Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ilhamkhan416Avatar border
TS
ilhamkhan416
Senjata Paling Mematikan dalam Perang Ukraina-Rusia
Selamat menunaikan ibadah puasa para kaskuser Indonesia, gak kerasa udah hari ke-9 bulan Ramadhan. Oke kali ini saya akan membuat artikel dengan judul "Senjata Paling Mematikan dalam Perang Ukraina-Rusia"




Perkenalkan Javelin! Ini adalah sebuah sistem persenjataan anti-tank buatan AS berupa misil yang bisa ditembakkan oleh pengguna secara portable.

Javelin merupakan sistem yang sangat kecil, namun sangat...sangat...sangat powerful.

Saking hebatnya, tank-tank baja tak berdaya dibuatnya.

Selain karena akurasi tembaknya yang tinggi dan daya ledaknya yang sangat menghancurkan, senjata anti-tank ini bisa ditembakkan dari jarak hingga 4 kilometer.

Senjata yang dibuat pertama kali di tahun 1996 oleh Lockheed Martin dan Raytheon Technologies – dua perusahaan industri militer AS – memang kini jadi primadona di perang-perang terbuka.

Dan coba tebak? Inilah senjata yang ribuan unitnya dikirim sebagai bantuan oleh AS ke Ukraina.

Harga satu unit misil ini bisa mencapai Rp 3 miliar dan kecanggihannya sudah terbukti dalam konflik di Irak, Afghanistan dan Suriah.

Jadi, wajar jika perang di Ukraina punya sisi ekonomi yang besar yang akan kita bahas di artikel kali ini.

Inilah Risalah Cuan di Perang Ukraina! Sebulan lebih berlalu sejak pertama kali Rusia menginvasi Ukraina.

Sekitar 10 juta warga Ukraina mengungsi ke wilayah-wilayah yang lebih aman, sedangkan data dari UNHCR menyebut hampir 1000 warga sipil meninggal akibat aksi militer ini.

Perundingan perdamaian juga telah diupayakan. Beberapa di antaranya bahkan melibatkan tokoh macam oligark Rusia Roman Abramovich yang disebut sempat keracunan pasca salah satu perundingan.

Well, sepertinya konflik seolah tetap ingin dikobarkan.

Tentu hal ini melahirkan spekulasi: apakah mungkin konflik tersebut sengaja didesain untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu? I mean, kalau bicara soal perang sebagai sebuah “bisnis” tentu orang-orang di industri militer adalah yang paling diuntungkan.

Menariknya, beberapa laporan menyebut bahwa kepentingan bisnis di balik invasi ini melibatkan orang-orang yang punya pertalian di dunia politik.

Quote:


Bahkan, salah satu anggota Kongres dari Partai Republik AS, Marjorie Taylor Greene, disebut membeli saham di Lockheed Martin sehari sebelum Rusia menginvasi Ukraina.

Iyess, sehari sebelum invasi. Luar biasa pembacaan cuannya ya.

Kalau kalian pantengin harga saham Lockheed Martin dan Raytheon Technologies memang nggak heran sih menyebut orang-orang yang terkait dengan perusahaan-perusahaan ini mendapatkan keuntungan yang signifikan.

Perusahaan itu juga memberikan keterangan kepada para investornya bahwa konflik di Ukraina merupakan “good business”.

Kalau diperhatikan, secara keseluruhan AS memang menganggarkan dana yang tidak sedikit untuk membantu Ukraina dalam bentuk Foreign Assistance.

Hanya 2 hari setelah invasi, AS memberikan US$ 350 juta atau sekitar Rp 5 triliun untuk bantuan persenjataan. Beberapa minggu kemudian, AS kucurkan lagi US$ 800 juta atau sekitar Rp 11,4 triliun untuk Ukraina.

Anggaran ini tentu diberikan dalam bentuk bantuan persenjataan. Khusus untuk bantuan terakhir senilai US$ 800 juta, disebut diperuntukkan untuk pengadaan 2000 misil Javelin yang di awal telah kita singgung sebagai produk buatan Lockheed Martin dan Raytheon.

Lalu akan ada 800 sistem senjata Stinger anti pesawat.

Buatan siapa? Lagi-lagi buatan Raytheon.

Kemudian akan ada 6000 sistem senjata anti-tank AT-4 buatan Saab Bofors Dynamics dari Swedia.

Hmm, banyak ya. Ini belum termasuk senjata-senjata kecil lainnya.

Bahkan, kalau mau ditambah lagi bantuan misalnya dari Uni Eropa senilai US$ 650 juta atau sekitar Rp 9,3 triliun, makin tambah besar pula nila perputaran uangnya.

Apalagi, seperti kita ketahui negara-negara Uni Eropa yang anggota NATO mayoritas membeli senjata dari Amerika Serikat.

Secara umum, fenomena ini sebetulnya menggambarkan relasi yang sangat kuat antara pemerintah AS sebagai negara adidaya, dengan industrai militernya alias Military-Industrial Complex.

Ini adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh Presiden AS Dwight Eisenhower di tahun 1961, ketika ia memperingatkan bahaya relasi yang terlalu kuat antara militer AS dengan industri pertahanan negeri Paman Sam tersebut.

Industri pertahanan AS memang dikuasai oleh pihak swasta dan kini mengisi daftar perusahaan kontraktor pertahanan terbesar di dunia.

Setidaknya 5 teratas dalam daftar itu diisi oleh Lockheed Martin, Raytheon Technologies, Boeing, Northrop Grumman, dan General Dynamic Corp. Semua perusahaan tersebut berasal dari AS.

Mungkin kalau disebut produk-produknya, kalian bakal nggak asing. Lockheed Martin misalnya, selain bikin Javelin dan sistem senjata lainnya, perusahaan ini adalah yang membuat pesawat tempur F-16 Falcon dan F-35.

Lalu, Raytheon lebih dikenal karena produk misil-misilnya. Kemudian Boeing udah nggak diragukan lagi ya dengan pesawat-pesawat patroli dan pengakutnya.

Northrop Grumman adalah yang bikin B-2 Stealth Bomber.

Sedangkan General Dynamics terlibat dalam pembuatan berbagai jenis persenjataan.

Total global market value industri pertahanan ini di tahun 2022 mencapai US$ 483 miliar atau hampir mencapai Rp 7 ribu triliun.

Tidak heran, bisnis yang satu ini akan sangat menguntungkan ketika perang atau kekacauan terjadi.

Lalu, mengapa memahami industri pertahanan ini penting? Well, setidaknya kita bisa mendapatkan gambaran bahwa selalu ada sisi bisnis dari sebuah perang.

Bahkan ada perang-perang yang memang dikondisikan untuk terjadi demi alasan bisnis tersebut.

I mean sejak zaman ketika Xerxes I dari Persia ingin menginvasi Yunani di abad ke-5, praktik “mencari keuntungan ekonomi” itu sudah terjadi, katakanlah ketika ia merekrut tentara-tentara bayaran dari Yunani sendiri untuk berperang melawan penguasa negaranya.

Dengan demikian perang dan ekonomi adalah dua sisi yang tidak bisa dipisahkan.

Negara-negara saling berebut sumber daya alam, atau berebut jalur perdagangan, dan lain sebagainya, semuanya karena alasan ekonomi.

Nasib masyarakat kecil yang menderita akibat perang seolah dipinggirkan. Sebab, seperti kata Jean Paul Sartre : “When the rich wage war, it’s the poor who die”.

Penulis : Ilham Khanafi
Referensi : Narasi TS, Sumber 1, Sumber 2, Sumber 3, Sumber 4
Sumber Gambar : Klik

Diubah oleh ilhamkhan416 12-04-2022 14:16
shast777
Nikita41
Aramina
Aramina dan 22 lainnya memberi reputasi
21
6.6K
95
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan