Assalamualaikum, GanSis!Wah apa kabar? Rasanya lama sekali kita tak bersua.

Baiklah kali ini kita bakal membahas sesuatu yang bisa dibilang penting, tapi nggak penting-penting amat. Ya, setidaknya ane berharap ada sesuatu yang baik dari tulisan ini. Dan, syukur-syukur memberikan sebuah pandangan baru untuk GanSis sekalian. Sebenarnya apa, sih, yang ingin kita bahas?

1. Hakikat Kebenaran

Dari podcast Om Deddy Corbuzier edisi bintang tamu Sudjiwo Tedjo, ane dapat banyak pencerahan. Melihat cara pandang mayoritas masyarakat. Juga mencoba memahami arti sebuah kebenaran. Kebenaran yang sepertinya sangat susah didapatkan akhir-akhir ini.

Sudjiwo Tedjo berpendapat bahwa, siapa pun yang berbicara, jika itu benar, maka benar.

Ane setuju hal itu. Ane juga menerapkan itu dalam kehidupan sehari-hari. Makanya kadang ane nggak jarang dipandang nggak konsisten.

Kok bisa dipandang nggak konsisten?

Bagi kebanyakan masyarakat kita, jika kita menyukai sosok A, maka apa pun yang A lakukan itu benar. Apabila salah pun, harus dianggap benar. Dan, hal itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang tepat. Sebab, yang benar, maka benar.

Sudjiwo Tedjo sendiri sering dicap tidak konsisten.

Kadang berpihak ke tokoh A, lalu di lain waktu mendukung tokoh B, C atau lainnya.

Padahal, seorang tokoh bukanlah tolok ukur.

Tidak ada tokoh yang selalu baik, benar, dan tanpa kesalahan. Begitu pun sebaliknya. Tidak ada manusia yang selalu salah, dosa, dan jahat.

Sudjiwo Tedjo pernah dikatai cebong hanya karena sebuah komentar saat melihat Pak Jokowi menangis saat kehilangan sang ibu. Waktu itu Pak Presiden menangis masih dalam baju kepresidenan dan ada lencana di dadanya. Padahal, dalam protokol itu tidak boleh.



"Itu aku dibilang cebong. Di-retweet
'sudah jadi cebong'. Itu Indonesia," ungkap Sudjiwo Tedjo berapi-api. Miris. Namun, itulah kenyataannya.

2. Sifat Paradoks

Namun, kebenaran tunggal juga tidak serta merta menjadi satu-satunya kebenaran.

Menurut Sudjiwo Tedjo lagi, Allah saja memiliki sifat paradoks. Lewat asmaulhusna, kita bisa melihat sifat-sifat bertentangan itu. Seperti misalnya Allah itu Maha Meninggikan (Ar Raafi), tetapi Ia juga Maha Merendahkan Al Khaafidh.

Dari sini kita diajarkan untuk tidak hanya menganut kebenaran tunggal, melainkan ganda.

Kita harus lebih bijak untuk berpikir dan mencerna.

Kita harus bisa menempatkan diri, kapan waktunya percaya pada kebenaran tunggal atau sebaliknya. Intinya, lebih bijaklah! Lalu, setelah itu kita akan bisa paham kebenaran yang sesungguhnya.

3. Pentingnya Istiqamah

Sudjiwo Tedjo kemudian membuka hati kita dengan sebuah kata istiqamahatau yang dalam kata baku KBBI ditulis istikamah, yaitu dengan cara bercerita singkat tentang dalang. Dalang yang kita kenal sebagai orang yang memainkan lakon wayang, menurut Sudjiwo Tedjo adalah orang yang memiliki keahlihan mumpuni. Seorang dalang harus bisa segala seluk beluk dunia wayang, dari menatah (membuat) wayang sampai menabuh gamelan.

Namun, tahukan kita jika seorang dalang 'haram' hukumnya untuk menjadi seorang pembuat wayang atau yang lainnya, seperti penabuh gamelan.

Kenapa?

Sebab, dalang menjunjung tinggi asas istikamah.

Apa sebenernya istikamah itu? Dalam KBBI diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsisten. Dalang adalah orang yang pekerjaannya memainkan lakon wayang, tetaplah menjadi seperti itu apa pun yang terjadi.

Sebab, apabila kita melanggar asas tersebut, bukan hanya kita, tetapi orang lain bisa menjadi rugi. Semisal seorang dalang menjadi pembuat wayang, itu artinya mengambil lahan orang lain. Jika sudah demikian, kedua belah pihak bisa dirugikan.

Sang dalang kehilangan idealismenya, lalu si pembuat wayang menjadi berkurang lahannya. Jadi, tetaplah konsisten! Istikamah.

Nah, demikian tulisan ini ane akhiri.

Semoga ada pelajaran yang bisa kita ambil.

Sampai ketemu di tulisan ane selanjutnya.

Wassalamualaikum.

Opini pribadi dengan sebagian lain mengambil referensi di podcast Om Deddy

GIF