firakusAvatar border
TS
firakus
Berjarak Sepetak
     

Quote:




Chapter 1: Pekarangan Kosong bak Playgrounds
Sebuah tanah kosong terletak di pusat bagian desa, letaknya yang tak jauh dari rumah warga membuat pekarangan itu jadi primadona tua dan muda. Tiga pohon besar menjulang tinggi seakan jadi pelindung dari panas dan hujan bagi yang bermuara di bawahnya. Semilir angin berhembus tertandai oleh melambainya dedaunan dan ranting yang seirama seraya memanggil warga sekitar untuk bertemu di titik yang sama.


Ade.. Awas! Jangan lari-lari, nanti nabrak temannya” teriak seorang Ibu.

Di sudut lain terlihat segerombol anak bermain oglong, lompat tali, dan mereka yang tak tergabung lebih memilih ngobrol ataupun sekadar bercengkerama ala anak belia. Bersamaan dengan itu tampak Ibu-ibu yang mencoba bergosip tipis-tipis seraya menemani buah hati.


Nina.. satu sendok lagi sayang..,” ucap seorang ibu dalam usaha membujuk anaknya untuk tetap makan.


Riang suara para balita bermain, celetuk keras Sang Ibu kepada buah hati sebagai bentuk peringatan, hingga gemuruh candaan teman seumuran pun jadi panggilan untuk segera merapat, tak terkecuali adalah aku (Jaya). Bunyi lonceng ke empat kalinya dalam sehari menjadi pertanda pulang bagi kami yang menimba ilmu di Sekolah Madrasah. Tanpa berlama-lama, sesampainya di rumah aku pun tak ragu untuk melepas seragam putih hijau dengan segera berganti celana pendek & kaos seakan penanda saatnya bersantai.


Jaya.. ayo cepat. Musril sudah menunggu di pekarangan,” terdengar teriakan dari luar rumah sebagai pengingat untuk ku bergegas.

Ia adalah Andi, teman satu kelas di SMP 1 Randu Cahaya, yang juga teman bermain sedari duduk di bangku Sekolah Dasar.


Bu.. aku main dulu,” ucapku berkabar kepada Ibu ku yang sedang sibuk memasak di dapur.


Celana pendek, berkaos oblong dan sandal jepit bermerek “Daimatu’ jadi seragam andalan saat bersantai bermain di pekarangan kosong, tempat ngumpulnya banyak warga dari lintas usia. Pekarangan nganggur milik Haji Syakhroni ini kabarnya sudah tak digunakan sejak 20 tahun silam. Aku sendiri masih ingat betul ketika masih kelas 1 SD, pekarangan yang terkadang tanahnya berlumut ini pun seakan menjadi arena terbaik bermain gangsing.


Bagi anak berumur 11 tahunan, aku sendiri tak banyak mengenal akan olahraga. Hanya olahraga yang dikenalkan di sekolah yang paling digemari, salah satunya adalah sepakbola. Di pekarangan kosong kami berbagi area dengan warga lintas usia. Kami berlima (aku, andi, Musril, Hito, Aryo) lebih memilih habiskan waktu dengan memainkan bola plastik. Diantara kami berlima, Hito paling jago dalam hal sepakbola. Tak heran kalau ia sesekali mengajari kami-kami yang tak piawai dalam olah plastik bundar (bola terbuat dari plastik) emoticon-Hammer2.


Jauh sebelum kami mengenal kata ‘Jugling’, skil itu paling sering kami lakukan dengan membentuk seperti lingkaran kami tunjukan atraksi tersebut secara bergantian. Terkadang aksi jugling kami hentikan, seraya anak kecil bersliweran yang tak sengaja masuk dalam arena kami bermain. Di pojok kiri, tampak pula anak-anak perempuan yang asik mainkan lompat tali, dengan tali terbuat dari karet yang disambung-sambung (bermain sempre’ng).  Sesekali Musril arahkan bola plastik ke kerumunan anak-anak perempuan, yang tak lain adalah ulah jailnya sengaja untuk modus agar bisa becanda dan meledek anak-anak perempuan emoticon-Cape d....


Di sisi kanan, tepatnya di bawah pohon jati setinggi kurang lebih 15 meter tampak pula bapak-bapak paruh baya yang bersantai, bergunjing  sembari berkutat dengan asap memompa paru-parunya. Sesekali amunisi mereka habis, tak jarang kami (anak laki-laki) sering diminta tolong untuk membeli (rok**)  dengan kembalian jadi iming-iming. Bukan imbalan yang jadikan kami segera berangkat, namun patuh dan menghormati orang yang lebih tua jadi pemikiran tersurat.


Wati.. udah mau Maghrib. Pulang Nak!,” Celetuk seorang ibu-ibu dari pinggir jalan yang ingatkan anaknya untuk akhiri bermain.

Matahari yang mulai mengumpat, suara orang tua yang sudah mulai cerewet, serta keringat sehat buah dari lari sana sini seakan jadi pertanda untuk kami semua tinggalkan tempat, dan segera pulang ke rumah masing-masing. Tak terasa sudah sekian lamanya tanah kosong ini sudah play ground bagi warga terdekat yang saat itu belumlah ada gadget.

~emoticon-Cool~

Diubah oleh firakus 14-02-2021 11:52
indrag057
anthraxxx
pulaukapok
pulaukapok dan 12 lainnya memberi reputasi
11
3.3K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan