Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Lockdown666Avatar border
TS
Lockdown666
Dahsyat! Begini Efek Evergrande Terhadap Ekonomi China


Jakarta, CNBC Indonesia - Makin parahnya krisis yang dialami pengembang properti dengan utang terbesar di dunia, China Evergrande Group, menyebabkan guncangan di seluruh pasar keuangan China dan memicu kekhawatiran akan konsekuensi buruk yang mungkin terjadi bagi sistem keuangan China.

Investor internasional tidak lagi hanya menghindari obligasi Evergrande yang hancur lebur, melainkan surat utang yang dikeluarkan oleh pengembang lain juga ikut merosot. Sementara itu bank-bank dengan eksposur ke sektor properti China saat ini berada di bawah pengawasan.
Kreditur yang marah ramai-ramai berunjuk rasa ke markas Evergrande, sedangkan kontraktor yang tidak dibayar menjatuhkan peralatan di lokasi pembangunannya di seluruh wilayah China, membuat krisis ini semakin menarik perhatian publik.


Pertanyaan bagi investor - dan bagi pihak berwenang di China - adalah, apakah masalah ini akan menjadi arang bagi api yang siap membakar sektor properti atau penyebarannya dapat dihindari?

Dilansir Nikkei Asia, pada hari Senin, saham Evergrande kembali merosot hingga 17% pada sesi pagi di Bursa Hong Kong, yang mana saham ini telah melemah 86% sejak awal tahun. Kesulitan perusahaan memicu aksi jual di saham properti yang terdaftar di Hong Kong, dengan Indeks Properti Hang Seng jatuh 6,6% ke level terendah sejak 2016 sementara Indeks Hang Seng secara keseluruhan turun 3,9% di satu waktu pada perdagangan Senin.
Pasar modal China daratan tutup karna libur dalam rangka perayaan mid-autumn festival.

ICE BofA Asian Dollar High Yield Corporate China Issuers Index turun ke level terendah dalam 16 bulan minggu lalu dan premi obligasi sampah yang diterbitkan AS atas permintaan peminjam China melonjak ke level tertinggi sepanjang masa bulan ini, menunjukkan keengganan investor global terhadap surat utang Cina.
"Mengingat relevansi real estat di China, kesehatan perusahaan yang lebih baik setelah pandemi tidak memadai untuk menghentikan lonjakan risiko kredit," kata Alicia Garcia Herrero, kepala ekonom untuk Asia-Pasifik di Natixis, bank investasi asal Prancis.



Sektor real estat selama bertahun-tahun telah menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi bagi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini. Investasi real estat rata-rata mencapai 13,5% dari produk domestik bruto selama lima tahun terakhir, menurut perkiraan Fitch, proporsi tersebut tiga kali lipat dari tingkat ekonomi AS.

Jika ditambah sektor konstruksi dan industri terkait, angka ini naik dua kali lipat, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan oleh Biro Riset Ekonomi Nasional yang berbasis di Massachusetts pada Agustus tahun lalu.

Presiden China Xi Jinping mencoba meredam obsesi negaranya terhadap properti dan mengatakan "perumahan adalah untuk tempat tinggal, bukan untuk spekulasi." Dalam beberapa bulan terakhir pihak berwenang telah menargetkan banyak hal mulai dari persetujuan mortgage dan eksposur bank terhadap perumahan, hingga pertumbuhan sewa dan harga tanah, untuk mendapatkan kontrol lebih besar atas pasar.

Mereka juga telah memberlakukan pedoman ketat pada leverage perusahaan real estat di bawah kebijakan "Tiga Garis Merah", yang mana bagi pelanggar yang melewati batas dilarang meminjam lebih banyak.
Pinjaman bermasalah ke sektor real estat melonjak 30% di lima bank terbesar menjadi 97 miliar yuan (US$ 15 miliar) dalam enam bulan pertama tahun ini, menurut sebuah laporan.

Perusahaan real estat menyumbang sekitar 30% dari obligasi gagal bayar pada semester pertama. Bank dan pialang saham utama tidak lagi menerima jaminan yang dikeluarkan oleh beberapa pengembang dengan tingkat utang signifikan.
Regulator China telah memperingatkan risiko yang lebih luas terhadap sistem keuangan negara itu jika kewajiban Evergrande senilai US$ 305 miliar tidak dapat diselesaikan, dan meminta perusahaan untuk segera menyelesaikan utangnya.
Evergrande berutang uang ke lebih dari 128 bank dan sekitar 121 lembaga non-bank, menurut isi surat yang bocor, yang ditulis oleh Evergrande kepada pemerintah akhir tahun lalu.
Puncaknya pada pekan lalu, investor ritel yang tidak puas, pembeli produk wealth management products (WMPs) - produk keuangan yang tidak diasuransikan yang dijual di China - berkumpul di markas Evergrande di Shenzhen menuntut uang mereka, setelah perusahaan hanya menawarkan pembayaran bertahap.

Obligasi luar negeri Evergrande sekarang diperdagangkan kurang dari 30 sen untuk satu dolar atau 70% lebih rendah dari harga aslinya, menunjukkan peluang gagal bayar sangat mungkin. Bloomberg melaporkan Kementerian Perumahan dan Pembangunan Perkotaan-Pedesaan China telah memberi tahu bank bahwa Evergrande tidak akan mampu membayar kewajiban utang yang jatuh tempo pada 20 September. Perusahaan juga menghadapi 15 pembayaran kupon obligasi sebelum akhir tahun, mulai dari 23 September.

Perusahaan mempertahankan Houlihan Lokey dan Admiralty Harbour Capital sebagai penasihat keuangan untuk menilai struktur permodalan dan mencari solusi untuk krisis likuiditas, memberi sinyal bahwa kegagalan untuk memperpanjang pembayaran "dapat menyebabkan gagal bayar di bawah pengaturan pembiayaan grup."
Di sektor lain, biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lama dapat membebani perusahaan-perusahaan China dan pada akhirnya menyebabkan peningkatan default (gagal bayar) di seluruh sektor perbankan dan manajemen kekayaan.

Obligasi yang diterbitkan oleh pengembang properti lain yang berutang besar, Guangzhou R&F, sat ini harganya 58% dari nilai nominalnya, dibandingkan dengan 72% pada awal bulan. Moody's menurunkan peringkat kredit dan memperingatkan kemungkinan kesulitan akan pembiayaan kembali utangnya. Obligasi dari Fantasia Group yang berbasis di Shenzhen, pengembang lain yang menghadapi kekhawatiran refinancing, diperdagangkan pada 56 sen untuk satu dolar.
Volatilitas di pasar obligasi domestik dan pasar dengan denominasi dolar AS akan memperburuk kesulitan refinancing beberapa pengembang, menurut S&P Global dalam sebuah catatan. Diperkirakan pengembang yang memiliki rating menghadapi 480 miliar yuan obligasi domestik dan luar negeri yang jatuh tempo dalam satu tahun.

"Ketika pembiayaan kembali menjadi tidak memungkinkan, pengembang harus membayar jatuh tempo secara tunai, [menjual] sumber daya berupa tanah dan bahkan konstruksi," katanya.
Nikkei Asia melaporkan Analis dan investor mereka hubungi masih percaya bahwa pemerintah akan melakukan intervensi sebelum Evergrande atau perusahaan lain yang lebih kecil menyebabkan guncangan sistemik. Mereka juga menunjukkan fakta bahwa bank memiliki cukup penyangga untuk menghindari krisis kredit besar-besaran.

Bank Rakyat China yang merilis analisis sensitivitas awal bulan ini yang menunjukkan bahwa jika rasio pinjaman buruk terhadap pinjaman pengembangan properti naik 15 poin persentase, dan terhadap mortgage sebesar 10 poin, rasio kecukupan modal rata-rata dari 4.015 bank yang dinilai akan hanya turun dari 14,4% menjadi 12,3% - masih di atas ketentuan minimum 10,5% menjadi 11,5%.
Hasilnya, utang yang dikeluarkan oleh pengembang yang lebih besar dengan neraca yang lebih kuat, seperti Sunac China Holdings, China Vanke dan Country Garden Holdings, masih bertahan sejauh ini, meskipun nilai ekuitas juga merosot antara 17% dan 26% dalam sebulan terakhir. Obligasi yang diterbitkan oleh China Minsheng Bank, yang memiliki eksposur terbesar ke Evergrande, turun secara singkat bulan ini tetapi dengan cepat kembali naik.

Meskipun demikian default sektor properti memiliki konsekuensi yang lebih luas. Hal itu dapat merusak kepercayaan konsumen jika mereka kehilangan uang jaminan untuk rumah yang belum selesai dibangun, selain itu jika gagal bayar memicu lumpuhnya pemasok dan kontraktor yang merupakan pengusaha besar, hal ini dapat memperburuk default di seluruh sektor perbankan.

Ekonomi China tersendat pada Agustus, dirugikan oleh langkah-langkah pandemi dan pembatasan pinjaman properti. Pertumbuhan penjualan ritel bulan lalu melambat menjadi 2,5% dari tahun lalu, dan penjualan rumah berdasarkan nilai transaksi merosot 20%, penurunan terbesar sejak awal tahun lalu, ketika lockdown di awal pandemi.

Investasi konstruksi mengalami kontraksi 3,2% dalam delapan bulan pertama tahun ini.
"Jika masalah Evergrande berlarut-larut untuk waktu yang lama, itu akan mengikis kepercayaan pembeli rumah dan investor, karena mereka mewanti-wanti siapa yang akan jatuh berikutnya," kata Michelle Lam, ekonom di Societe Generale. "Meskipun skenario kasus utama kami tidak memproyeksikan risiko sistem keuangan apa pun, kasus Evergrande mungkin akan merugikan ekonomi dan sektor properti secara luas kecuali pemerintah melonggarkan aturan deleveraging real estat."


https://www.cnbcindonesia.com/market...-ekonomi-china
gagal.jadi.nabi
jazzcoustic
jazzcoustic dan gagal.jadi.nabi memberi reputasi
2
1.1K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan