Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

evoladnuyAvatar border
TS
evoladnuy
Bukan Cinta, Hanya .... (21+)





Warning 21++
Harap bijak dalam membuka konten



1. El Iza


Namaku El Iza, mahasiswa semester akhir yang sebenarnya sudah malas untuk kuliah. Ingin buru-buru kerja, biar bisa dapat penghasilan sendiri. Hidup di kontrakan itu sama sekali tak menyenangkan. Kiriman dari orang tua? Pastinya ada, tapi jauh dari cukup. Kondisi keuangan sulit inilah yang pada akhirnya menjeratku di tempat ini!


Rumah kost-an ini sudah kutempati sejak pertama menyandang gelar mahasiswa. Rumah kost-an Sewu namanya. Entah apa yang mengilhami nama itu, aku tak begitu peduli.


Tinggal di ruangan berukuran 3×3 ini aku bisa hidup sejahtera sekaligus tersiksa. Loh, kok?


Ya, sudah lama aku ingin pindah, tapi tak bisa kulakukan. Karena hanya di tempat ini aku bebas apakah harus membayar biaya sewa atau tidak. Lebih sering, gratis. Kok bisa? Nanti kalian pasti akan tahu.


Hampir setiap pagi, seseorang akan mengetuk pintu kamarku, membawakan satu kantong berisi nasi bungkus dan teh manis hangat, sarapan pagiku. Puput, kekasihku adalah seorang gadis sederhana anak penjual nasi di sekitar rumah Kost-an Sewu. Gadis berusia dua tahun di atasku itu tinggal bersama ibu dan adiknya yang cantik. Sementara ayahnya sudah lama meninggal. Mereka berjuang demi hidup di jalan yang benar. Semoga tetap seperti itu.


Akh, Puput. Aku selalu dihantui rasa bersalah tiap kali melihat wajahnya. Aku mencintainya, tentu saja. Semua yang dia berikan tak bisa kubalas hanya dengan cinta, bukan? Apalagi cinta yang berbalut kebohongan. Akh, tidak! Aku tak pernah bermaksud mengkhianatinya. Semua terjadi karena ... uang! 


Sudah cukup memikirkan ini! Jam dinding di kamar sempitku sudah menunjuk angka delapan. Aku harus segera bangun dan mandi. Bu Dosen galak itu sudah menungguku.


Kurapikan tempat tidur ala kadarnya dan meraih celana kolor di kolong ranjang. Cuaca di kota ini sangat panas. Tidur pun aku hanya mengenakan celana dalam, dan bantal, dan guling dengan sarungnya yang mungkin sudah setengah tahun tak dicuci. Ah, masa bodohlah!


Krekk!


Belum selesai memakai kolor, pintu kamarku sudah dibuka oleh seseorang. Lagi. Aku lupa mengunci pintu. Ah, tidak. Kunci kamarku memang rusak beberapa hari ini, entah siapa yang merusaknya. Aku tak peduli. Toh tak ada harta yang bisa diambil di kamar jorok ini selain ... dada bidang dan wajah tampan ini.


Kupalingkan muka untuk melihat siapa yang datang. Biasanya yang datang pagi-pagi begini adalah Puput, mengantar sarapan. Namun, Puput tak pernah sembarangan membuka pintu tanpa mengetuk lebih dulu. Jadi itu pasti bukan dia.


Benar saja. Seseorang itu memang bukan Puput. Aku terpana dengan pemandangan di depan mata. Gadis berambut lurus sepunggung itu membanting pintu di belakangnya dan secepat kilat menghambur ke pelukanku.


Tubuh mulusnya menempel ketat padaku. Aroma shampo dan parfumnya yang segar menghampiri penciuman. Membuat naluri lelakiku perlahan bangkit dan ingin menyambutnya lebih jauh.


Kubiarkan dadanya kembang kempis dalam dekapan, sementara kedua tanganku ragu-ragu menyentuh lengannya yang terbuka, menyibak helai rambut yang jatuh menutupi kulit putihnya.


Nabila, gadis seksi menggairahkan tapi sedikit gila. Anak Bapak kost-ku.


Tok! Tok!


Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar, diikuti suara seorang perempuan.


"Mas El! Ini sarapanmu."


Secepat kilat kudorong tubuh Nabila dan memandang panik ke arah pintu. Sesekali kulirik gadis di dekatku itu. Raut wajahnya sedikit menyiratkan kekecewaan. Namun seperti biasa dia selalu bisa menguasai diri. Dengan santai dia menyibak rambut dan mengempaskan pantatnya di atas kasur keras. Tangan kirinya meraih remote TV, tapi aku dengan cepat merebutnya.


"Stttt!"


Aku mengisyaratkannya diam.


"Mas, kamu belum bangun ya?"


Tok! Tok! Tok!


Satu menit dua menit aku menunggu dengan bingung apakah harus menjawabnya atau tidak. Setelah kemudian aku berpikir bahwa berpura-pura tak mendengar lebih baik.


"Mbak Put." Terdengar suara dari arah lain. Suara seorang laki-laki. Bapak-bapak, lebih tepatnya.


"Tinggalkan saja bungkusannya di pintu seperti biasa. Mungkin Mas El nya belum bangun. Bapak sudah ndak tahan nih. Kebelet ke belakang."


"Aduh, Pak Jarot kok nggak bilang dari tadi sih kalau lagi sakit perut …."


Terdengar bunyi kresek-kresek pada gerendel pintu. Kemudian langkah-langkah menuruni tangga.


"Kan sekarang saya sudah bilang."


"Ya sudah ayo cepat, Pak!"


Lega. Itu perasaan yang kurasakan saat ini. Tak bisa kubayangkan bagaimana jika Puput memergoki kami, lebih tepatnya menemukan seorang gadis lain berada di kamarku memeluk tubuh telanjang dada ini. Betapa akan hancurnya hati gadis baik itu.


Sekarang perhatianku teralihkan pada laba-laba yang menggelepar menggoda di atas ranjang. Pandangannya terus saja menelusuri tubuhku, sesekali tersenyum sendiri. Entah apa yang sedang dipikirkannya.


Nabila sama sekali tak terusik melihat kenyataan bahwa aku telah memiliki kekasih. Karena memang hubungan kami tidak seperti itu. Nabila tak memiliki perasaan apa-apa padaku. Begitupun denganku. Lalu apa hubungan kami?


'Simbiosis mutualisme'


Dia menyebutnya begitu. Suatu hal yang kujalani tapi tak bisa kupahami dan tak bisa begitu saja diterima dengan akal sehat, sebenarnya. Namun, tatapan matanya selalu bisa melumpuhkan. Seolah ia satu-satunya senjata yang kumiliki di dalam sebuah peperangan.


Kuempaskan tubuhku dengan lemas di sisi lain ranjang. Berusaha menjernihkan pikiran agar bisa bersikap waras.


"Ada apa kamu pagi-pagi ke sini?" Akhirnya kubuka suara.


"Aku kangen kamu," godanya malu-malu.


Aku mendecih.


"Tubuh kamu lebih tepatnya," sambungnya lagi. Membuatku terperangah. Meski sudah hapal perilakunya tapi tetap saja ucapannya membuatku merasa rendah.


"Kamu nggak kangen tubuhku," sangkalku. "Kamu itu hanya haus untuk memenuhi hasratmu saja. Dan itu bisa kamu lakukan dengan siapapun, nggak cuma aku. Jadi jangan pernah bilang lagi kalau kamu kangen aku."


Dasar wanita amoral! Aku memaki dalam hati.


Kubuang muka dan memandang lurus-lurus ke pintu yang hanya berjarak dua meter di depanku. Berharap agar Nabila segera segera enyah dari sini.


"Ciee, kamu cemburu ya?" godanya lagi.


"Cemburu buat apa? Kamu membeli tubuhku. Aku hanya sebagai pemuas napsumu. Lalu bagian mana yang harus kucemburui?"


Aku tertawa, menertawai diriku sendiri. Dan keadaan yang membawaku sejauh ini.


Nabila terdiam, tapi tidak tampak tersinggung dengan ucapanku. Seperti biasa, wajahnya tenang. Membuatku kagum sekaligus muak. Bagaimana di dunia ini ada gadis seperti dia?


"Aku mau kamu. Sekarang!" katanya blak-blakan.


"Kamu pasti sudah gila."


"Ya, aku memang sudah gila. Kamu lama sekali menyadarinya."


Nabila beringsut mendekat dan dalam sekejap saja tubuhnya sudah merapat ke tubuhku.


Aku gugup. Sungguh tak seperti biasanya. Wajah itu mendekat nyaris menyentuh leherku. Biasanya aku akan tergoda dan segera menyambutnya. Namun, tidak kali ini. Tak seperti saat dia menerobos kamar saat datang tadi. Perasaan bergairah itu tiba-tiba saja lenyap. Entah kenapa.


"A-aku harus kuliah," kataku tergagap. "Dosen sudah menungguku."


Aku berusaha melepaskan diri dari pelukan gadis itu. Kudorong tubuhnya menjauh dan segera berdiri. Mengisyaratkannya pergi.


"Ah, kamu kok nggak seperti biasanya sih. Bulan ini kamu belum bayar sewa kost loh!"


Dia beranjak menuju pintu.


"Kutunggu nanti malam ya … uang sewanya!"


Lagi-lagi dia tersenyum. Menjatuhkan harga diriku serendah-rendahnya.


Sebelum pergi sudut matanya mengerling genit, dan sebuah colekan--lebih tepatnya belaian-- mendarat pada tubuh bagian bawahku. Membuat darah berdesir.


"Kolor kamu kebalik tuh!"


Akh, sial! Bagaimana pria sekeren diriku bisa dipermalukan oleh gadis amoral seperti dia!


Kututup pintu dengan perasaan marah. Bukan marah pada Nabila, tapi lebih kepada diri sendiri. Kubuka dompet untuk memastikan bahwa masih ada uang di dalamnya. Agar malam ini aku tak harus melayaninya.


Terkadang aku senang bercinta dengannya. Di waktu yang lain aku muak, merasa hina, merasa bersalah. Akh, perasaan ini terus saja berubah-ubah.



Bersambung ....
Diubah oleh evoladnuy 07-09-2021 04:20
Rohmatullah212
sirafila
bukhorigan
bukhorigan dan 11 lainnya memberi reputasi
10
5.4K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan