Di provinsi Madinah, Arab Saudi, ada sebuah kota yang dinamakan
Al-’Ula. Kota ini berada 400 KM dari bagian Utara kota Madinah dan 22 KM dari situs arkeologi
Mada’in Saleh. Sekitar abad ke-7 SM, kota ini masih dihuni oleh banyaknya warga di dalamnya. Namun seiring waktu, kota tersebut kini telah ditinggalkan. Meski begitu, dengan
image“Kota Hantu” yang dimilikinya, Kota Al-’Ula tidaklah seperti kota-kota hantu pada umumnya. Masih ada sejumlah peninggalan milik warga di masa lalu, mulai dari rumah, pasar bahkan masjid. Pemandangan yang disajikan di kota tersebut ternyata gak kalah indahnya sama kota Petra, Yordania. Dilansir dari
Okezone.com, pemandangan seperti dinding batuan vulkanik hitam, ngarai merah oker, hamparan pasir putih dan kebun-kebun palem masih mengelilingi sekitaran kota. Kota ini dibagi ke dalam 2 bagian,
Al-Shugaig di bagian utara dan
Al-Haf di bagian selatan.
Mada'in Saleh
Mengenai sejarah kota tersebut, konon katanya dulu kota Al-’Ula dihuni oleh kaum
Nabath. Mereka adalah kaum yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT untuk memahat batu menjadi ukiran, kerajinan hingga hunian bagi mereka. Faktanya, menurut
Wikipedia kaum Nabath ini adalah kaum yang menjadi leluhur kaum
Tsamud, kaumnya
Nabi Shaleh AS. Menurut catatan sejarah Islam, kaum Tsamud pada akhirnya di azab oleh Allah SWT usai aksi mereka yakni menyembelih Unta hasil mukjizat dari sang Nabiyullah. Unta tersebut merupakan jawaban dari tantangan yang diberikan oleh mereka kepada Nabi Shaleh AS. Kehidupan kaum Tsamud yang serba kekurangan, mulai makmur dan sejahtera sejak Unta tersebut datang. Namun, kehadiran Unta tersebut malah mengusik ketenangan kaum kafir Tsamud. Hingga satu waktu, Unta tersebut pun dibunuh. Nabi Shaleh yang murka pun memperingatkan kaum kafir untuk segera bertaubat dalam tempo 3 hari. Jika sampai 3 hari mereka tidak kunjung bertaubat, maka azab Allah akan menimpa mereka. Sayangnya, mereka keras kepala dan enggan bertaubat. Alhasil, mereka adalah salah satu kaum yang musnah akibat azab Allah SWT.
Apakah berarti kota Al-’Ula merupakan kota bekas kaum Tsamud? Begini faktanya. Masih dari situs Okezone.com, Wilayah tersebut tercatat sudah dihuni manusia sejak ribuan tahun silam. Di daerah tersebut, sempat berdiam suku kuno Arab bernama
Lihyan, yang diperintah Dinasti Nabatean (kaum Nabath) dari pusat kerajaan di wilayah Yordania saat ini. Selain pemukiman, mereka juga membangun kuburan-kuburan berukuran besar dengan memahat gunung-gunung batu di wilayah al-Hijr (Bebatuan) yang kini disebut Madain Saleh. Menurut
Wikipedia, dikatakan bahwa kaum Tsamud menetap di Gunung Athlab, Madain Shaleh. Akan tetapi, usai kaum Tsamud yang asli (yang diazab sama Allah) musnah, seorang sejarawan Inggris bernama
Robert G. Hoyland menyebutkan kalau wilayah Al-’Ula rupanya ditempati lagi oleh orang-orang baru. Nah, orang-orang tersebut juga menamai diri mereka sebagai kaum “Tsamud”. Karena wilayah tersebut hancur usai diazab oleh Allah SWT, kaum “Tsamud” yang tadi pun membangun kembali wilayah tersebut dan menjadikannya sebagai tempat tinggal mereka. Setelah itu, aktivitas warga pun kembali seperti sedia kala. Dengan demikian, bisa dikonfirmasi kalau wilayah Al-’Ula merupakan tempat bekas kaum "Tsamud" menetap.
Pada abad ke-13, wilayah Al-’Ula kian padat seiring dengan ramainya wilayah tersebut karena digunakan sebagai jalur perdagangan rempah-rempah.
Ibn Battuta sempat melintasi wilayah itu pada abad ke-14 (atau tepatnya pada 1326). Saat itu, Ibn Battuta mencatat bahwa anggota rombongannya juga enggan berhenti untuk minum di daerah tersebut saking ramainya, meskipun mereka sedang dalam kondisi kehausan. Konon Al-'Ula dan Madain Saleh disebut kota hantu atau kutukan, karena tidak ada orang lain di sini.
Konon katanya, ketika Islam hadir di jazirah Arab, kaum Nabath yang saat itu masih ada dan mendiami kawasan Petra hingga Damaskus, menolak keras ajaran Islam masuk ke wilayah kekuasaannya, yaitu Al-’Ula (karena Al-’Ula termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Dinasti Nabath). Dan untuk mencegah masuknya Islam ke wilayah tersebut, para “orang pintar” dari kaum Nabath menjatuhkan “kutukan” kepada kota tersebut. Kutukan tersebut justru mempengaruhi para warga Al-’Ula dan membuat mereka secara berbondong-bondong meninggalkan Al-’Ula karena takut terkena kutukan. Alhasil, kota tersebut pun dibiarkan kosong begitu saja sampai sekarang. Itu kalau dilihat dari segi mitos, padahal kenyataannya adalah kota ini sangat sulit untuk dimasuki oleh para turis pada saat itu. Belum lagi untuk mengurus visanya saja sudah lumayan sulit. Karena wilayah Al-’Ula termasuk ke dalam jazirah Arab, rasanya sangat jelas kalau iklim di kota ini sangatlah kering dan gersang. Namun, wilayah Al-’Ula rupanya memiliki kondisi tanah yang subur. Selain banyaknya kebun palem, ada juga beberapa kebun buah seperti Kurma, Jeruk, Anggur dan Delima.