esportsnesiaAvatar border
TS
esportsnesia
Menyikapi Komentar Body Shaming dengan Profesionalitas


Bekerja di industri esports menjadi suatu kebanggaan dan tampak menyenangkan bagi banyak orang. Akan tetapi, esports tidak melulu berbicara soal pemain dan gameplay. Industri ini sendiri bisa dikatakan sudah semakin berkembang dan komunitasnya pun meluas.

Akan tetapi, resiko yang dihadapi oleh orang-orang yang menggeluti ranah esports juga tergolong berat. Termasuk berbagai perundungan yang dilontarkan warganet, baik kepada player, komunitas, hingga shoutcaster/caster.

Salah satu caster esports sekaligus pemain yang pernah mengalami perundungan di dunia siber adalah Veronica “Velajave” Fortuna. Vela dikenal sebagai salah satu caster perempuan Indonesia profesional yang sudah go international.

Dirinya pernah mengalami kasus yang kurang mengenakan di media sosial, yaitu perundungan fisik atau body shaming. Bagaimana Vela menanggapi masalah tersebut?

Esportsnesia mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Velajave mengenai kasus perundungan yang dialaminya. Simak penjelasannya di bawah ini!

Mengenal Sosok Veronica “Velajave” Fortuna
Gemar bermain video game sejak kecil.

Veronica Fortuna atau yang dikenal dengan nama panggungnya, Velajave rupanya memiliki ketertarikan terhadap dunia gamesejak kecil. Bermula dari sering melihat kakak laki-lakinya bermain game konsol seperti PS, Nintendo, hingga PC, Vela pun tertarik ingin melakukan hal yang sama.

Hampir semua platform pernah dicobanya. Mulai dari Tamagotchi sampai PC. Namun, salah satu game yang dipilih dan digemarinya sampai sekarang adalah Dota 2.

Ia bermain Dota 2 untuk pertama kalinya di warnet, yang letaknya berdekatan dengan rumah tinggalnya saat itu. Semakin sering bermain, alhasil pengetahuan Vela mengenai game semakin berkembang.

Ia juga mengaku pernah bermain game ini bersama teman-teman perempuannya. Kemahirannya dalam bermain Dota 2 serta memiliki percaya diri yang kuat, tidak sedikit teman-temannya menyarankan Vela untuk menjadi caster.

“Malah teman-teman pada ngomong, aku disuruh coba untuk jadi caster. Itu lho, yang ada di YouTube. Aku coba cek di YouTube, nontonin caster luar Indonesia sama Indonesia,” ujar Vela kepada Esportsnesia.

Setelah menontonnya dari YouTube, ia pun langsung terpana dengan Sheever dan ODPixel. Sheever merupakan salah satu host sekaligus caster perempuan asal Belanda, yang sangat menekuni dunia Dota 2. Perempuan inilah yang menginspirasi dirinya untuk menjadi caster sampai sekarang.

Meniti Karier Sebagai Caster yang Go International
Velajave selama berprofesi sebagai caster.

Pertama kali Vela mencoba menjadi caster adalah di turnamen kecil-kecilan milik temannya sendiri pada 2015. Di turnamen kecil tersebut, ia pernah mengalami hal yang kurang mengenakkan.

Saat itu, Vela direndahkan oleh beberapa orang, karena menjadi caster perempuan. Namun, masalah ini tidak membuat ia mengurungkan niatnya untuk terus maju dan berprestasi di bidang yang disukainya. Pantang menyerah, Vela pun mengunjukkan dirinya dengan mengikuti kontes-kontes casteruntuk esports.

Kompetisi caster yang pernah diikutinya pertama kali adalah Indonesia Caster Academy. Kontes ini didirikan oleh Ligagame, serta merupakan ajang pencarian caster berbakat untuk Dota 2. Saat itu, Vela berhasil memperoleh juara dua. Namun, dirinya mengaku masih belum puas terhadap pencapaiannya tersebut. Sifat gigihnya tidak surut untuk terus mencoba lagi, dan mendapatkan yang lebih besar.

Vela mengikuti kontes caster selanjutnya, yang bertajuk Acer Predator Caster Hunt. Lagi, dirinya berhasil memenangkan kompetisi caster ini. Akan tetapi, kemenangannya membuat ia masih ingin terus berkembang lagi.

Setelah menang dari kontes tersebut, Vela mendapatkan tawaran untuk mengisi peran caster berbahasa Inggris Dota 2 di Mall Taman Anggrek. Pertandingan Dota 2 ini diikutsertakan oleh para player se-Asia Tenggara. Dari situlah, karier Vela melonjak hingga menjadi caster profesional yang go international.

Cibiran Body Shaming dari Warganet


Vela menuturkan, cukup banyak warganet yang menurutnya belum dewasa dan bijak dalam menggunakan media sosial. Tidak hanya orang dewasa yang menjadi pelaku cyber bullyingseperti body shaming.

Namun, ada juga anak-anak di bawah umur yang melakukannya. “Kalau kita lihat, banyak komentar enggak jelas dan yang harusnya enggak ada di sana. Pas dibuka profilnya, ternyata masih anak-anak. Cyberbullying itu sekarang makin marak,” ujarnya.

Pengalaman cyberbullying yang pernah diterimanya sampai saat ini adalah komentar body shaming dari audiens. Komentar body shaming yang diterima Vela rupanya tidak hanya berasal dari satu platform, melainkan di platform media sosial lainnya.

Awalnya, dirinya mampu menghiraukan anggapan tersebut, dengan terus fokus akan pekerjaannya secara profesional. Namun, lama kelamaan komentar body shaming dari orang-orang justru terdengar semakin menyebalkan.

“Ketika kita bekerja, ya kita bekerja secara profesional, dibayar secara profesional. Dan harusnya aku enggak punya hubungan sama orang-orang di luar sana. Harusnya mereka enggak men-judge diriku apapun yang mereka lihat. Kalau mereka enggak suka secara profesional, ya enggak apa-apa. Tapi kalau bukan soal pekerjaan, kan agak gimana ya,” ungkap Vela.

Menurut perempuan yang sempat menjadi caster di Piala Presiden Esportss 2020, pengalaman mendapatkan perlakuan body shaming sudah ada sejak ia bermain Dota 2. Akan tetapi, Vela masih menerimanya dan hanya menganggapnya sebagai candaan.

Namun, ketika berpindah dari Dota 2 ke platform mobile, perkataan dan komentar orang-orang terhadap dirinya terasa semakin menyebalkan dan menimbulkan rasa takut untuk menghadapinya.

“Ketika masuk ke sana, kenapa jadi banyak. Atau mungkin karena aku ter-notice. Kok aku semakin takut, banyak banget kata-kata yang bikin aku speechless. Di komentar IG ada, komentar IG kerjaan, live chat YouTube. Terus kalau bikin konten sama orang lain, dan itu ada. Sampai-sampai ada juga EO pernah melakukan hal yang sama ke aku,” ungkap Vela ketika berbagi pengalamannya.

Dengan pengalamannya mendapatkan komentar body shaming, membuat Vela menyadari bahwa salah satu jalan untuk mejadi terkenal di esports adalah memiliki fisik yang bagus. Selain memiliki penampilan fisik menarik, watak yang menghibur juga mudah dikenal banyak orang. Mengingat profesi caster esports mengharuskan untuk tampil di depan publik.

Meskipun sampai sekarang masih ada yang berkomentar negatif, Vela berusaha untuk tidak membuka dan menanggapinya lagi. Sejak saat itulah, dirinya selalu berhati-hati ketika membuka media sosial, khususnya DM. Ia selalu melihat nama, foto, dan halaman profil orang yang telah mengirimkan pesan kepadanya.

Pentingnya Dukungan Orang Terdekat dan Memiliki Mental yang Kuat


Dukungan orang terdekat dan bermental kuat adalah yang utama.
Bagi Vela, dengan adanya banyak perundungan di komunitas, penting sekali untuk terus mendukung satu sama lain. Jika ada yang mengalami masalah serupa dengan dirinya, mereka akan saling membantu untuk membawa permasalahan tersebut ke jalur hukum.

Selain itu, ia juga memilih untuk cerita ke teman sesama perempuan yang dekat dengannya, apabila mengalami masalah seperti perundungan. Kebanyakan dari mereka ikut mendukung dan mencari solusi bersama.

Di samping itu, Vela juga berpendapat bahwa cobaan hidup di esports tergolong berat. Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa pekerjaan di esports tampak menyenangkan.

Namun lain cerita jika seseorang terjun ke esports, karena minat, hobi, dan kecintaannya terhadap dunia game. Ditambah dengan memiliki mental yang kuat, tahan banting, berpengetahuan luas, perilaku yang baik, dan kerja keras, maka jalan karier di esports terbuka luas.

“Kalau enggak punya mental kuat bakal jadi zonk. Seperti yang aku bilang, bahkan ada orang yang sudah commit, dan sudah siap aja bisa berhenti di tengah jalan. Itu enggak cuma satu atau dua. Kita tahu berapa banyak di esports yang selalu ngadepin komentar netizen,” ujarnya.

Mengenal Body Shaming dan Dampaknya ke Korban
Velajave, caster professional yang pernah menerima perundungan fisik
Dilansir dari Riliv, body shaming merupakan tindakan mengejek atau berkomentar negatif terhadap keadaan fisik maupun tubuh seseorang. Bagian atau objek yang seringkali dikomentari oleh banyak orang adalah wajah, ukuran badan, kecacatan fisik, dan segala penampilan yang tidak memenuhi standar kecantikan.

Tanpa disadari, perilaku body shaming marak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kedengarannya seperti bercandaan biasa, namun komentar body shaming justru akan memperparah kondisi mental korban.

Body shaming kerap kali menimpa public figure seperti selebgram, artis, influencer melalui platform media sosial. Seperti Vela yang menjadi caster esports profesional. Ia mengungkapkan bahwa pekerjaannya saat ini memang mengharuskan dirinya untuk tampil di depan kamera. Meskipun pekerjaan ini sesuai dengan minatnya, resiko yang diterimanya pun juga berat, yaitu menghadapi ujaran kebencian berupa body shaming.

Ada berbagai macam dampak yang diterima oleh korban body shaming. Salah satunya tentu dampak kesehatan mental. Tidak sedikit korban mengalami depresi, eating disorder atau gangguan makan, hingga kehilangan kepercayaan diri.

Korban juga merasa tidak mencintai diri sendiri, karena terlalu sering diejek secara fisik, baik di media sosial maupun bertatap muka.

Ancaman Pelaku Body Shaming
Velajave menjadi caster di MPL

Body shamingdianggap termasuk salah satu bentuk tindakan perundungan. Di Indonesia, sudah memberlakukan hukuman bagi para pelaku body shaming. Dilansir dari Indonesiabaik.id, penghinaan secara fisik di media sosial bisa dilaporkan ke pihak yang berwenang.

Pelaku akan dijerat dengan UU ITE Pasal 27 ayat 3, yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak  mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp, 750 juta.”

Kemudian berdasarkan Pasal 315 KUHP menyatakan, “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Jika mengalami perundungan fisik atau body shaming di media sosial, tidak perlu takut untuk melaporkannya ke kepolisian. Sertakan juga bukti-bukti kuat seperti hasil tangkap layar dari media sosial atau percakapan di platform digital lainnya. Pelaku tentu akan dijerat hukum yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.


Sumber : Esportsnesia
anjaniidw
Handikaweh
tien212700
tien212700 dan 16 lainnya memberi reputasi
15
5K
77
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan