ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Sebenarnya Bagian Mana yang Salah dari Perfilman Indonesia?


Siapa di sini yang suka nonton film? Kalian lebih suka film Indonesia atau film buatan luar negeri? Well, kebanyakan orang mungkin lebih suka film buatan luar dan itu memang fakta. Buktinya, Avanger: Endgame memiliki lebih banyak penonton Indonesia dibanding Warkop DKI Reborn.

Data itu jelas membuat kita bertanya-tanya, memangnya apa yang kurang dari industri perfilman Indonesia? Kualitas sinetron bisa saja ampas karena dituntut kejar tayang, tapi mengapa film-nya juga tidak begitu bagus?

Jujur saja, alasannya ada banyak. Saya hanya bicara sebagai sekedar penikmat dan inilah beberapa kekurangan yang saya bisa dapatkan.



Pertama, terlalu banyak komedi. Tampaknya ini sebuah penyakit di negara ini di mana media apa pun harus ada komedinya. Memang sih, penggemar komedi itu banyak, tapi asal memasukkan komedi hanya akan merusak cerita.

Contohnya begini, ada sebuah scene di mana seorang karakter meninggal. Latarnya sudah bagus dengan langit mendung dan pakaian hitam di sana-sini, air mata berjatuhan tanpa bisa ditahan dan sesekali flashback kenangan akan menyerang jantung penonton. Dan di tengah-tengah scene tersebut seorang tukang cendol akan datang dan berkata tanpa dosa, "Cendolnya Neng?" dan tiba-tiba si mayat pun bangun, dengan senang hati minum cendol sebelum mati lagi.

Lucu? Kalau iya maka selera Anda perlu dipertanyakan.



Satu pertanyaan lagi adalah, kenapa ada banyak sutradara Indonesia yang berasal dari dunia komika? Katakanlah Pandji, Ernest, dan Radit. Saya sudah tonton beberapa film mereka dan masalahnya memang itu, terlalu banyak komedi. Pemeran yang mereka pilih pun selalu dari kalangan komika yang tujuannya memang buat ngelawak di filmnya. Orang-orang indo benar-benar suka komedi ya?

Kedua, memasang muka yang sama atau yang good looking. Kayaknya yang satu ini sih memang sudah tradisi. Contohnya kalau ada film komedi, Indro Warkop selalu masuk nominasi. Ada film silat? Yayan Ruhian. Ada film bertema hutan? The Rock pemeran utamanya. Orang-orang ini meninggalkan kesan kuat dalam karakter mereka dan karena ingin memanfaatkan popularitas itu studio film terus menggunakan mereka untuk peran yang mirip.



Nggak salah memang, yang jadi masalah adalah jika orang-orang ini tak sanggup mengikuti perkembangan jaman. Saat melihat Om Indro ngelawak saya nggak merasa lucu, malah merasa nostalgia. Saat melihat Om Maddog berkelahi saya menyadari bahwa gerakannya tak lagi segesit dulu. Mereka memiliki masa jayanya, tetapi manusia akan terus bertambah tua dan mencari hal yang baru. Sayangnya, studio film masih terlalu takut mencari pengganti.

Ketiga, target pasar. Err… bukan bermaksud menghina tapi kebanyakan orang yang pergi ke bioskop hanyalah orang yang ingin hiburan, bukan untuk berpikir keras-keras. Karenanya film yang dibuat pun dikerjakan dengan tujuan menghibur, bukan untuk merajai Box Office. Sebenarnya pemikiran semacam ini agak keliru, ada banyak orang indo yang akan pergi ke bioskop jika film tersebut viral atau mendapat penghargaan atau dipuji Elon Musk. Taulah orang indo gimana, suka banget ikut-ikutan yang viral seperti NFT dan kripto.



Keempat, budget. Coba sebutkan film indo yang CGI-nya setidaknya enak dipandang. Ada beberapa, tetapi jelas tak sebanding dengan film luar. Setelah bertahun-tahun mengapa kualitas spesial efek perfilman indo masih belum bisa menyusul? Entahlah, mungkin budgetnya lebih diprioritaskan untuk menyewa artis cantik berpayudara besar. Bisa juga orang-orang yang ahli lebih memilih berkarier di luar negeri. Yang jelas, CGI jelas bukan prioritas anggaran perfilman Indonesia.

Keuntungan dari film-film indo tidaklah sebesar luar negeri, masyarakat di sini lebih suka menonton secara bajakan, dan karena itulah budget untuk sebuah film tidak bisa terlalu besar. Jika budgetnya sendiri tidak besar maka film berteknologi tinggi jelas tak mungkin. Syuting di luar negeri juga sulit. Ujung-ujungnya kembali ke film komedi atau romcom.

Konten Sensitif


Kelima, kesan 'luar negeri' itu sendiri sudah keren. Siapa bilang film luar negeri itu bagus? Banyak kok yang jelek. Embel-embel luar negeri memang bisa merubah kualitas sesuatu secara instan. Contohnya saat ada yang bertanya, "Kamu kuliah di mana?" dan kamu menjawab, "Di luar negeri" maka si penanya akan terkesan. Padahal luar negerinya di Timor Leste.

Begitu juga dengan film, kita diberikan kesan bahwa film buatan luar jauh lebih bagus dan akhirnya kita menilai buruk film negeri sendiri. Film Indonesia memang bukan yang terbaik, tetapi setidaknya bukan yang terburuk, kesan di otak kita saja yang mencoba percaya akan hal itu.



Dan itulah alasan mengapa film-film Indonesia tak bisa disandingkan dengan film-film terbaik dari luar negeri. Sebenarnya industri perfilman sendiri ada dalam situasi yang sulit. Film bajakan, jumlah bioskop yang sedikit, hingga sulitnya menayangkan film lokal di luar negeri. Mau tak mau itu semua adalah hambatan yang perlu dilewati.

Sekian dari saya mari bertemu di thread saya yang lainnya.
Diubah oleh ih.sul 27-02-2022 16:51
garpupatah
6666661234
Kagemane4869
Kagemane4869 dan 25 lainnya memberi reputasi
24
9.2K
152
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan