lebih dalam ke rinciannya, siapapun bisa menemukan bahwa pinjaman Tiongkok memiliki proporsi yang jauh lebih tinggi dalam total utang Sri Lanka.
Menurut analisis berita yang diterbitkan di The Diplomat, Tiongkok menyumbang 20% dari pinjaman Sri Lanka pada akhir tahun 2021. Dari 20% itu, 14% adalah saham utang Tiongkok, sementara 6% dalam fasilitas pinjaman berjangka.
Jika mengorelasikan angka tersebut dengan utang luar negeri bruto Sri Lanka saat ini, hasilnya adalah US$ 10,14 miliar (Rp152 triliun) dengan US$ 3 miliar (Rp 44 triliun) dalam bentuk fasilitas pinjaman berjangka. Sebagian besar jumlah pinjaman dari Tiongkok ini datang setelah tahun 2005 dan dapat dikonfirmasi oleh pernyataan resmi pemerintah Sri Lanka.
Menurut data kementerian keuangan, jumlah dana pinjaman yang diperoleh dari Tiongkok dari tahun 1971 hingga 2004 sangat kecil, tetapi meningkat secara signifikan setelah tahun 2005.
Dalam 16 tahun terakhir, Sri Lanka ternyata telah berutang senilai US$ 40 miliar (Rp 600 triliun) dan hampir seperempatnya berasal dari Tiongkok. Sri Lanka memang membutuhkan proyek infrastruktur untuk meningkatkan ekonomi negaranya. Namun, kegagalan proyek infrastruktur skala besar yang dipinjamkan dan dibangun oleh Tiongkok sebenarnya telah mengaburkan efek baik pada proyek lainnya juga, terutama ketika negara itu terpukul keras oleh pandemi Covid-19.
HAM
Seperti dikutip CNN, Satkunanathan, pengacara hak asasi manusia, mengatakan pemimpin jangka panjang Sri Lanka berikutnya harus mengatasi masalah yang mengakar seperti konflik etnis, akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia, serta memiliki komitmen dan integritas untuk membangun kembali kepercayaan publik.
"Karena kita tidak bisa kembali lagi ke dalam krisis seperti yang kita hadapi hari ini," katanya.
Kelompok hak asasi global seperti Human Rights Watch (HRW) juga menyuarakan hal serupa. Mandat PBB yang menyelidiki dugaan kejahatan perang di Sri Lanka harus dipertahankan.
"Gotabaya Rajapaksa dan tersangka lainnya juga harus diselidiki dan dituntut dengan semestinya," kata Elaine Pearson, penjabat direktur HRW Asia.
Pearson mendesak investigasi dan penuntutan independen diperlukan atas salah urus ekonomi Sri Lanka.
"Harus ada penyelidikan terhadap dugaan korupsi yang berkontribusi pada krisis ini, termasuk upaya menyembunyikan aset di luar negeri. Pemerintah asing harus menyelidiki aset dan membekukannya jika perlu," katanya.

https://www.beritasatu.com/news/9564...buat-sri-lanka
apawaal
apawaal memberi reputasi
1
741
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan