Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

marilyn88Avatar border
TS
marilyn88
Suku Unik Gak Harus Nyentrik, Hingga Sang Penjelajah Lautan
Ratusan ribu suku bangsa tersebar di penjuru dunia, 1.340 diantaranya berada di Indonesia. Setiap suku memiliki identitas tersendiri bisa dari pakaian, corak wajah, atau bahkan modifikasi fisik. Atas nama budaya semua itu bisa sah-sah saja, tapi tidak semua suku menghadirkan keunikan buatan, ada juga yang terjadi karena natural.

Sejumlah suku bangsa diberkati anugrah sehingga terlihat berbeda, mereka memiliki sisi unik tanpa banyak pernak-pernik karena semuanya terjadi karena genetik.

1. Suku Dinka (Sudan Selatan), Kampungnya Manusia Paling Tinggi Di Planet Bumi



Sekitar satu dekade lalu dunia terpukau dengan kehadiran film Avatar, publik bertanya-tanya dari mana James Cameron sang kreator film mendapatkan inspirasi cerita fiksi semacam ini.

Bentuk tubuh suku Na'vi yang menghuni Pandora tinggi menjulang, dengan postur yang amat panjang, perawakan seperti ini terinspirasi dari salah satu suku yang memiliki keunikan secara genetik dari tanah Afrika mereka adalah suku "Dinka".

Dinka merupakan penduduk asli Sudan Selatan yang bermukim disekitar aliran Sungai Nil. Di negara ini melihat orang dengan postur tinggi menjulang sudah menjadi hal biasa, pria atau wanita dengan tinggi badan 2 meter berlalu lalang dijalanan.

Anda akan dikategorikan sebagai orang pendek walaupun memiliki tinggi badan 180 cm, selain tinggi suku Dinka juga memiliki ciri tubuh kurus nan ramping. Banyak yang mengira asupan makanan mereka hanya terserap untuk menambah panjang badan saja sehingga susah menggemuk, anggapan tersebut tentu saja keliru.

Suku Dinka mempunyai tradisi hanya makan dua kali sehari yaitu pagi dan malam, masyarakat Dinka tidak punya kebiasaan makan siang, mereka juga hanya mengkonsumsi ikan, ayam, serta buah-buahan.

Ikan dan ayam cenderung dinikmati dengan cara di asap atau di bakar, suku Dinka jarang memasak daging sapi karena sapi menjadi hewan ternak yang sangat berharga sebagai nilai tukar dalam prosesi pernikahan.

Lalu mengapa suku Dinka bisa tinggi menjulang, semua ini adalah anugrah alami. Genetik suku Dinka terjaga dengan fisik tinggi dari generasi ke generasi, Manute Bol contohnya ia merupakan pemain basket NBA pada periode 80 hingga 90-an.

Manute Bol menggenggam rekor sebagai pebasket tertinggi sepanjang sejarah NBA yakni 2,31 meter. Manute terlahir dari ayah yang memiliki tinggi badan 2,03 meter serta ibu dengan postur 2,08 meter, bahkan sang kakek memiliki tinggi yang lebih menakjubkan yaitu 2,39 meter.

Suku yang secara genetik berlabel manusia tertinggi di dunia ini juga memiliki sebuah ritual unik. Dinka akan menggores jidatnya dengan batu hingga menghadirkan bekas luka permanen, satu goresan luka menandakan usia hidup selama 5 tahun, semakin banyak bekas luka dibagian kening berarti semakin tua pula usia orang tersebut.

2. Suku Pygmy (Rep. Afrika Tengah), Manusia Mungil Si Anak Hutan



Pygmy adalah istilah untuk etnis berbadan pendek yang tidak mencapai 150 cm, kaum Pygmy tersebar di berbagai penjuru, seperti Asia Tenggara, Australia, Papua Nugini, hingga Amerika Selatan, tetapi Pygmy yang paling unik bermukim di Afrika Tengah.

Tidak seperti di negara bertetangga, misalnya Indonesia - Malaysia atau Portugal - Spanyol yang memiliki ciri fisik serupa, Republik Afrika Tengah yang bertetangga dengan Sudan Selatan justru punya perbedaan bak bumi dengan langit dalam hal postur fisik.

Sudan Selatan yang dihuni suku Dinka sebagai manusia paling tinggi di dunia, sedangkan suku Pygmy di Afrika Tengah adalah manusia paling mungil di planet bumi.

Ini bukanlah sindrom Dwarfisme, tinggi mereka tidak ada yang melewati 1,5 meter. Orang dewasa terlihat seperti anak-anak, pria berusia 30 tahun tampak layaknya kakek tua. Hal ini lantaran suku Pygmy lebih cepat menua dari manusia kebanyakan, mereka akan terlihat tua bangka saat usia 40 tahun.

Masa hidup suku Pygmy juga relatif lebih singkat yang biasanya tutup usia pada umur 30 sampai 40 tahun, keanehan lainnya mereka sudah dinyatakan dewasa dan boleh menikah saat menginjak usia 9 tahun.

Meski berbadan mungil, suku Pygmy lebih dikenal memiliki tenaga yang sangat kuat. Pygmy juga handal berburu dan memiliki kemampuan menirukan berbagai suara binatang, daging rusa serta semut hutan menjadi santapan favorit suku Pygmy.

Gen manusia paling kecil di dunia ini tinggal di dalam belantara hutan, suku Pygmy hidup terbelakang tanpa aliran listrik. Tapi itu lantaran bukan ketidakmampuan pemerintah setempat, suku Pygmy memang menolak untuk hidup di kota dan memilih nyaman dengan suasana hutan.

Memiliki julukan anak rimba, suku Pygmy hanya punya bahasa bicara namun tidak punya bahasa tulis. Meski demikian mereka tidak menolak berbagai pemberian orang kota seperti makanan, baju, hingga alat elektronik bertenaga baterai.

Jika Indonesia memiliki lagu bangun tidur ku terus mandi tidak demikian dengan suku Pygmy, hal pertama yang mereka lakukan saat bangun pada pagi hari adalah benyanyi dan menari.

Kaum Pygmy juga sangat menjunjung tinggi kesetiaan, Pygmy tidak mengenal kata gonta-ganti pasangan dan hanya setia pada satu pasangan sampai akhir hayat.

3. Laron (Ekuador), Nenek Moyang Bangsa Ekuador Merupakan Suku Kurcaci



Ratusan tahun lalu bangsa Spanyol yang menjajah Ekuador yang amat terkejut kala tiba di pesisir selatan, para penjajah terheran-heran setelah menemukan suku asli di kawasan Loja yang dihuni para kurcaci.

Tenyata nenek moyang bangsa Ekuador mengidap sindrom Laron, sindrom ini berbeda dengan Dwarfisme, tulang mereka tidak bengkok dan bentuk tubuhnya tidak menggempal, kelainan hanya terfokus pada lambatnya pertumbuhan tinggi badan.

Pengidap sindrom Laron memiliki tinggi badan 100 hingga 120 cm, sindrom laron mengalami kelainan organ hati sehingga zat insulin penumbuh badan tidak bisa berkembang.

Pada masa penjajahan, sesama pengidap sindrom laron dilarang menikah satu sama lain, karena hal itulah yang membuat manusia kurcaci berkembang biak, sehingga membentuk suatu etnis layaknya suku dan bermukim di Ekuador Selatan.

Akar sindrom laron yang menjadi lambang nenek moyang bangsa Ekuador masih terjaga hingga saat ini, sensus kedokteran 2020 menyatakan hanya ada sekitar 400 orang di dunia yang mengidap sindrom laron dan 1/3 nya berada di Ekuador.

Meski mengalami kondisi fisik tidak sempurna ada berkah tersendiri bagi para penyangga sindrom laron, akibat kelainan pada organ hati sindrom laron menghasilkan sensitifitas ekstra terhadap insulin, hasilnya mereka kebal dari penyakit diabetes, kanker, dan pikun.

DNA manusia dengan sindrom laron mampu mematikan berbagai jenis penyakit mematikan tersebut. Hingga saat ini manusia dengan sindrom laron masih dalam bahan penelitian ilmuan kesehatan untuk menemukan obat ampuh penyakit diabetes dan kanker.

4. Kepulauan Solomon, Rambut Pirang Bukan Hasil Persilangan



Solomon Island merupakan negara kepulauan di tengah Samudera Fasifik letaknya berada disisi timur Papua Nugini, negeri ini dihuni oleh 95% suku Melanesia ciri khasnya berkulit gelap dan berambut pirang.

Penduduk kepulauan Solomon adalah satu-satunya populasi manusia di dunia dengan fenomena seperti ini.

Dahulunya rambut pirang dianggap sebagai hasil persilangan dari bangsa Eropa, apalagi kawasan ini menjadi lokasi meledaknya perang dunia ke-2. Namun anggapan tersebut salah besar, rambut pirang masyarakat Solomon murni milik gen Melanesia bukan berasal dari gen bangsa Eropa.

Mereka selalu punya daya tarik tersendiri, kulitnya hitam seperti orang Afrika namun memiliki rambut pirang layaknya orang bule.

5. Suku Bajau (Indonesia & Asia Tenggara), Sang Penjelajah Lautan



Tidak usah jauh-jauh ke negeri orang untuk mencari suku yang dianugerahi keunikan secara genetik. Indonesia memiliki suku Bajau, Bajau merupakan suku yang identik dengan kehidupan laut dan mereka tersebar di wilayah indonesia Timur, Kalimantan, Sulawesi, serta laut Filipina dan Malaysia.

Suku Bajau terkenal dengan kemampuan menyelam yang luar biasa, sampai-sampai berbagai julukan disematkan dari manusia ikan hingga penjelajah lautan.

Skill menyelam suku Bajau terkadang tak bisa di terima akal sehat, bagaimana tidak, karena pemuda Bajau mampu menyelam hingga mencapai kedalaman 70 meter tanpa alat bantu pernafasan, mereka juga mampu menyelam secara terus-menerus selama 13 menit, padahal manusia biasa hanya mampu menahan nafas di dalam air dalam hitungan detik hingga 1 menit saja.

Fakta ini jelas membuat publik tercengang, rasa penasaran digali oleh peneliti bernama Melissa Ilardo. Wanita asal Amerika Serikat yang tengah mengejar gelar Doktor di University of Copenhagen melakukan penelitian langsung terhadap suku Bajau di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.

Dalam penelitian bertajuk Kehidupan Manusia di Lautan, hasil observasi Ilardo membuahkan hasil yang memuaskan. Ternyata genetika suku Bajau memiliki ukuran Limpa 2x lebih besar dari manusia biasa.

Organ Limpa memiliki peranan yang amat penting saat menyelam, karena berfungsi melepaskan oksigen ke dalam tubuh.

Selama ini anggapan publik yang mengira suku Bajau memiliki paru-paru lebih besar ternyata tidak benar, ukuran limpa suku Bajau yang lebih besar ketimbang manusia lainnya di dapat secara genetik, yakni turun-temurun.

Saat ini budaya hidup di laut ala suku Bajau mulai memudar, seiring modernisasi banyak kalangan suku Bajau yang memilih lebih menyibukan di daratan.

6. Suku Moken (Thailand), Melihat Jernih Di Dalam Laut



Pernah mendengar nama suku Moken, Moken merupakan suku dari Thailand yang juga akrab dengan lautan, mereka menghuni Laut Andaman di bagian barat negeri Gajah Putih.

Dari tampak luar tidak ada yang istimewa dengan suku Moken, ternyata mereka diberkahi penglihatan istimewa.

Suku Moken terkenal karena bisa melihat jernih di dalam lautan, mereka tidak perlu alat bantu seperti kacamata renang atau yang lainnya, suku Moken selalu menyelam dalam keadaan mata telanjang.

Semua ini berlandaskan atas ajaran turun-temurun, anak-anak kecil dibiasakan untuk tetap membuka mata kala berenang dalam hamparan air asin. Jika manusia biasa mengeluh perih atau jarak pandang yang buram tidak demikian dengan suku Moken, mereka tetap mampu melihat secara jernih.

Pupil mata suku Moken akan bekerja secara elastis, yakni tetap bisa terbuka lebar meski berada di dalam air. Sedangkan pada kondisi manusia biasa, pupil mata akan otomatis mengecil.

Namun keahlian suku Moken biasanya ini luntur seiring bertambahnya usia, pria Moken berusia 30 tahun keatas membutuhkan bantuan kacamata renang untuk tetap bisa melihat jernih di dalam air.








Author : Marilyn88

Published : 14 Desember 2020, 10.30 WIB

Diubah oleh marilyn88 14-12-2020 03:32
Junmai92
bigjerro
6666661234
6666661234 dan 30 lainnya memberi reputasi
31
5K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan