gagal.jadi.nabiAvatar border
TS
gagal.jadi.nabi
Afganistan: Perempuan, Nasibmu Dulu Dan Sekarang!
Berbicara mengenai Taliban, maka tiga kata ini yang muncul pertama kali di benak penulis: perempuan, Afganistan dan kekerasan.

Apakah penulis termakan berita-berita atau propaganda buruk tentang Taliban? Bisa jadi....


Afganistan dalam krisis seteleh negara itu dikuasai oleh Taliban. Sumber

Persoalannya, mungkin bukan hanya penulis yang tertipu.

Adalah fakta bahwa jutaan rakyat Aganistan yang terserak-serak saat ini merapat di Kabul dan perbatasan selatan Afganistan. Ribuan orang yang putus asa memenuhi bandara Kabul, mengadu nasib mendapat kesempatan emas bisa kabur dari negaranya. Sampai-sampai mati diterjang pesawat yang sedang take-off. Jutaan orang merapat di perbatasan selatan Afganistan dengan Pakistan dengan kisah yang sama: sebisanya kabur dari Afganistan.

Kesimpulan dari mereka itu semua adalah: ketakutan menghadapi atau menghindari kekerasan dari Taliban, IS IS, Lashkar-e-Taiba dkk. Sedikitnya ada 20 organisasi bersenjata atau teroris di Afganistan yang siap beradu otot dengan yang tidak sepaham dengan mereka masing-masing. 

Jalanan di Kota Kabul masih dipenuhi dengan kawanan bersenjata laras panjang, umumnya dari kelompok Taliban. Sudah seminggu, pemandangan menyeramkan di Kabul tersebut melebihi pemandangan kota-kota koboi Amerika Serikat 1800an. 

Banyak orang yang tidak percaya dengan apa yang terjadi di Afganistan. Banyak orang yang membayangkan Taliban sebagai penyelamat rakyat Afganistan dari penjajah, Amerika Serikat. Sekalipun media-media berita begitu gencar menyajikan berita jam demi jam tentang perkembangan seminggu terakhir di Afganistan, seperti CNN, The New York Times, The Guardian. Al Jazeera, FOX, Financial Times dll.

Puluhan atau mungkin seratusan wartawan dari seluruh penjuru dunia masih berada di Afganistan dan meliput apa yang terjadi di Kabul dan sekitarnya, juga di perbatasan Afganistan. Tidak ada yang melarang kehadiran mereka di sana, sekalipun Taliban, asalkan siap dengan nyawa menjadi taruhannya. Sebagian kecil orang Taliban juga masih bisa mengakses internet untuk menyampaikan apa yang terjadi dan itu tanpa sensor.

Afganistan bukanlah Xinjiang, di mana tak ada harapan bagi wartawan luar maupun dalam negeri Tiongkok untuk meliput apa yang terjadi dengan suku Uighur di sana, khususnya di dalam kamp reedukasi ala Komunis Tiongkok, apalagi untuk mewawancarai orang-orang Uighur. Internet di sana juga berjalan dengan sensor penuh. Bisa diterima perbedaan itu?

Kesaksian atau kisah beberapa perempuan Afgan berikut ini yang tinggal di Afganistan atau yang berada di luar negeri dan masih kontak dengan orang-orang Afgan dapat membantu kita untuk memahami ketakutan dan penderitaan mereka, khususnya para perempuan, selama ini hingga sekarang.


Shabnam Khan Dawran, jurnalis Afganistan, yang tidak diizinkan kembali bekerja oleh Taliban.
 Sumber

Shabnam Khan Dawran, jurnalis terkenal Afganistan dan sangat cantik, mendapat peringatan dari Taliban. Jurnalis yang bekerja bagi Radio and Television Afghanistan (RTA) Pastho, lembaga siaran milik Pemerintah Afganistan, itu tidak diizinkan memasuki kantornya dalam seminggu terakhir ini. Sekalipun dia telah memakai burqa dan menunjukkan kartu tanda pengenalnya, Taliban menyuruhnya pulang. Sementara para pekerja pria diizinkan bekerja seperti biasa.

Rezim telah berganti dan sistem telah berubah, kata Taliban kepada Shabnam Dawran. Pulanglah ke rumah!


Pernyataannya dapat diikuti dalam link berikut ini.

Khalida Popal, 34 tahun, mantan kaptem timnas sepakbola putri Afganistan yang saat ini tinggal di Denmark, memberi pesan kepada perempuan Afgan yang telah menggeluti sepakbola agar membakar atau menyingkirkan seragam nasional. kartu pengenal dan foto mereka dan semua benda lain yang membuktikan diri mereka sebagai pesepakbola demi keselamatan mereka sendiri.


Khalida Popal, mantan kapten timnas putri Afganistan, pada 2016. Sumber

Sangat meyakitkan,” ucap Popal dalam pesannya, “karena selama tahun-tahun terakhir, saya telah dan sedang berjuang untuk memberdayakan perempuan dewasa dan muda, mendapatkan hak mereka memakai seragam (timnas). Sekarang yang saya katakan adalah, ‘Lepaskan. Musnahkan seragam itu."

Quote:


Sekalipun menderita secara emosional, Popal tetap percaya bhw negaranya akan menjadi lebih baik kemudian hari.

"Pesan saya kepada setiap [...] orang, organisasi dan pemerintahan adalah jangan lupakan perempuan Afganistan. Mereka tidak melakukan sesuatu yang salah dan mereka tidak harus dilupakan seperti ini. Dan mereka butuh dukungan, mereka butuh perlindungan".

"Tolong, jadilah suara mereka, jadilah suara bagi mereka yang tidak bisa bersuara dan perempuan yang butuh pertolongan di Afganistan."

Hidup terkungkung dari dunia luar hampir dalam semua aspek kehidupan hingga mendapat kekerasan dan kimpoi paksa. Itulah mimpi buruk yang akan diterapkan oleh Taliban bagi semua perempuan di negara itu.
 
Ketika Taliban berkuasai di Afganistan dari1996 sampai 2001, pemahaman mereka pada Hukum Islam yang keras – terkadang dipaksakan secara brutal – menetapkan bahwa perempuan tidak boleh bekerja di luar rumah dan tidak dapat bersekolah. Perempuan harus menutup wajah dan kepala mereka dan harus ditemani muhrim-nya ketika keluar rumah. Juga hukum rajam bagi perempuan yang dituduh berzinah, kimpoi paksa, sebagai alat pembayaran atau ganti rugi atas kejahatan yang dilakukan oleh keluarganya pada orang lain (baad) dll.

Sementara jurubicara Taliban, Zabihullah Mujahid, pada konpersnya 17/8/2021 mengatakan bahwa para perempuan Afganistan akan diizinkan untuk bekerja dan bersekolah.

"Kami akan mengizinkan para perempuan untuk bekerja dan bersekolah dalam kerangka kerja kami. Perempuan akan sangat aktif dalam masyarakat kami." 


Dapatkah kita mempercayai janji Taliban itu??


Bibi Aisha, siapa yang tidak tahu atau lupa dengan namanya? Sosok perempuan Afganistan yang sangat fenomenal: korban kekerasan atau penyiksaan oleh para militan atau pejuang Taliban. Sudah lama... dan biarlah para pembaca mencari tahu sendiri. emoticon-Takut


Bibi Aisha.Sumber


Ah... mengapa kita melupakan pengungsi Afganistan yang ada di Indonesia? emoticon-Big Grin

Meena Asadi, 28 tahun, seorang karateka Afganistan yang saat ini mengungsi di Indonesia bersama keluarganya. Pada umur 12 tahun dia menginggalkan Afganistan menuju Pakistan, di mana dia memulai latihan karatenya dan kemudian mewakili Afganistan dalam South Asian Games 2010.


Meena Asadi. Sumber

Setahun kemudian, 2011, dia kembali ke Kabul dan membuka klub karate. Namun, pada 2015, dia terpaksa kabur kedua kalinya dari Afganistan dan akhirnya bisa mengungsi di Indonesia, bersama dengan suami dan putrinya yang saat itu berumur satu tahun.

Dengan kembalinya Taliban berkuasa di Kabul, Meena khawatir dengan semua yang telah dilakukan oleh rekan-rekan senegaranya.

“Semua pencapaian dan nilai dihancurkan, dan ini akan menjadi satu momen gelap untuk semua orang, khususnya bagi para perempuan dewasa dan muda,” kata prempuan berusah 28 tahun itu, yang kebetulan berasal dari suku minoritas, Hazara.

“Semuanya sudah berakhir bagi atlet perempuan,” kata Meena, yang pernah mewakili Afganistan pada South Asian Karate Championship 2012, di mana dia meraih dua medali perak.

“Mereka adalah ekstrimis dan mereka tidak percaya hak-hak azasi manusia atau hak-hak azasi perempuan”.

“Mereka tidak akan berubah … mereka adalah Taliban yang sama.”

Mayoritas pengungsi Afgan di Indonesia adalah suku Hazara. Mayoritas Hazara adalah penganut Islam Syiah dan mendapat mendapat kekerasan, penyiksaan dan pembunuhan di Afganistan selama puluhan tahun oleh militan muslim Sunni, termasuk Taliban dan ISIS.


Meena Asadi bersama para muridnya di Cisarua Refugee Shotokan Karate Club (CRSKC), Bogor, Indonesia. Sumber: UNHCR

Quote:

Wahai netijing endonesyah, mari menalar sehat! emoticon-Toast



Opini dengan sumber tulisan:

A female Afghan reporter says the Taliban refused to let her work. 'The regime has changed,' they reportedly said, 'Go home.' (yahoo.com)

Shabnam Khan Dawran's statement

Afghan women to have rights within Islamic law, Taliban say - BBC News

Khalida Popal: Ex-Afghanistan women's captain on risks of playing football - BBC Sport

Khalida Popal: How Afghanistan's football captain changed the face of women's game - CNN

Khalida Popal’s message for Afghanistan’s women’s soccer team - The Washington Post

Khalida Popal - Wikipedia

Khalida Popal: Former Afghanistan football captain speaks out on her country's fall to the Taliban - CNN

Afghan karate champion fears it’s game over for female athletes (msn.com)
Diubah oleh gagal.jadi.nabi 22-08-2021 11:49
RyuDan2255
ramma1986
fearmund
fearmund dan 36 lainnya memberi reputasi
33
9.5K
194
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan