Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

umiazizaAvatar border
TS
umiaziza
Gara-Gara Skincare
Aku masih ingat betul sebuah kalimat terakhir yang dia ucapkan sebagai kata perpisahan. "Maaf, kita tidak bisa bersama lagi," katanya waktu itu, kemudian berlalu tanpa menoleh lagi. Well, hidup memang begitu. Seperti kata pepatah, jika ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Ya, bagaimanapun, kucoba untuk terlihat baik-baik saja, meski hati ini rasanya begitu tersiksa.

Cukup sulit bagiku untuk melupakannya. Sebab, kami menjalin hubungan cukup lama, kurang lebih sekitar empat tahun. Ditambah lagi, dia pergi hanya dengan kata maaf dan tanpa alasan yang jelas. Sebulan, dua bulan, dan tepat tiga bulan setelah perpisahan, aku bertemu dengannya di halaman kafe yang dulunya menjadi tempat favorit kami.

Mantan kekasihku itu tampak begitu bahagia. Seorang wanita dengan wajah putih mulus sedang menggandeng lengannya mesra. Wajah glowing itu, dari mana asalnya wanita itu mendapatkannya jika bukan dari skincare? Ya, kurasa demikian.

Aku memilih melanjutkan langkah, meski dalam hati sedang ada bisikan-bisikan untuk mencakar wajah perempuan itu atau malah menjambak rambutnya.

Aku menundukkan wajah saat jarak kami benar-benar dekat. Bagaimanapun juga, kuyakini bahwa saat mata kami bertemu nanti, aku akan menangis. Sebab, rindu terhadapnya masih ada dan rasa cinta ini tentu masih tersimpan untuknya.

"Alina," sapanya.

Ah, kenapa dia harus menyapa? Demi Tuhan, aku ingin menjerit saat ini juga. Aku perlahan mengangkat wajah dan tersenyum tipis ke arahnya.

"Apa kabar?" tanyanya.

Hey, dia itu bodoh atau apa? Tentu saja aku tidak baik-baik saja. Pasalnya, aku akhirnya tahu alasan dia pergi meninggalkanku. Hubungan empat tahun kami, terputus akibat perempuan yang lebih cantik dariku.

"Aku baik," jawabku sambil menelan ludah dan menahan air mata agar tidak jatuh. "Aku pergi dulu, ya, Pras. Aku buru-buru." Kuambil langkah gegas agar air mata tidak jatuh di hadapan Prasastiya, laki-laki yang dengan mudahnya pergi tanpa peduli akan kepedihan hati ini.

***

Semenjak perpisahan dengan Pras, aku beranggapan bahwa semua laki-laki sama saja. Mereka hanya melihat dari kecantikan rupa. Hal ini pula yang membuatku seakan trauma, tak ingin lagi mengenal cinta.

Setahun lebih aku hidup dengan kenangan bersama Pras. Hingga akhirnya, seorang laki-laki dengan kesabarannya mampu meluluhkan hatiku. Caranya berbeda, dia benar-benar berjuang.

Mas Azzam, begitulah aku memanggilnya. Dia adalah anak dari sahabat ibuku. Pemilik kafe di beberapa daerah di Surabaya. Entah apa yang membuatnya begitu tertarik pada wanita yang pernah dicampakkan sepertiku?

"Mas, kenapa suka sama aku? Sampe maksa-maksa buat ngelamar juga. Aku ini, kan, gak cantik." Kalimat itu meluncur dengan santainya dari mulutku.

Mas Azzam hanya memutar bola mata, kemudian mencubit pipi tembamku. Sepertinya, dia begitu gemas dengan ucapanku. "Memang kamu tidak cantik, tapi nanti kubikin cantik, deh," ucapnya.

Aku mengangkat bahu, kemudian mencebik, pura-pura tak peduli akan ucapannya.

"Jika aku jatuh cinta karena kecantikan wajah, aku tidak akan pernah puas, Dik. Sebab, di luar sana begitu banyak perempuan cantik," jelasnya. Aku hanya manggut-manggut. "Gak kebayang, kalau aku lihat dari rupa, akan ada berapa perempuan yang kulamar nanti?" imbuhnya.

***

Aku duduk dengan santai di kursi taman kota. Orang-orang berlalu lalang di hadapanku. Ada yang berjalan sambil bercanda. Ada yang hanya sekadar bergandeng tangan tanpa suara. Ya, baru kali ini aku bisa mengamati keadaan sekitar dengan begitu saksama dan menikmatinya. Mungkin saja karena sakit dalam hatiku sudah benar-benar disembuhkan oleh Mas Azzam.

"Baru kali ini aku melihatmu tersenyum sangat manis begitu, Dik," ucap Mas Azzam menggoda.

"Bukankah aku memang manis setiap harinya?" tanyaku sambil mengerlingkan sebelah mata. Mas Azzam hanya tertawa. Demi apa pun juga, aku mengatakan dengan jujur bahwa aku begitu bahagia.

"Mas, aku kan selama tiga bulan terakhir ini rajin pakai skincare. Biar kelihatan cantik gitu. Coba lihat mukaku sekarang. Glowing, gak?" tanyaku sembari menangkup wajah Mas Azzam agar melihatku dengan saksama.

Mas Azzam sekali lagi hanya tertawa, kemudian membawaku dalam dekapannya. "Hey, Maemunah! Kamu udah cantik tanpa skincare. Titik."

"Alina, Mas. Namaku Alina. Lagian, kamu kok gombal banget sih, Mas?" Aku protes sambil memukul pelan dada bidangnya.

"Baiklah, baiklah. Bukan gombal, cuma ngasih tau aja. Eh, tapi, kalau kamu mau pakai skincare boleh juga. Aku yang akan membelikan dari sekarang hingga seterusnya."

Well, tawaran itu kuterima dengan senyum mengembang. Kemudian, kucubit hidung mancung Mas Azzam.

***

Lima tahun sudah pernikahanku dengan Mas Azzam berjalan. Aku bahagia memiliki suami sepertinya. Ditambah lagi, dalam pernikahan kami dilengkapi dengan kecerewetan putri kami yang masih berusia empat tahun.

"Zahira, hati-hati!" seruku, saat putriku itu berlari-larian di taman kota. Aku mengejar Zahira, tanpa sengaja aku menyenggol lengan pengunjung lain yang sedang melintas di dekatku.

"Maaf," ucapku.

"Tidak apa-apa, Mbak," balasnya.

Suara itu tak asing bagiku. Benar saja, si pemilik suara tak lain adalah Prasastiya. Laki-laki yang dulu sempat mengisi ruang di hatiku.

"Hey, Alina ternyata. Apa kabar? Ke sini dengan siapa?"

Aku sudah baik-baik saja, Pras. Tidak seperti enam tahun lalu. Bahkan, aku saat ini sudah bisa tersenyum saat melihatmu, batinku.

"Aku baik. Aku ke sini dengan putriku."
Aku dan Pras pun berbincang. Ternyata, dia masih belum menikah. Ya, usia tiga puluh tahun untuk seorang laki-laki masih bisa terbilang wajar jika belum menikah.

"Kamu semakin cantik, Lin," ucapny sembari tersenyum tipis. Aku hanya diam.

Pantaskah perempuan dinilai hanya dengan rupa? Beruntungnya aku ditinggalkan oleh Pras gara-gara skincare. Jika tidak, aku tidak akan bertemu dengan Mas Azzam yang bisa menerimaku apa adanya.

"Maaf, Pras. Suamiku sebentar lagi datang menjemput. Aku pamit, ya." Aku bangkit, meninggalkan Pras yang dulunya meninggalkanku.

Kugendong Zahira yang saat ini tengah melambaikan tangan ke arah Papanya.

***

Aku pernah terluka karena skincare. Sampai-sampai menganggap semua lelaki itu hanya memandang dari kecantikan rupa. Bodoh, bukan? Padahal tak semua lelaki begitu. Mas Azzam buktinya.

Benar kata Mas Azzam, 'Jika rupa dijadikan alasan untuk cinta. Maka, akan berapa kali kita jatuh cinta?' Mungkin ratusan, bahkan ribuan. Sebab, yang lebih tampan dan lebih cantik begitu banyak di luaran sana.

Quote:
Diubah oleh umiaziza 29-06-2020 08:02
bukhorigan
rifada23
oldmanpapa
oldmanpapa dan 2 lainnya memberi reputasi
3
892
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan