Hello GanSis selamat beraktivitas dan semoga aktivitas GanSis berjalan dengan baik dan lancar ya. Di tengah langkanya minyak goreng yang terjadi di Indonesia saat ini, membuat kreator tergelitik melihat bagaimana sih awal mula dari Kelapa Sawit yang menjadi produk utama untuk minyak goreng ini menjadi produk komoditas yang menjadikan rakyat Indonesia sangat tergantung pada komoditas ini. Bahkan Sawit sendiri bukan hanya menjadi komoditas pangan di Indonesia namun juga hampir seluruh kehidupan masyarakat Indonesia bergantung pada sawit ini seperti jajanan gorengan di pinggir jalan hingga bumbu mie Instan. Inilah sejarah perkebunan kelapa sawit hingga menjadi komoditas utama di Indonesia.


Sumber Gambar

Awalnya komoditas kelapa sawit ini dibawa dan didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1869 dari benua Afrika dengan tujuan agar produksi dari sawit ini melimpah. Lesunya perdagangan rempah pada tahun 1800an membuat Belanda saat itu berusaha memperluas produksi rempahnya diseluruh wilayah koloni, beberapa diantaranya adalah Teh, Kopi, Tenu dan Sawit yang menjadi prioritas pemerintah Hindia Belanda untuk dikembangkan. Bibit awal kelapa sawit kemudian didatangkan dari Afrika dan dibudidayakan di Kebun Raya Bogor dan kemudian menjadi bibit seluruh varietas sawit di Indonesia dan Malaysia.

Munculnya perkebunan sawit yang berprospek besar membuat pemerintah Belanda mengesahkan Undang-Undang Agraria tahun 1870 agar pengelolaan sawit ini tidak disalahgunakan oleh pihak lain. Hal ini juga membuat Belanda memperluas perkebunannya di Muara Enim, dan Musi Hulu pada 1889, kemudian di Belitung pada 1890 dan meluas hingga ke daerah pesisir timur Sumatera. Namun perkebunan komersil berskala besar baru benar-benar dibuka pada 1911 di Sungai Liput, Aceh dan di Pulu Radja, Asahan oleh dua perusahaan sawit raksasa yaitu Cuultur Maatschappij dan Hulleries de Sumatera-RCMA. Kebun ini dikelola oleh Adrien Hallet, seorang insinyur pertanian dari Belgia yang seringkali disebut dengan Bapak Industri Sawit Indonesia. Dari 10 perkebunan di tahun 1925, jumlah ini menandakan meningkatnya tren perkebunan sawit di Hindia-Belanda.


Sumber Gambar

Pada masa pendudukan Jepang, seluruh perkebunan di pesisir timur Sumatera berada di bawah perusahaan Jepang, Noyen Renggo Kai (NRK) yang didirikan pada 1941 di kota Medan, namun diambil alih oleh Shonan Gomu Kumikai yang bertugas mengirimkan hasil bumi Asia Tenggara ke wilayah Jepang. Pada era awal kemerdekaan, pekerbunan sawit diperebutkan oleh sesama laskar dan membuat hanya 44 dari 66 kebun sawit yang bisa direhabilitasi kembali. Pada 1957, terjadilah nasionalisasi dilakukan terhadap perusahaan sawit, namun kondisi ini membuat perkebunan semakin terpuruk. Kisah kejayaan minyak sawit yang dibawa kapal-kapal dagang pemerintah Hindia Belanda menuju pelabuhan Eropa tinggalah cerita lama. Terlebih di Era modern saat ini Eropa sudah mengurangi penggunaan sawit sebagai bahan baku dari minyak nabati mereka karena dinilai tidak sehat dan berisiko merusak lingkungan karena pembukaan lahan sawit harus membabat banyak hutan di Sumatera.


Sumber Gambar

Namun masalah sawit di era modern ini bukan hanya larangan dari Eropa dengan kampanye stop sawit mereka, namun juga kelangkaan olahan sawit di Indonesia yang membuat minyak goreng langka saat ini. Padahal sudah banyak perkebunan sawit yang tersebar di Indonesia yang dikira cukup untuk konsumsi dalam negeri namun lagi-lagi pemerintah belum bisa memberantas mafia dan kartel di negeri yang kaya dengan kekayaan alamnya di nikmati oleh segelintir orang yang mengatasnamakan rakyat. Baiklah GanSis sekian thread kreator kali ini dan kreator ucapin terimakasih.