pacific.frontAvatar border
TS
pacific.front
Apakah CAATSA Akhir Dari Mimpi Su-35 Indonesia?


Halo semua! Kembali lagi di Pacific Front Channel! Channel YouTube yang membahas topik-topik dan peralatan militer, terutama untuk kebutuhan TNI.

Untuk topik militer menarik lainnya bisa dibaca di sini.

Setelah F-5 Tiger TNI-AU pensiun beberapa tahun lalu, Sukhoi Su-35 menjadi pilihan utama sebagai penggantinya. Rencana dan diskusi dengan pihak Rusia sudah dilakukan, tapi sampai sekarang belum ada yang nyata.

Lalu, UU CAATSA disahkan oleh AS pada 2017. Di bawah UU ini, negara yang melakukan transaksi bisnis dengan Rusia terutama di bidang pertahanan terancam mendapat sanksi dari AS, bahkan embargo.

Apa Itu CAATSA?
Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act adalah UU federal AS yang memberikan sanksi kepada Iran, Korut, dan Rusia. Pada dasarnya UU ini dibuat untuk menghalangi ketiga negara ini berbisnis dengan siapapun. Baik itu suatu negara, perusahaan, bahkan individu. Target dari UU ini termasuk bidang energi dan pertahanan. Itulah mengapa rencana pengganti F-5 Tiger TNI-AU dan pembangunan jalur pipa gas Jerman NordStream 2 terancam.

Tapi ada beberapa negara yang tetap melakukan pembelian peralatan pertahanan dari Rusia tanpa mendapatkan sanksi. Salah satunya India. Bagaimana bisa?

Inkonsistensi CAATSA
Meskipun UU ini terlihat sangat mengancam, tahun 2018 India berhasil mendapatkan 5 baterai sistem pertahanan udara S-400 dari Rusia.

Saya menemukan tulisan yang sangat bagus yang membahas soal ini berjudul,
Inkonsistensi CAATSA: Studi Kasus Pembelian Senjata S-400 India
Oleh Dian Naren Budi Prastiti dari Universitas Indonesia. Dalam tulisannya, banyak sisi politik luar negeri yang dibahas di luar cakupan artikel ini, jadi agan bisa lihat tulisan lengkapnya di sini.

Ada statement yang saya sangat setuju. Ia menulis bahwa CAATSA sebagai instrumen diplomasi koersif AS tidak bisa diaplikasikan ke setiap negara secara kolektif. Akan selalu ada pengecualian dalam penerapannya yang membuat UU ini tidak efektif.

Ada beberapa faktor yang membuat UU ini tidak efektif buat India. India sudah menjadi partner strategis AS di kawasan Asia Selatan dalam beberapa dekade terakhir. Dan kecil kemungkinan untuk AS mau merusak hubungan yang sudah terjalin lama dengan menghalangi rencana pertahanan India. Itu hanya akan membuat India kehilangan kepercayaan terhadap AS, dan membuat India berpindah posisi.

AS tetap membujuk India untuk meninggalkan rencana pembelian S-400 dengan menawarkan produk persenjataan AS. Yaitu F-21, F-16 yang ditawarkan untuk dibuat di India. Tapi India tetap menolak. Karena F-16 tidak dapat membawa rudal Brahmos, dan Pakistan sudah punya F-16. India tidak mau memiliki senjata yang sama dengan Pakistan.

Tanpa adanya penawaran tandingan yang menggiurkan dari AS, sangat normal bila India tetap pada rencana awal mereka. Terutama setelah meningkatnya ketegangan antara India - Cina dan India - Pakistan, S-400 adalah yang dibutuhkan India.

Kita harus paham juga kalau rencana pembelian persenjataan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dilaksanakan. Rencana pembelian S-400 India sendiri sudah direncanakan jauh sebelum UU ini dicanangkan. Jadi secara teknis akan sulit untuk tiba-tiba membatalkannya.

Lalu apa yang terjadi bila suatu negara membeli persenjataan Rusia setelah UU ini disahkan?

Mesir dan Turki tetap membeli peralatan Rusia meskipun diperingatkan oleh AS.

Mesir mulai mendapatkan 5 dari sekitar 20 Su-35 dari Rusia. Alasan mereka membeli jet tempur Rusia kurang lebih sama dengan Indonesia. Mereka ingin mendiversifikasi peralatan tempur mereka. Dan F-16 yang mereka miliki memiliki kualitas yang inferior dibandingkan F-16 yang ada di kawasan.

Sedangkan Turki, bisa dibilang kasusnya lebih rumit. Dari yang saya pelajari dari sebuah artikel dari Forbes, keputusan Turki ada hubungannya dengan keamanan dalam negeri. Kita masih ingat percobaan kudeta Turki tahun 2016 lalu. Pihak yang melakukan kudeta mengarahkan F-16 untuk menjatuhkan bom di Ankara termasuk gedung parlemen Turki. Dan sistem pertahanan udara buatan barat milik Turki terbukti tidak efektif bila dihadapkan dengan AU Turki sendiri. Jadi mereka membutuhkan sistem pertahanan udara yang tidak terintegrasi dengan jaringan pertahanan Turki yang ada.

Apa yang bisa kita pelajari dari ketiga contoh ini?
Meskipun UU ini terlihat mengancam, ada kepentingan yang lebih besar seperti keamanan nasional, hubungan bilateral, dan stabilitas regional yang dapat mengesampingkan UU ini.

Jika penawaran tandingan AS kurang menarik atau tidak menarik sama sekali, sebagai negara yang memiliki politik luar negeri bebas aktif, kita memiliki hak untuk menjalin perdagangan dengan siapapun.

Terakhir, dibalik politik dan kebijakan luar negeri yang terlibat pada akhirnya semua kembali ke bisnis. AS tentu ingin mendominasi pasar pertahanan melalui penjualan senjata, suku cadang, dan pelatihan.

Apa yang bisa kita lakukan?
Tentu kita bisa meminta waiver kepada AS untuk dibebaskan dari sanksi UU ini. Seperti India, Mesir, dan Turki. Melihat peran Indonesia di kawasan Laut Cina Selatan, besar kemungkinannya untuk ini.

Selanjutnya kembali lagi ke AS. Penawaran tandingan apa yang coba mereka tawarkan? Kita tahu beberapa waktu lalu AS menawarkan F-16. Namun beberapa hari kemarin kita dikejutkan dengan berita dari surat kabar Prancis La Tribune yang mengatakan kalau Indonesia dalam fase akhir pengadaan 36-48 Rafale.

Tidak mau kuenya diambil oleh Prancis, pagi ini terdengar kabar kalau PLT Menhan AS tiba di Indonesia dan kemungkinan akan bertemu Menhan Prabowo. Kira-kira apa lagi yang akan ditawarkan AS? Kita tunggu saja.

Dan jangan lupa cendolnya Gan!


Lihat video:




tien212700
kallong29
banyumasman
banyumasman dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.9K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan