cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Kamu Merasa Paling Mengetahui Segalanya? Mulai Saat Ini Harus Berhati-hati!


Cangkeman.net - Pernahkah kalian menemui seseorang yang sok pintar, bicaranya muluk-muluk, tapi sebenarnya yang dibicarakan itu enggak ada isinya, atau yang dibicarakan itu isinya ngelantur kemana-mana? Pasti pernah, kan? Apalagi ketika dalam sebuah diskusi, kadang kala seseorang tersebut enggak mau menerima pendapat dari yang lain, dan seakan-akan hanya pendapatnya lah yang paling benar.

Hal itu tak jarang kita temui di beberapa situasi, yang paling umum biasanya ketika curhat ke seorang teman dan berdiskusi di sebuah warung kopi. Kedua situasi tersebut sering rentan dengan sikap-sikap merasa si paling tahu. Bahkan beberapa dari kita pun pasti pernah mengalaminya. Seakan-akan apa yang sudah kita ketahui sebelumnya itu sudah bisa mencakup semua permasalahan. 


Dalam dunia psikologi, merasa paling tahu termasuk dalam sebuah penyakit, loh. Seseorang yang merasa dirinya pintar, memandang kemampuan orang lain lebih rendah daripada dirinya, bisa jadi mereka sedang terkena salah satu jenis penyakit kognitif, yakni yang disebut sebagai Dunning-Kruger Effect. Seseorang yang terkena penyakit tersebut akan selalu merasa lebih tinggi dari sisi pengetahuan, ataupun kapabilitasnya. Dan riskannya, mereka tak menyadari bahwa pengetahuan dan kapabilitasnya itu sebenarnya masih jauh berada di bawah orang lain.

Fenomena Dunning-Kruger Effect ini saya pikir akan berbahaya jika terus-menerus enggak disadari. Apalagi di era digitalisai saat ini, informasi bisa secara praktis didapatkan tanpa adanya validitas. Sehingga menyebabkan orang-orang bisa dengan seenaknya mengambil pengetahuan dari beberapa sumber, lalu menyebarkannya dengan rasa bangga, yang padahal sumber dan isinya itu belum tentu benar keabsahannya.

Melansir dari beberapa jurnal, saya dapat mengambil beberapa kesimpulan yang agaknya bisa kita pahami untuk membendung penyakit si paling tahu ini. Yang pertama adalah mengembangkan Metakognisi. Metakognisi sederhananya adalah kemampuan seseorang untuk mengenali aktivitas berpikirnya sendiri. Beberapa dari kalian pasti pernah mencari pakaian dalam lemari dan enggak ketemu-ketemu, terus giliran Ibu yang nyariin, eh malah ketemu. Alasan klasik biasanya: padahal di situ tadi sudah tak cari, lo. Tapi kok dicari sama ibu ketemunya di situ. Padahal, ya, emang lupa aja. Iya, kan?

Nah, itu contoh sederhana dari kurangnya metakognisi. Seseorang yang kurang dalam metakognisi seringkali mengalami Duning-Kruger Effect. Sebab mereka hanya menilai secara subjektif dan tidak mau mengakui keterbatasan dirinya sendiri. Sehingga penilaian subjektif dan keterbatasan itulah yang menjadikan seseorang merasa lebih unggul dalam berpengetahuan. Oleh karena itu, untuk kita bisa menghindar dari penyakit si paling tahu ini, kita harus lebih mengontrol cara berpikir kita, lebih sadar akan kemampuan diri kita. Kalau dikatakan dalam bentuk kalimat yang sederhana, “mbok ya jangan sombong-sombong, wong kita ini manusia kok, bukan Tuhan”.

Lalu, yang kedua adalah jangan terlalu gampang memandang sebuah masalah. Kalau kata seorang psikolog David Dunning dan Justin Kruger yang menemukan penyakit ini, hal itu disebabkan karena adanya factor heuristic. Sederhananya heuristic adalah kemampuan seseorang untuk menemukan solusi secara alternatif dan cepat. Memang kemampuan ini terlihat baik bila dilihat secara gamblang. Akan tetapi, kadang kala menemukan solusi secara cepat itu memiliki pemahaman yang kurang akurat. Karena terlalu cepat dalam menyimpulkannya.

Contoh yang lebih konkret, beberapa dari kalian pasti pernah curhat ke seorang kawan ketika sedang diputus sama pacar, lantas kawan kalian memberikan solusi dengan berkata: "ya, sudah, lupakan saja, wong dia juga udah enggak cinta lagi sama kamu." Solusi tersebut memang benar, akan tetapi enggak akurat dengan kondisi orang yang sedang patah hati. Orang yang patah hati itu kan, perasaannya masih kaget, akalnya masih belum sepenuhnya mampu menerima segala hal yang rasional.

Itulah makanya faktor heuristic menjadi penyebab orang terkena Dunning-Kruger Effect. Terlalu gampang dalam memandang sebuah masalah, dan terlalu cepat menemukan sebuah solusi. Tanpa tahu, bahwasannya masalah yang tengah dihadapi itu sangat kompleks. Dengan begitu, untuk menghindari penyakit si paling tahu, kita enggak boleh melihat sesuatu hal itu remeh-temeh. Karena bisa saja satu masalah tersebut mempunyai banyak penyebab yang ternyata sangat kompleks.

Yang ketiga, jangan cepat puas terhadap apa yang sudah kita ketahui. Merasa puas dengan pengetahuan yang sudah didapat adalah penyebab dari penyakit Dunning-Kruger Effect. Oleh sebab itu, ketika mengetahui suatu hal, jangan pernah merasa bahwa pengetahuan yang didapat adalah sepenuhnya kebenaran dari pengetahuan itu sendiri. Perlu disadari kalau pengetahuan itu kompleks dan luas. Misalnya saja perihal: makan babi itu haram. Tentu hal itu menjadi sebuah kebenaran jika konteksnya dalam hukum Islam. Tapi, makan babi itu akan menjadi suatu keharusan bila seseorang itu ingin menambah dosa. Iya, bukan? Terus belajar dan jangan cepat puas. Ketika mempelajari suatu ilmu, jangan pernah berhenti pada permukaannya saja. Teruslah menggali lebih dalam, kalau bisa dibuat semacam pertanyaan hipotesis untuk dibenturkan dengan pengetahuan sebelumnya. Saya sendiri pernah mengalami, ketika kita semakin menggali lebih dalam, ternyata kita itu akan semakin merasa belum tahu apa-apa. Dengan menyadari hal itu, harusnya kita dapat mengurangi kecenderungan untuk merasa sebagai seorang ahli atau orang yang sudah cukup berpengetahuan.


Yang ke empat, meminta pendapat atau berdiskusi dengan orang lain. Salah satu dampak yang paling tricky ketika mengalami efek ini adalah enggan menerima kritik. Nah, cara selanjutnya untuk menghindar dari Dunning-Kruger Effect adalah dengan meminta pendapat atau setidaknya berdiskusi dengan orang lain. Terkadang kita memang sulit mendengarkan pendapat orang lain, apalagi menerima kritik. Tapi, memang itu yang harus dilawan. Kalau saya meminjam diktum dari salah satu filsuf eksistensialis asal Jerman, yaitu Friedrich Nietzsche, beliau pernah berkata bahwa tidak ada kebenaran yang absolut, yang ada hanyalah perspektif. Oleh sebab itu, jangan merasa paling benar, karena kalau merasa paling benar, berarti kalian bukan manusia, tapi yang maha benar. Heuheu …

Yang terakhir bisa disebut dengan kontemplasi atau bertanya pada diri sendiri. Dengan bertanya pada diri sendiri, membuat kita akan berpikir ulang tentang apa yang telah kita ketahui. Kita akan mengambil jarak dengan diri kita sendiri sebagai pihak penanya. Dalam hal ini dapat membuat kita semakin yakin dengan diri sendiri. Sehingga kemungkinan untuk mengeluarkan informasi yang keliru itu sedikit ter-reduksi. Dalam hal ini mungkin nyambung dengan diktum dari salah seorang sosiolog, Peter L Berger, beliau berkata, “jika ingin menciptakan suasana sosial dan individu yang berdaulat, maka berpikirlah sebelum berbicara”. Memang Dunning Kruger Effect ini kerap hadir dalam diri kita. Akan tetapi, kalau kita membiasakan diri dengan melakukan beberapa tindakan tadi, agaknya kemungkinan terkena efek tersebut sedikit berkurang. Nah, kalau mengambil pelajaran dari fenomena Dunning-Kruger Effect ini, bisa kita simpulkan bahwa manusia memang bukan yang maha benar, dan dengan itulah salah satu maksud hidup ini agar manusia itu senantiasa belajar. Heuheu ….


Tulisan ini ditulis oleh Achmad Fauzan Syaikhoni di Cangkeman pada tanggal 26 Maret 2022.

emineminna
Aryal13
azhuramasda
azhuramasda dan 20 lainnya memberi reputasi
21
2.9K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan