kutarominami69Avatar border
TS
kutarominami69
Kelompok minoritas berharap presiden selesaikan kasus pelanggaran kebebasan beragama
Kelompok minoritas berharap presiden selesaikan kasus pelanggaran kebebasan beragama



Belasan perwakilan agama-agama minoritas mendatangi kantor Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres), Selasa, (10/12) menyampaikan keperihatinan mereka terkait kondisi kebebasan beragama, serta meminta Watimpres mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama.

Kedatangan mereka yang tergabung dalam Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) ini, antara lain perwakilan dua gereja di Jawa Barat – GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi, Ahmadiya, Syiah dan penganut kepercayan Sunda Wiwitan, juga sebagai momen untuk memperingati hari HAM 10 Desember.

Pendeta Palti Panjaitan, Ketua Sobat KBB yang juga pimpinan HKBP Filadelfia mengatakan, selama pemerintahan Yudhoyono, situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia mengalami kemunduran, mengingat banyaknya kasus pelanggaran kebebasan beragama yang berlarut-larut.

Menurut Palti, presiden seharusnya meninggalkan kenangan manis sebelum turun dari jabatannya tahun depan.

“Ia mesti menunjukkan dirinya tidak tunduk pada tekanan kelompok intoleran yang memainkan sentimen keagamaan yang mengancam keutuhan bangsa ini”, katanya.

HKBP Philadelphia telah menunggu 6 tahun untuk mendapatkan izin pembangunan gereja di kabupaten Bekasi setelah mengajukan permohonan tahun 2007.

Pada Desember 2009, pemerintah kabupaten mengeluarkan surat melarang jemaat beribadah di tempat yang akan dipakai untuk mendirikan gereja. Tetapi pada bulan Juli 2011 Mahkamah Agung membatalkan keputusan tersebut dan mengatakan gereja itu memenuhi syarat untuk izin. Namun, hingga sekarang, izin masih belum diperolah.

Jemaat gereja ini, pernah dilempari kotoran hewan dan air kencing oleh kelompok intoleran tahun lalu, ketika mereka sedang beribadah.

Palti menilai, Yudhoyono cenderung ingin menyenangkan semua pihak serta bersikap pragmatis pada hitung-hitungan politik praktis jangka pendek, demi mengamankan kekuasaan.

“Ia akan dikenang sebagai pemimpin hebat bila mampu menegakkan konstitusi dan hukum tanpa kompromi dan berani mengambil tindakan tegas dengan rujukan konstitusi”, tegasnya.

Bila Presiden SBY meneruskan gaya pemerintahannya yang cenderung mengakomodir semua pihak, bahkan pihak yang menggerogoti HAM dan kesatuan bangsa, kata Palti, Yudhoyono akan dianggap sebagai pemimpin yang menyisahkan sejarah buruk bagi kaum minotitas.

“Dan lebih jauh, ia berkontribusi pada kerentanan Indonesia untuk terpecah belah atas perbedaan agama dan keyakinan”.

Sementara itu, Renata Anggraeni, jemaat GKI Yasmin, membawa sebuah foto yang diambil pada 8 Desember lalu dimana persis di depan gerbang gereja GKI Yasmin yang masih disegel oleh Walikota Bogor, kini dijadikan tempat pembuangan sampah.

“Bagaimana mungkin persis di gerbang gereja kami yang suci secara iman sesuai ajaran agama kami dibiarkan dijadikan tempat pembuangan sampah?,” kata Renata.

“Kami ingin Natalan tapi justeru kini gerbang gereja kami dijadikan tempat pembuangan sampah dan negara diam.”

Anggota jemaat GKI Yasmin dilarang menggunakan gereja mereka karena pemerintah lokal menduga ada penyimpangan dalam upaya mendapat izin bangunan tahun 2006.

Meskipun putusan Mahkamah Agung yang didukung oleh Ombudsman memenangkan pihak GKI Yasmin, Walikota tetap menutup gereja mereka, di tengah oposisi yang meluas  oleh umat Islam yang merupakan mayoritas di Bogor.

Sementara Dewi Kanti, wakil dari penganut kepercayaan Sunda Wiwitan mengatakan, dirinya berharap keyakinan mereka tidak lagi didiskriminasi dan dibedakan dari para penganut agama lainnya.

“Agama impor datang dari Arab dan negara-negara lain di luar Indonesia. Mereka datang dan diterima dengan damai oleh leluhur kami. Mengapa sekarang kami dibedakan ketika kami ingin tetap memeluk keyakinan leluhur kami?” katanya.

Baru-baru ini, DPR secara resmi mensahkan UU yang membatasi jumlah agama yang diakui oleh negara yaitu enam agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) hanya boleh dicantumkan 6 agama tersebut, sementara penganjut kepercayaan, tidak bisa menulis nama keyakinan mereka, hanya dibolehkan menulis keterangan “lain-lain”.

Nia Syarifudin dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika mengatakan kepada ucanews.com, Presiden memiliki kesempatan untuk melihat lagi persoalan-persoalan ini.

“Memang ia cenderung memilih diam, yang berkontribusi terhadap maraknya intoleransi di Indonesia”, katanya.

“Sekarang pilihannya ada di dia, apakah ia ingin menjadi pembela kebenaran, atau menjadi pengkhianat konstitusi dan pengancam kerukunan”, kata Nia.

Merespon harapan kaum minoritas ini, Albert Hasibuan, anggota Watimpres bidang hukum dan HAM mengatakan, ia akan menyampaikan hal ini kepada Presiden SBY.

Dalam wawancara dengan ucanews.com, Albert mengatakan sudah berkali-kali menyampaikan masalah kebebasan beragama kepada presiden.

“Tapi memang, ini bukan hanya urusan presiden saja, tetapi melalui kordinasi dengan sejumlah perjabat lain, termasuk dengan pemerintah daerah”.

Sejauh ini, katanya, presiden memang sudah sering memberi arahan, namun itu seringkali tidak disertai kebijakan yang tegas.

“Ini menjadi makin sulit karena pemerintah daerah juga seperti bupati dan gubernur, tidak sungguh-sungguh mencari cara untuk menjalankan arahan presiden”, kata Albert.

Ryan Dagur, Jakarta

https://indonesia.ucanews.com/2013/1...asan-beragama/

provocator3301
provocator3301 memberi reputasi
1
867
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan