Anak merupakan dambaan setiap pasangan yang sudah menikah. Kehadirannya merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi keluarga.

Namun, tidak semua pasangan cepat dikaruniai rezeki ini oleh Sang Maha Pemberi Hidup. Ada yang dipercepat kehadirannya, ada pula pasangan yang memang diuji kesabarannya dalam mendapatkan buah hati.


Sumber gambar: budaya-indonesia.org

Di wilayah Tegal, ada sebuah tradisi semacam upacara perkimpoian yang mempelainya merupakan sepasang poci tanah berukuran raksasa. Upacara ini dinamakan Mantu Poci. Suatu upacara yang diselenggarakan oleh sepasang suami istri yang telah lama menikah tetapi belum dikaruniai keturunan.







Layaknya pesta perkimpoian pada umumnya, mantu poci dihadiri oleh para tamu undangan. Tempat penyelengaraannya didekorasi sedemikian rupa, lengkap dengan sajian makanan dan hiburan untuk mereka yang hadir. Tidak ketinggalan juga, si empunya hajat menyediakan kotak sumbangan yang umumnya berbentuk rumah.

Wow! Segitunya, ya, GanSis 😲😲

Umumnya, masyarakat Tegal masih melakukan tradisi mantu poci ini. Selain dipercaya bisa segera diberi keturunan, si penyelenggara bisa merasakan seperti layaknya orang tua yang telah berhasil membersarkan putra-putrinya.

Menurut informasi yang ane dapat dari Wikipedia, tradisi mantu poci diperkirakan mulai ada pada tahun 1930-an. Daerah pesisirlah yang biasanya menggelar acara ini, seperti Tegalsari, Muarareja, Tunon, Cabawan, dan Margadana.

Poci dihias dengan rangkaian bunga melati kemudian di arak kelilung kampung. Setelah itu, diletakkan di atas kursi yang telah dihias dan diapit oleh kedua orang tua yang belum punya momongan tersebut atau yang punya hajat. Bak manten yang duduk di pelaminan. Pocinya ada dua jenis, GanSis, yaitu poci laki-laki dan poci perempuan.

Biasanya, acara digelar selama tiga hari berturut-turut. Bagi mereka yang merasa pernah disumbang oleh si pemilik hajat, akan datang dengan membawa bawaan sebagai balasannya. Bisa berbentuk uang, beras, telur, dan sebagainya.

Para saudara dan tetangga si empunya hajat akan datang membantu. Di sinilah terlihat, betapa besarnya rasa gotong-royong antar sesama yang masih dijunjung tinggi.

Hem, unik juga, ya, Gaes. 😉

Namun sayang, tradisi yang berkembang di Tegal ini kini mulai hilang. Bahkan katanya, banyak warga asli yang tidak mengetahui tradisi mantu poci. Mungkin, hal ini dikarenakan, biaya yang dikeluarkan bisa dibilang tidak sedikit. Kalo ane, sih, jujur sayang harus mengeluarkan kocek yang sefantastis ini. Mending, untuk keperluan yang lain aja, ya, GanSis. 😉