Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
TEGA
TEGA

"Hari ini kamu banyak bikin kue kan, Yu?" tanya Mbak Nani padaku. Diintipnya kotak yang kuikat di jok belakang sepeda dengan tatapan menyelidik.

"Iya, Mbak. Hari ini Ayu banyak bikin donat, ada macam-macam rasa," jawabku ramah. "Mbak mau beli? Ada putu ayu dan kue lapis juga, lho."

Perempuan itu menggeleng cepat. "Aku nunggu nanti sore aja, deh. Siapa tahu jualanmu banyak yang nggak laku, biar aku bisa minta gratis."

Awalnya kukira Mbak Nani akan membeli donat buatanku, tapi setelah mendengar jawabannya hati ini agak sedikit sedih. Tapi sebisa mungkin tetap kuukir senyuman di hadapannya.

"Kue lapis dan donat kentang buatanmu enak, Yu. Nanti kalau ada sisa bagi-bagi ke kami, ya," teriak Bu Mirna dari balik pagarnya.

"Aku juga mau, dong. Kabarin kalau Ayu sudah ngambil sisa jualannya," sahut Mbak Rita yang sedang menjemur baju di teras rumahnya.

"Aman itu! Semoga nanti kue buatan Ayu ada sisa," sahut Mbak Nani.

Mendengar ucapan mereka ada rasa perih menelusup ke dalam hati, tapi aku tetap memaksakan senyum. Setelah berbasa-basi dan mereka tidak ada satupun yang mau membeli, akhirnya kukayuh sepeda menuju warung tempat penitipan kue.

Awalnya para tetangga sangat antusias membeli kue buatanku karena menurut mereka rasanya enak dan pas di lidah. Tentu saja aku senang dan semakin bersemangat membuat kue demi menyambung hidup. Tapi lama kelamaan mereka menjadi enggan membeli karena aku telah membuat satu kesalahan besar.

Kesalahan terbesarku itu adalah membagi-bagikan sisa kue kepada mereka setiap kali jualanku tidak habis. Itulah yang membuat mereka enggan mengeluarkan uang dan lebih memilih menunggu sisa jualanku yang gratisan.

Setiap sore mereka akan berkumpul di depan gang dan menungguku pulang mengambil sisa jualan. Lalu mereka akan menggeledah dan menghabiskan apa saja yang tersisa di dalam kotak penyimpan makanan milikku.

"Lumayan dapat kue gratis," ujar mereka sambil meraup kue apa saja yang tersisa.

"Iya, nih. Nggak apa-apa nunggu sore, soalnya masih enak dan belum basi," sahut yang lainnya.

Aku hampir menangis saat melihat setengah dari kue jualanku tidak laku dan saat dibawa pulang para tetangga berebut menjarah tanpa merasa bersalah. Bahkan mereka tidak menawarkan uang seribu rupiah pun sebagai bentuk terima kasih. Mereka hanya tahu bahwa sisa jualanku yang tidak laku itu adalah rejeki untuk mereka.

Padahal aku butuh uang untuk membiayai kedua adikku yang masih sekolah, ditambah dengan biaya berobat Bapak yang sedang lumpuh.

Dengan keadaan begini, jangankan untung, modal jualan saja ikut terbenam.

Padahal aku berjualan bukan untuk mencari kekayaan, melainkan untuk menyambung hidup yang sedang dilanda kepahitan.

Lantas, kenapa mereka begitu tega?

"Semoga hari ini jualan Ayu nggak laris." Jelas kudengar ucapan Mbak Sari saat aku melintas di depan Ibu-Ibu yang sedang berbelanja sayur.

"Iya, biar kita kebagian kue enak terus. Anakku suka banget sama donat kentang buatan Ayu," timpal ibu-ibu yang lain.

Aku menghela napas, kemudian berlalu dengan cepat agar tidak mendengar ucapan mereka. Hari ini aku hanya membuat kue sedikit saja karena modal yang hampir menipis.

Rasanya sakit hati, tapi semua berawal karena kesalahanku yang terlalu berprasangka baik kepada mereka.

Kupikir dengan membagi-bagikan sisa jualan, mereka akan lebih bersyukur dan menjadi pelanggan tetap, tapi ternyata malah menjadi bumerang untuk diriku sendiri.

Hingga detik ini, tidak ada satu orang pun di anatara mereka yang mau membeli daganganku.

"Kalau kamu menjual makanan dan ada sisa, jangan pernah membagi-bagikan sisa jualanmu kepada tetangga atau orang terdekat. Itu sama saja dengan mematikan usahamu karena mereka tidak mau lagi membeli dan lebih suka menunggu yang gratisan," ujar Bu Jauhari saat aku mengeluh dagangan yang tidak laku.

"Itulah alasan kenapa gerai donat terkenal tidak pernah membagi-bagikan produk gratisan kepada masyarakat. Mereka lebih memilih untuk membuang hasil produksi daripada usahanya mati," jelas beliau lagi. Pemilik warung itu menatapku dalam.

Aku terpekur memikirkan semua kejadian ini. Dulu, donat kentang buatanku selalu laris. Bahkan habis di jalan sebelum diantarkan ke warung-warung. Sekarang untuk menjual setengah saja rasanya begitu susah.

"Apa aku harus membuang semua kue sisa ini, Bu?" tanyaku padanya.

"Kalau kamu mau membuangnya, silakan saja. Kamu melakukan itu untuk mempertahankan usahamu, Yu. Kalau kamu tidak ingin mubazir karena kue ini belum basi dan masih layak makan, maka berikanlah pada orang-orang yang tidak tahu bahwa kamu berjualan," jawabnya.

Aku mengangguk paham. Lalu kuambil beberapa plastik kresek dan kumasukkan kue-kue sisa ke dalamnya. Setelah itu aku pergi ke terminal dan membagi-bagikan kepada tukang becak, penjaja koran dan tunawisma yang kutemui.

Saat pulang, para tetangga yang berkumpul di depan gang langsung berlari menyongsong kedatanganku. Mereka sangat antusias membuka kotak-kotak yang kubawa. Beberapa detik kemudian mendesah kecewa karena tidak ada sisa kue sama sekali.

"Tumben jualanmu habis, Yu?" tanya Mbak Nani dengan nada kecewa.

"Iya, nih. Padahal aku sudah ngelarang anak-anak beli kue kamu, biar kita nunggu sore dan dapat gratisannya aja," timpal Bu Mirna dengan wajah merengut sebal.

Ibu-ibu lain juga mendengungkan kekesalan karena gagal membawa kue kesukaan anak-anaknya, bahkan mereka membuang kantong plastik yang sudah disiapkan sejak tadi dengan sedikit jengkel.

Aku hanya tersenyum hambar, kemudian berlalu pergi dari hadapan mereka semua.

Hari-hari berikutnya, mereka masih menunggu di depan gang dan berakhir kecewa karena tidak kebagian kue sisa.

Aku juga tidak pernah lagi menyisakan kue sebiji pun untuk kubawa pulang. Biarlah mereka kecewa hingga pada akhirnya mereka sadar bahwa aku sedang berjualan.

Jika ingin mendapatkan produk yang kujual, maka mereka harus mengeluarkan uang untuk membayarnya.

"Ayu, Mbak beli donat topping coklat lima dan topping tiramisu lima," ujar Mbak Nani saat aku hendak keluar membawa kue jualan.

"Aku beli kue lapis dan putu ayu," timpal Bu Mirna sambil menyodorkan uang sepuluh ribu.

Pagi itu aku kembali tersenyum.

Mereka kembali membeli kue buatanku setelah hampir dua minggu tidak pernah mendapat kue gratisan.
culturename
japraha47
Rainbow555
Rainbow555 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
1K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan