Mungkin kita sudah terlalu sering dibutakan dengan kasus korupsi ataupun diskriminasi sehingga tidak lagi menaruh perhatian pada masalah kecil yang mungkin terlihat sepele namun sudah beberapa bulan ini menghantui komplek perumahan kami. masalah tersebut bukanlah begal maupun tawuran melainkan orang gila atau istilah terbarunya adalah ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa).

Ada beberapa alasan mengapa seseorang bisa jatuh ke dalam kondisi gangguan jiwa dan semua itu masalahnya ada di otak, bukan di jiwa (jadi seharusnya namanya adalah Orang Dengan Gangguan Otak). Salah satu penyebabnya bisa stress, frustasi, kelebihan beban hidup atau kecelakaan. Biasanya orang-orang yang menderita penyakit ini tak lagi bisa berpikir layaknya manusia normal dan mulai hidup sembarangan.



Beberapa ODGJ akan dirawat di rumah sakit jiwa atau oleh keluarganya sampai… yah, sampai Anda-tahu-sendiri. Kendati demikian tidak sedikit ODGJ yang berpetualang di alam bebas dan berakhir menjadi magnet terbalik bagi masyarakat. Coba Anda bayangkan, Anda baru bangun tidur dan hendak menikmati matahari pagi di depan rumah namun saat Anda membuka pintu ada ODGJ yang tidur di depan pintu Anda. Kira-kira bagaimana perasaan Anda?

Lalu coba bayangkan bila ODGJ tiba-tiba memasuki rumah makan dan duduk di kursi sembari memesan nasi goreng? Meskipun tingkahnya sangatlah normal namun penampilannya saja sudah cukup untuk melenyapkan selera makan. Kira-kira seserius itulah keberadaan ODGJ diantara kita.

Bukan berarti ODGJ bermaksud jahat, mereka sebenarnya tidak bermaksud apapun, hanya saja keberadaannya mengganggu, lebih mengganggu dari sekedar pengemis atau gelandangan. Ingin dinasehati maupun dibentak rasanya percuma, mereka mana ngerti. Jadi, bagaimana cara kita menghadapai ODGJ yang berkeliaran di jalan dengan pakaian lusuh dan tubuh bau nya?



Beberapa daerah tampaknya sudah menerapkan peraturan untuk menangkap dan mengirim para ODGJ ke rumah sakit jiwa agar tidak menimbulkan masahal untuk masyarakat. Pasal 44 ayat (1) KUHP menegaskan bahwa ODGJ tak dapat dihukum meski berbuat kejahatan apapun karna kurang sempurnanya akal dan jika ODGJ kedapatan berbuat kriminal maka mereka akan dikirim ke rumah sakit jiwa selama satu tahun untuk diperiksa.

Pasal ini menunjukkan bahwa pemerintah paham akan ancaman ODGJ. Pernah ada kasus mengenai ODGJ yang membunuh bayi dan melukai dua orang menggunakan sabit dan ada juga kasus ODGJ mengamuk dan merusak fasilitas umum. Mereka ini ancaman dan pemerintah tahu itu namun apa tindakan yang pemerintah lakukan pada mereka yang masih bebas di jalanan? Sendirian, tanpa keluarga, tanpa uang atau bahkan alas kaki untuk dikenakan.

Menurut Sandiaga Uno, ada sekitar 11 ribu ODGJ di Jakarta dan penanganan mereka adalah kewajiban pemerintah. Saat itu Sandiaga Uno masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Jakarta dan berencana untuk membangun sebuah pusat kesehatan mental untuk ODGJ namun seperti yang kita tahu dia mundur dari jabatannya untuk ikut pemilu dan proyek ini pun lenyap tanpa kabar.



Namun tidak semua seperti itu, di Purwakarta contohnya, para ODGJ akan direhabilitasi hingga sembuh dan pemerintah disana bahkan meminta dukungan masyarakat untuk melaporkan OGJ yang mereka lihat. Meski demikian saya tidak bisa menemukan berita yang sama untuk daerah lain yang menandakan kebijakan dari pusat untuk menangani masalah tersebut tidak ada, yang ada hanya kebijakan daerah masing-masing.

So what? Tidak ada. Buat apa ngurusin orang gila jika koruptor di depan mata saja tak bisa ditangkap? Apalah artinya ODGJ dibanding koruptor yang merugikan negara senilai trilyunan. Masalah ini hanyalah satu masalah kecil yang tidak akan diurus bila tidak menjadi viral. Sampai saat itu tiba, bersabarlah dengan ODGJ yang selalu duduk di depan pintu dan meneriaki orang-orang yang lewat.

Sekian dari saya mari bertemu di thread saya yang lainnya.

sumur sumur