Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

asbunasbunAvatar border
TS
asbunasbun
Heboh NIK dan BPJS
Heboh NIK dan BPJS Kesehatan

 
Dalam beberapa hari belakangan ini publik dihebohkan dan dibuat bingung oleh banyak komentar tentang munculnya kebijakan pemerintah yang seolah-olah baru, padahal itu sudah lama diberlakukan melalui UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Bunyi Pasal 4 huruf (g) jelas, yaitu: "Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan prinsip kepersertaan wajib". Artinya semua WNI harus tergabung dalam BPJS Kesehatan supaya pelayanan dasar Kesehatan masyarakat terjamin.
Kewajiban bergabung pada BPJS Kesehatan terkait dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) akan menjadi prasyarat bagi warga negara jika ingin mendapat berbagai fasilitas dari pemerintah. Bagi pekerja atau pengusaha termasuk UMKM atau yang berpenghasilan wajib beriur, sedangkan bagi warga negara miskin iuran dibayarkan negara melalui program PBI (Penerima Bantuan Iuran). Peraturan perundangan ini sudah berjalan hampir 20 tahun, namun belum dapat menjaring 100% WNI bergabung di BPJS Kesehatan dengan berbagai alasan.
Munculnya Instruksi Presiden (INPRES) No. 1 Tahun 2022 , yang mulai berlaku pada 1 Maret 2022 ditujukan kepada 30 Kementerian/Lembaga terkait dengan pelayanan publik dan Pemerintah Daerah supaya mereka mendorong seluruh WNI untuk bergabung di BPJS Kesehatan melalui tupoksinya masing-masing. Pemerintah Daerah juga harus bekerja supaya seluruh warganya tergabung di BPJS Kesehatan. Salah satu kementerian yang terkena INPRES tersebut adalah Kementerian ATR/BPN dengan salah satu tupoksinya mengurusi perizinan di pertanahan.
Sesuai dengan RPJMN 2020 - 2024, kepesertaan BPJS Kesehatan di tahun 2024 sudah harus minimal 98%. Untuk mengejar itu, maka dikeluarkanlah INPRES No. 1 Tahun 2022 tersebut. Saat ini, menurut data BPJS Kesehatan, kepesertaan publik di BPJS Kesehatan baru mencapai 85% dari total penduduk. INPRES ini merupakan kebijakan Presiden yang ditujukan untuk mengatur para pembantunya mencapai target yang sudah disepakati, bukan mengatur publik.
Semua Urusan Gunakan NIK
Nomor Induk Kependudukan
merupakan satu-satunya identitas diri bagi Warga Negara Indonesia yang diakui secara nasional, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Apapun jenis pelayanan publik yang diperlukan WNI harus diberikan pemerintah dengan menggunakan dasar NIK ini. Jadi di NIK selain tercantum data diri juga data penunjang lain, seperti kepesertaan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, kendaraan (nopol kendaraan dan SIM), rekening perbankan, NPWP, status pembayaran pajak, status diri, dan sebagainya. Ke depan dengan NIK harusnya semua urusan pelayanan publik terselesaikan.
Jika berjalan dengan baik, penggunaan NIK untuk segala macam keperluan publik dapat berjalan dan dimonitor oleh pemerintah dengan mudah dan baik, misalnya penyaluran dana bansos, data pemilih, pernikahan/perceraian, perolehan SIM, perlindungan perempuan dan anak dapat dengan mudah dijalankan.
Kementerian ATR/BPN merupakan kementerian yang masuk dalam lingkup INPRES No. 1 tahun 2022, sehingga jika warga negara Indonesia akan bertransaksi terkait dengan pertanahan/perumahan, wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kembali lagi yang mengatur ini bukan INPRES No. 1 Tahun 2022 tetapi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan juga UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Munculnya INPRES No. 1 tahun 2022 dimaksudkan untuk mendorong K/L dan Pemerintah Daerah mempercepat keikutsertaan publik di BPJS Kesehatan yang sampai hari ini baru 86% dari total populasi (data BPJS Kesehatan). Di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024, kepesertaan di BPJS Kesehatan di tahun 2024 sudah harus mencapai 98%. Tanpa ada dorongan dari Presiden, melalui penerbitan INPRES No. 1 Tahun 2022, target kepesertaan BPJS Kesehatan sulit dicapai. Pertanyaannya, apakah langkah Presiden ini akan memberatkan masyarakat?
Seharusnya tidak. Komentar publik bahwa kebijakan ini tidak tepat di saat pandemi, ketika banyak pekerja di-PHK, tetapi rakyat dibebani dengan pembayaran iuran kurang pas. Jika tidak mampu beriur karena di-PHK dan menjadi miskin, masyarakat dapat masuk menjadi peserta PBI; iuran dibayar oleh pemerintah. Bagi yang mampu, ya harus beriur sesuai dengan kelas yang diinginkan. Jadi sekali lagi alasan memberatkan publik kurang valid. Justru dengan bergabung di BPJS Kesehatan, kebutuhan biaya perawatan kesehatan dasar sudah terjamin.
Sejak diberlakukannya Perpres No. 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Perpres No. 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 82 tahun 2018, kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang sejak berdirinya selalu negatif sudah surplus. Tagihan dari pelayanan Kesehatan pun sudah terbayar lunas, untuk itu saatnya BPJS Kesehatan konsentrasi pada peningkatan pelayanan peserta.
Langkah BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan harus selalu meningkatkan pelayanannya tanpa henti karena kepuasan pelanggan tidak pernah berhenti. Pelayanan BPJS Kesehatan harus cashless dan contactless. Semua pelayanan Kesehatan, pencarian kamar rawat inap/ICU, pembayaran iuran, dan penyelesaian complain harus dapat diselesaikan dengan cepat menggunakan teknologi informasi, misalnya melalui aplikasi, dan selalu berbasis NIK.
Semua kegaduhan yang sekarang terjadi bukan karena pengaturan baru pemerintah melalui INPRES No. 1 tahun 2022, tetapi hanya karena kurang pahamnya publik terhadap kebijakan pemerintah ini. Sekali lagi INPRES tidak untuk mengatur publik, tetapi untuk mengatur bawahan Presiden, termasuk Kepala Daerah supaya menjalankan perintah UU No. 40 tahun 2004 terkait dengan target kepesertaan BPJS Kesehatan. Persoalan ini kemungkinan tidak akan menjadi polemik yang melelahkan, jika komunikasi pemerintah tertata dan terencana baik.
Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen
 
Sumber : https://news.detik.com/kolom/d-5954847/heboh-nik-dan-bpjs-kesehatan.
 
Kelemahan mendasar hubungan  pemerintah dan rakyat adalah cara berkomunikasi yang buruk.
 
Jadi ingat komunikator "terbaik" pemerintah dan rakyat yg pernah Indonesia





emoticon-angry
superman313
odjay05
nomorelies
nomorelies dan 5 lainnya memberi reputasi
4
825
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan