Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NinaahmadAvatar border
TS
Ninaahmad
Pengalaman Mistis di Taman Hutan Raya


Syika dan Mahluk tak Kasat Mata





Secara pribadi aku adalah orang yang tidak begitu percaya dengan hal-hal mistis. Hingga pada akhirnya kejadian menimpa padaku sekitar 5 tahun lalu. Pengalaman mistis yang membuat bulu kuduk merinding, dari ditangani pihak medis hingga harus menjalani ritual pengobatan tradisional. Saat itu, cerita berawal dari adanya tempat wisata di Taman Hutan Raya atau lebih dikenal dengan nama Tahura yang menyimpan beribu keindahan alam sampai di telingaku. Dari cerita itu, membuat aku dan kawan-kawan penasaran dan memutuskan untuk berpetualang di Taman Hutan Raya.


Oh, iya, sebelumnya aku ceritakan sedikit tentang Taman Hutan Raya. Tahura terletak di salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, yaitu Kecamatan Sinjai Borong. Menempuh perjalanan sekitar 2 – 3 jam dengan kendaraan roda dua dari arah Kota Sinjai. Setelah memasuki kawasan Sinjai Borong hawa dingin seketika akan terasa menusuk tulang. Untuk sampai pada Tahura perjalanan menempuh sekitar 20 menit dari ibu kota kecamatan. Setelah memasuki gerbang Tahura, dingin akan terasa semakin menusuk.




Siang itu sekitar pukul 14. 00 WITA, aku beserta rombongan yang berjumlah 8 orang memasuki gerbang Tahura. Seketika dingin dan kabut tebal menyambut. Karena adanya peraturan untuk memarkir kendaraan pada area yang telah ditentukan, kami pun memarkir kendaraan sesuai dengan aturan, meski tempat parkir dan lokasi tujuan agak jauh dan harus di tempuh dengan berjalan kaki untuk sampai di puncak dengan melapor terlebih dahulu pada pos penjagaan. Menempuh perjalanan sekitar 15 – 20 menit jalan kaki untuk sampai pada pos jaga. Demi keamanan, aku dan rombongan melopor dan meminta izin untuk menyusuri area Tahura. Dengan menapaki tangga yang jumlahnya sangat banyak berlahan aku dan rombongan mulai berjalan menuju puncak.




“Masih jauh nggak, sih? udah penat nih,” keluhku.

“Iya elaaah baru segitu, ini belum setengahnya. Buruaaan, bentar lagi azan asar loh,” jawab Nia—salah satu rekanku.

“Beneran penat, lutut terasa pengen lepas dari tempurungnya,” jawabku, dan disambut dengan tawa terbahak-bahak dari kawan-kawanku.

“Jangan cengeng ah, yuk!” ujar Jaya, sembari menarik tanganku.



Perjalanan dilanjutkan, sesampai di puncak di sambut dengan hutan belantara yang terbilang masih sangat alami. Pohon tumbuh tinggi menjulang dan tumbuh secara teratur. Sebuah rumah panggung yang lumayan besar disiapkan sebagai tempat peristirahatan sementara para pengunjung. Karena hari sudah sore tak ada pengunjung lain, ditambah dengan pemandangan hutan belantara di depan mata, membuat seketika suasana sedikit terasa menyeramkan. Karena tak tahan dengan penat yang mendera, segera aku menaiki rumah panggung dan kuhempaskan tubuhku di ruang tengah. Aku tak peduli kawan-kawanku yang lain, tak tahan rasanya pelupuk mata begitu berat. Karena penat dan rasa ngantuk menyerang, tanpa kusadari aku tertidur, dan terjaga tatkala tubuhku terasa terguncang.


“Nin, bangun woi,”

“Haaah, saya di mana?” tanyaku setengah sadar sembari mengucek-ngucek mata yang masih terasa berat.

“Kamu ini pingsan apa tidur? buruan wudhu, udah hampir jam 5 sore, bentar lagi kita pulang,”

Bergegas aku bangkit dan menuju WC yang lokasinya terpisah dari rumah panggung, terletak sekitar 3 meter di sebelah kiri rumah panggung.

“Temani aku yah,” ucapku sembari menarik tangan Nia.

Setelah menunaikan shalat, dan kawan-kawanku yang lain sudh berkumpul kembali, bergegas aku dan rombongan meninggalkan rumah panggung. Jam menunjukkan pukul 17. 35 WITA tatkala aku mulai menuruni tangga satu per satu. Kami meninggalkan lokasi sebelum azan magrib dan sepakat untuk menunaikan shalat magrib pada masjid yang terdapat di kota kecamatan. Setelah melapor pada petugas, berlahan kami beriringan meninggalkan gerbang dan bergerak pulang.


Jam menunjukkan pukul 20.15 WITA ketika aku telah sampai di rumah dengan selamat. Setelah menunaikan shalat isya aku tertidur dan terjaga tatkala sakit perut menyerang. Seketika peluh keringat dingin membanjiri. Aku berteriak sekencang-kencangnya. Seisi rumah seketika berhamburan masuk ke dalam kamar, tubuhku terguling kian kemari menahan rasa sakit perut yang tiba-tiba menyerang. Ibuku berlahan menggosokkan balsem di perut dan punggung dengan harapan mengurangi rasa sakit, tetapi hasilnya nihil. Karena isi perut terasa semua akan keluar, aku meminta pada kakak laki-lakiku dan Ibu untuk membantuku ke kamar kecil. Disertai buang air besar dan muntah-muntah dengan bau yang seketika membuat seisi rumah menutup hidung. Seluruh isi perut terasa keluar.


Akhirnya, salah satu kerabat meminta bantuan pada salah satu tenaga medis yang kebetulan besebelahan rumah denganku. Tiga butir obat-obatan berwarna hijau, putih dan orange serta 1 kapsul disodorkan padaku. Tanpa berfikir panjang satu per satu obat tersebut aku telan. Berlahan rasa sakit sedikit mulai reda. Namun, tidak lama kemudian rasa sakit kembali menyerang dua kali lipat dari rasa sakit sebelumnya. Aku kembali meminta bantuan untuk menuju kamar kecil. Setelah berkali-kali muntah dan buang air besar, seketika tubuhku terasa lemas. Ibu kemudian berinisiatif untuk membawaku ke puskesmas terdekat.


Waktu menunjukkan pukul 01.15 WITA, tiba-tiba ketukan pintu terdengar.

“Assalamu'alaikum.” terdengar suara dari balik pintu utama. Ibu bergegas ke ruang tamu dan membuka pintu. Sosok Kadek—tetangga rumahku yang terkenal dukun kampung tiba-tiba muncul.

“Saya dengar anakmu muntah-muntah disertai buang air, yah?” samar-samar terdengar suara Kadek di ruang tamu.

“Iya, dan belum berhenti sampai sekarang. Kami berniat mau membawanya ke puskesmas,” jawab Ibuku.

“Tunggu, saya liat dulu kondisi anakmu,”

Sosok Kadek pun dipersilakan oleh ibu untuk melihat kondisiku yang sudah mulai lemas.

“Anakmu ini terkena Syika namanya. Ambilkan saya baskom plastik kecil!” Perintah Kadek pada kakakku.

Sejenak aku melirik, berbagai macam jenis dedaunan dicampur menjadi satu oleh Kadek, kemudian diremas-remas dengan kuat hingga mengeluarkan air. Air yang dihasilkan oleh dedaunan terlihat berwarna hijau pekat.


“Bangun!” perintahnya padaku sembari membantuku untuk duduk. “Minum ramuan ini hingga habis!” lanjutnya. Air ramuan terasa sangat pekat dan pahit, rasanya begitu mual.


“Siapkan saya baki, isi dengan sabut kelapa!” perintahnya pada Ibuku. Sesaat kemudian ritual pengobatan kembali dilanjutkan. Dengan komat kamit Kadek mulai mengobatiku. Asap dari sabut kelapa ditiupkan pada ubun-ubunku.


Setelah ritual selesai, tiba-tiba tubuhku terasa ringan, tulang-tulang terasa lunglai, rasa ngantuk begitu hebat menyerang dan akhinya aku tertidur pulas. Aku terbangun tatkala terasa tubuhku terguncang, aku membuka mata, mentari sudah bersinar dengan terang. Seluruh persendianku terasa remuk. Pandanganku tertuju pada kawan-kawan petualang ke Tahura kemarin sedang mengelilingiku.


“Hei, kok kalian semua di sini?” tanyaku heran.

“Ibumu menghubungi kami subuh tadi, dan kami sepakat untuk menjengukmu pagi ini,” jawab Ita.

“Eh, ngomong-ngomong kemarin pas kita di gerbang Tahura, saat kita akan pulang, kalian liat nggak kakek-kakek tua beruban, baju putih, celana pendek, pake tongkat dan bungkuk?” tanyaku.

“Nah, kebetulan aku juga pengen nanya kekamu, di gerbang kemarin itu kamu ngobrol dengan siapa?” tanya Jaya dan Mawar bersamaan.

“Iya dengan kakek-kakek itu, memangnya kalian nggak liat?”

“Haaah!” teriak mereka spontan dan kompak.

“Jangan berhalusinasi, kami nggak melihat apapun. Makanya kami heran ketika kamu mengobrol sendiri di gerbang itu,” ujar Mawar.

“Apa ada hubungannya dengan sakit yang hampir merenggut nyawaku semalam yah?” tanyaku dalam hati.

Sejak saat itu, aku tak pernah lagi memiliki keberanian untuk menginjakkan kaki di Tahura, meski dengar-dengar saat ini pemerintah terus menggenjot pembangunan pariwisata di sana.


#oktoberhantu

Buat sicantik frislly Herlinda, Citra Prima dan Rika Ardilla pengen nanya nih,

1. Benaran nggak sih, penyakit aneh yang menyerang tiba-tiba ada kaitannya dengan mahluk tak kasat mata?


2. Bangaimana mengenali tempat-tempat yang dihuni mahluk tak kasat mata?


Note :
Syika : Istilah penyakit dalam bahasa bugis. Sakit perut yang tiba-tiba menyerang saat malam hari yang disertai buang air besar dan muntah-muntah dengan bau yang tak tertahankan. Dipercaya oleh orang Bugis karena gangguan mahluk tak kasat mata.


Penulis : ninaahmad
Sumber : Pengalaman Pribadi
Gambar :
Link
Dokpri
Diubah oleh Ninaahmad 18-10-2020 20:59
miniadila
indrag057
tien212700
tien212700 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
1.3K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan