Tahu nggak kenapa kaum LGBT memiliki suara yang begitu kuat? Tahu kenapa Hollywood dan banyak media lain harus memasukkan unsur LGBT dalam karya mereka meski tahu yang seperti itu tidak akan laku? Tahu kenapa kaum LGBT berani koar-koar di internet terhadap apa pun? Benar-benar apa pun.

Jika Anda tidak tahu maka mari belajar sedikit tentang cancel culture. Cancel Culture adalah sebuah praktik media yang mana orang-orang akan mengumpulkan dukungan untuk melawan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan atau terlalu ofensif bagi pihak tertentu.

Contohnya begini, pernah mampir ke forum vegetarian? Ada beberapa forum vegetarian yang berisi manusia-manusia toxic. Jika ada seseorang yang menulis tentang kelebihan memakan daging maka mereka tidak akan mencoba untuk berargumen melainkan langsung mereport akun tersebut agar dibanned.



Ada banyak contoh dari cancel culture yang pernah kita lihat, contohnya adalah pemecatan Terawan atau boikot produk Singapura. Cancel culture membutuhkan banyak suara agar pemerintah mau turun tangan. Jika suara yang terkumpul cukup banyak maka bukan tidak mungkin seorang menteri atau bahkan presiden sekali pun dicopot dari jabatannya.

Lalu apa hubungannya LGBT dengan cancel culture?

Bagi kaum LGBT (yang jumlahnya mungkin belum terlalu banyak) cancel culture adalah sebuah kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan hak bersuara. Keinginan kaum LGBT untuk direpresentasikan dalam berbagai media pun mendapat perhatian dari SJW (Social Justice Warrior) yang mana ada banyak SJW (yang kebanyakan juga penganut LGBT) menuntut ke pada banyak pihak untuk memasukkan karakter LGBT dalam produk mereka.



Suara-suara dari SJW dan LGBT ini akhirnya terkumpul dan mereka terus mencoba untuk menarik orang lain untuk setuju dengan pendapat mereka. Sedikit demi sedikit suara pun terkumpul, cukup besar untuk menarik seorang politikus agar menurut demi suara mereka dalam politik.

Contohnya begini, LGBT menuntut agar film X diperankan oleh laki-laki yang punya kekasih seorang laki-laki (gay). Suara-suara mereka pun didengar oleh pejabat setempat (yang tahun depan ingin mencalonkan diri sebagai presiden) dan politikus ini ‘berunding’ dengan si pembuat film. Jika pembuat film setuju, bagus. Jika tidak? Siap saja untuk dibanned dengan alasan yang sering kali terlalu mengada-ngada.

Bagaimana cara mereka melakukan banned akan karya yang tak mereka suka? Ada beberapa cara yang bisa ditempuh seperti melakukan demo, membanjiri rating film tersebut dengan review yang jelek, mengancam untuk tidak menonton film, dan lain sebagainya. Jika keadaan menjadi semakin buruk maka pihak pembuat film akhirnya akan menyerah dan menuruti apa yang kaum LGBT mau.



Salah satu contoh yang terjadi sekarang adalah pemeran Captain Marvel, Brie Larson, yang diminta untuk mundur dan digantikan oleh perempuan lesbian berkulit hitam. Orang-orang yang mengajukan petisi ini menganggap bahwa hal ini diperlukan untuk membuktikan hal-hal seperti ‘kesetaraan’ dan ‘keberagaman.’ Untuk saat ini jumlah suara yang terkumpul belum cukup banyak, tetapi jika petisi tersebut mencapai satu juta orang bukan tidak mungkin Brie Larson (dan bahkan Captain Marvel itu sendiri) terancam untuk di-cancel.

Jadi sudah paham betapa tidak mengenakkannya cancel culture ini? Karenanya jangan heran jika serial-serial kesukaan Anda mulai digerogoti unsur LGBT. Pihak sana juga membutuhkan keuntungan dan tidak akan ada keuntungan jika serial tersebut bahkan tidak bisa terbit. Hal itulah yang membuat mereka terpaksa untuk terus menyenangkan LGBT dan SJW. Sungguh kasihan….



Ya, inilah kekuatan internet, inilah kekuatan suara massa. Sama seperti Galileo yang diadili karena teori Heliosentris, kebenarannya tidaklah penting, yang penting adalah suara mayoritas. Jika kaum LGBT berhasil mendapatkan suara mayoritas di internet maka selesai sudah, serial laki-laki hamil akan terus memenuhi industri Hollywood.

Sekian dari saya mari bertemu di thread saya yang lainnya.