Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

RibaoAvatar border
TS
Ribao
Bukan Biden Atau Trump, Xi Jinping-Putin Justru Dinilai Sebagai Pemenang Pilpres AS




Pertarungan antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dari Partai Republik dengan capres dari Partai Demokrat, Joe Biden untuk memperebutkan Gedung Putih masih terus berlanjut. Hingga Jumat (6/11), proses perhitungan suara masih terus dilakukan di sejumlah negara bagian AS.

Proses Pemilu AS yang berlangsung lebih lama dan menegangkan kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sorotan dunia pun ikut tertuju pada AS sambil menanti siapa yang akan memimpin negara adikuasa tersebut.

Berdasarkan data dari The Associated Press, Joe Biden masih unggul dengan mendapatkan 264 suara elektoral. Sedangkan Trump baru mendapatkan 214 suara elektoral. Seperti yang diketahui, setiap capres harus mengantongi 270 suara elektoral demi memperebutkan Gedung Putih dan menjadi Presiden AS.





Terlepas dari itu, South China Morning Post (SCMP) memberitakan jika pemenang Pilpres AS bukanlah Trump ataupun Biden. Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin dinilai sebagai pemenang sesungguhnya Pemilu AS 2020.

Hal tersebut diungkapkan oleh kolumnis Peter Kammerer. Ia menilai baik Xi dan Putin justru telah berhasil meyakinkan warganya jika sistem pemerintahan mereka jauh lebih unggul daripada demokrasi Barat yang selama ini diagung-agungkan oleh Amerika.

Apalagi, sejumlah aksi Trump saat menjabat sebagai Presiden AS dinilai telah menjadi "berkah" tersendiri dan bukti kuat. Trump kerap menunjukkan sedikit perhatian pada konstitusi negaranya dan menyebarkan kebencian. Bahkan, Trump dalam beberapa kesempatan berniat untuk melecehkan konstitusi AS dengan menyatakan akan menjabat sebagai Presiden AS hingga tiga periode.

Xi dan Putin selama ini dinilai telah cukup baik dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara mereka. Hal ini ditunjukkan dari penanganan pandemi virus corona hingga permasalahan ekonomi. Berbanding terbalik dengan pemerintahan Trump yang dinilai gagal total menangani pandemi, dan memicu runtuhnya perekonomian AS hingga seolah membongkar sistem demokrasi di Negara Paman Sam yang terkesan korup.

"Dia menyebut Tiongkok dan Rusia sebagai rival terbesar Amerika," ujar Kammerer dimuat media Hong Kong seperti dilansir dari SCMP, Rabu (4/11). "Menjatuhkan sanksi dan menggunakan retorika yang mengancam."

"Salah urus, dari wabah COVID-19 di mana pemakaian masker dan jarak sosial justru diserang," sambungnya. "Runtuhnya ekonomi Amerika dan angka pengangguran yang luar biasa telah memudahkan para pemimpin Tiongkok dan Rusia untuk berpendapat bahwa demokrasi telah rusak dan korup."




Kammerer juga turut menyoroti Biden yang dianggapnya tidak mengesankan selama menjalani masa kampanye, bahkan saat Biden menjadi Wakil Presiden AS di pemerintahan Barrack Obama. Menurutnya, Biden tidak seburuk Trump. Namun, Biden juga memiliki catatan rasisme dan misogini, hingga dianggap telah memicu krisis pengungsi setelah mendukung perang di Irak.

"Tidak seperti Trump, dia adalah seorang politisi dengan pengalaman hampir lima dekade yang memahami bagaimana sistem bekerja," ungkap Kammerer. "Di mana ada batasan dan betapa pentingnya kerja sama dan kompromi."

"Meski tidak seburuk Trump, Biden juga memiliki catatan rasisme dan misogini dan Biden adalah orang yang sangat berhati-hati dalam hal konflik," lanjutnya. "Ia mendukung perang di Irak yang memakan ratusan ribu nyawa sipil, menyebabkan krisis pengungsi dan memicu lahirnya kelompok teroris Negara Islam."


Sementara itu, media The Diplomat menyebut tidak penting siapa pemenang dari Pilpres AS. Pasalnya, Partai Komunis Tiongkok telah melihat diri mereka sebagai pemenang utama. Apalagi, kepemimpinan Trump dinilai semakin membawa AS terpuruk dan Tiongkok bersinar di mata dunia.

"Pengamat luar menunjukkan citra Tiongkok yang babak belur di luar negeri, terutama di Eropa, sebagai akibat dari pandemi COVID-19 dan diplomasi agresif. Tetapi para pemimpin Tiongkok terus melihat dunia pasca-COVID-19 sebagai milik mereka," tulis editor The Diplomat, Shannon Tiezzi. "Ungkapan itu adalah jargon partai untuk anggapan kebangkitan kekuatan Tiongkok dan kemunduran Amerika Serikat."



Sumber :
https://today.line.me/id/v2/article/...es%20AS-kK11vo




Belum ada yang terpilih secara sah jadi presiden.
Jadi tetap semangat.

Diubah oleh Ribao 06-11-2020 17:09
drago999
drago999 memberi reputasi
1
809
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan