Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI August Hamonangan menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta perihal pengadaan mobil pemadam kebakaran di Dinas Gulkarmat pada APBD 2019 yang lebih bayar atau lebih mahal Rp 6,5 miliar dari harga pasar. Menurut August, selisih harga Rp 6,5 miliar tersebut seharusnya bisa membiayai ratusan hidran mandiri untuk kawasan rawan kebakaran.
“Pemprov DKI sangat ceroboh dan tidak transparan dalam mengelola uang rakyat. Tidak heran masih ditemukan anggaran janggal dan kemahalan seperti mobil pemadam ini, selisih miliaran rupiah ini harusnya bisa membiayai hidran mandiri yang lebih bermanfaat untuk warga,” ujar August kepada wartawan, Selasa (13/4/2021).
BPK mencatat total indikasi kerugian daerah sebesar Rp 6,52 miliar dihitung dari selisih harga kontrak dengan harga riil untuk 4 item berbeda dengan rincian selisih harga antara lain unit submersible Rp 761,67 juta, unit quick response Rp 3,48 miliar, unit penanggulangan kebakaran pada sarana transportasi massal (robot LUF 60) Rp 844,19 juta, dan unit pengurai material kebakaran (robot MVF-5) Rp 1,43 miliar.
August menilai Pemprov DKI juga gagal menyusun prioritas anggaran dan mendahulukan pembelian robot pemadam kebakaran mahal yang sulit digunakan untuk mengatasi kebakaran di Jakarta ketimbang mengedepankan pengadaan hidran mandiri dan pelatihan SKKL atau sukarelawan pencegah kebakaran yang lebih dibutuhkan.
“Untuk peristiwa kebakaran kecepatan menjadi kunci utama, semakin cepat api dipadamkan, semakin minimal resiko dapat ditekan,” tambahnya.
Pada kebakaran Pasar Kambing pekan lalu misalnya, Dinas Gulkarmat membutuhkan waktu 10 menit untuk tiba di lokasi kebakaran, pada kurun waktu tersebut kebakaran yang terjadi di lapak perabotan di Pasar Lontar merembet ke lapak buah dan kelontong sehingga menyebabkan 174 lapak hangus terbakar dan kerugian mencapai Rp 1 Miliar.
“Dinas Gulkarmat tidak bisa bekerja sendiri, perlu didukung pengadaan sarana dan prasarana yang tepat, pembangunan hidran mandiri di lokasi padat penduduk dan lingkungan pasar harus jadi prioritas. Lalu perkuat dengan sistem sprinkler di fasilitas umum,” pungkas August.
Sebagaimana diketahui, BPK DKI Jakarta menemukan kejanggalan dalam pembayaran empat paket pengadaan alat pemadam kebakaran DKI dengan indikasi kelebihan pembayaran sebesar Rp 6,5 miliar. Berikut ini adalah rinciannya:
1. Unit Submersible
Harga riil: Rp 9.034.148.661,34
Nilai kontrak: Rp 9.795.825.000,00
selisih: Rp 761.676.338,66
2. Unit quick response
Harga riil: Rp 36.207.763.307,84
Nilai kontrak: Rp 39.689.491.500,00
selisih: Rp 3.481.728.192,16
3. Unit Penanggulangan Kebakaran pada Sarana Transportasi Massal
Harga riil: Rp 7.016.107.145,00
Nilai kontrak: Rp 7.860.300.000,00
selisih: Rp 844.192.855,00
4. Unit pengurai material
Harga riil: Rp 32.056.593.082,00
Nilai kontrak: Rp 33.490.295.500,00
selisih: Rp 1.433.702.418,00
Total selisih atau kelebihan pembayarannya 6.521.299.803,82.
SUMUR:
BEEREETAASATOE