zaeni96Avatar border
TS
zaeni96
Silaturahmi Kan Biasa, Saya Ingin Istilah yang Lain


"kalau silaturahmi kan sudah biasa, saya ingin istilah yang lain" 
Ucap Bung Karno kepada Kiai Wahab.

Lebaran sudah, sholat Ied pun sudah, saatnya acara Halalbihalal. Yang biasanya dilangsungkan di aula keluarga, rumah anggota tertua, atau kalau yang resmi biasanya di ballroom besar yang diadakan oleh kantor, lembaga atau organisasi tertentu. Sampai Presiden pun tiap tahunnya mengadakan halalbihalal di istana, entah tahun ini, mungkin virtual.

Meski halalbihalal ini menggunakan kosakata Arab, ternyata di Arab sana ngga ada acara ini, bahkan di dunia Islam pun hanya masyarakat Indonesia yang mengadakan halalbihalal. Walaupun kegiatan sejenis seperti ini tercatat sudah ada sejak masa Mengkunegara I atau Pangeran Sambernyawa. Setelah Idulfitri beliau menyelenggarakan pertemuan antara Raja, para menteri, punggawa prajuritnya di balai istana.

Para hadirin dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan keluarganya. Budaya ini kemudian ditiru oleh masyarakat luas dan menjadi budaya tahunan setelah lebaran. Tapi namanya belum Halalbihalal, kegiatannya belum melahirkan istilah "Halalbihalal" meskipun secara esensinya sama.

Nama halalbihalal baru digagas oleh KH. Wahab Chasbullah. Ceritanya gini.
Setelah Indonesia merdeka, bangsa ini terus diobok-obok sehingga dilanda gejala disintegrasi yang serius. Elit politik di berbagai tingkatan terus bertengkar berebut peran, pemberontakan terjadi dimana-mana, akar rumput bergejolak terkena hasutan demi hasutan.
Pertengahan Ramadan tahun 1948, Bung Karno memanggil sosok ulama Kharismatik KH. Wahab Chasbullah ke Istana, beliau dimintai pendapat mengenai kondisi sosial dan politik sosial Indonesia yang tidak sehat. Dengan tenang, Kiai Wahab memberi saran pada Bung Karno untuk menyelenggarakan silaturahim, apalagi sebentar lagi Hari Raya Idulfitri, momen di mana umat Islam disunahkan silaturahmi.

"Silaturahmi kan biasa, saya ingin istilah yang lain."
Jawab Bung Karno

"Oh itu gampang"
Kiai Wahab menimpali

"Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah 'halalbihalal'."
Kiai Wahab menjelaskan lebih lanjut

Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Lebaran saat itu mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahmi yang diberi judul "Halalbihalal" dan akhirnya mereka ada momentum untuk bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa.

Sejak saat itulah, semua instansi-instansi dan lembaga negara yang merupakan orang-orang Bung Karno menyelenggarakan Halalbihalal yang kemudian diikuti juga oleh masyarakat secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa yang mempunyai hubungan akar rumput yang kuat dengan ulama-ulama seperti Kiai Wahab. Jadi Bung Karno bergerak lewat instansi pemerintah, sementara Kiai Wahab menggerakkan warga dari bawah.

Istilah Halalbihalal ini kemudian menghasilkan analisa pertama (thalabu halâl bi tharîqin halâl) yang artinya mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan. Atau adalagi analisa kedua (halâl “yujza’u” bi halâl) yang kurang lebih artinya adalah pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan dengan cara saling memaafkan.

Kurang lebih gitu.


Selengkapnya di 
https://www.cangkeman.net
c4punk1950...
c4punk1950... memberi reputasi
1
385
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan