NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Awas Kartel Rapid Test Jegal PCR 'Made in Indonesia’
Spoiler for tes pcr:


Spoiler for Video:


Informasi tentang Covid-19 selalu saja mengkhawatirkan. Bayangkan saja, per 23 Juni 2020 telah lebih dari 9 juta orang di dunia terjangkiti corona dan sebanyak 47.896 kasus berasal dari Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah RI untuk menekan penyebarannya. Mulai dari aplikasi protokol kesehatan, PSBB, meningkatkan kapasitas tes corona, dan lain sebagainya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tak semua berjalan dengan lancar. RI masih memiliki banyak PR dalam memutus rantai penyebaran corona.

Hal yang kian menjadi perhatian adalah kemampuan pemerintah melakukan tes corona per harinya. Tes tersebut penting agar pemerintah dapat menangani pasien corona dengan cepat dan tepat. Sebab jumlah PDP dan ODP kian hari kian bertambah. Data 23 Juni menunjukkan ada 35.983 ODP dan 13.348 PDP. Mereka saat ini menunggu hasil tes dengan isolasi di rumah sakit atau secara mandiri. Jumlah PDP dan ODP yang besar itu tak sebanding dengan kapasitas uji corona per hari. Bahkan menyebabkan mereka yang mengisolasi diri harus menunggu hingga lebih dari 14 hari karena hasil tes yang belum kunjung keluar.

Pada 22 Juni lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan jumlah pemeriksaan Covid-19 per penduduk di Indonesia masih sangat rendah. Pada tanggal 22 saja, Indonesia hanya mampu melakukan 11.000 tes. Suharso berpendapat, seharusnya Indonesia memiliki kapasitas tes Covid-19 sebanyak 27.000 per harinya. Rendahnya kapasitas tes menyebabkan kemunduran waktu bagi seseorang untuk mendapatkan hasil tes.

Sumber : Kompas[Bappenas: Jumlah Tes Covid-19 di Indonesia Sangat Rendah]

Akan tetapi ada kabar baik. Kendala terkait kapasitas tes corona dijawab pemerintah dengan mengumumkan sudah adanya alat Polyremase Chain Reaction (PCR) yang diproduksi di Indonesia. Sebagai informasi, tes PCR merupakan satu-satunya tes saat ini yang dapat mengetahui apakah seseorang terjangkit corona atau tidak.

Pada 23 Juni 2020, Presiden Jokowi lewat akun twitternya mengatakan, alat tes PCR saat ini telah diproduksi di dalam negeri oleh BUMN Bio Farma. Perusahaan itu mampu memproduksi 50 ribu test kit PCR per minggu. Apabila produksinya dapat ditingkatkan sebanyak 2 juta dalam sebulan, maka kebutuhan alat tes PCR dalam negeri dapat terpenuhi.

Sumber : Detik [Jokowi: RI Produksi Alat PCR Sebanyak 50 Ribu Test Kit Corona Per Minggu]

Meningkatnya kapasitas tes PCR RI tentunya menjadi kabar baik bagi masyarakat yang menolak penggunaan Rapid test karena dengan PCR dapat dipastikan mereka terjangkit corona atau tidak. Berbeda dengan Rapid test massal yang hanya mampu mendeteksi antibodi. Reaktif rapid test menyebabkan orang yang dites berubah status menjadi ODP atau PDP dan harus diisolasi hingga hasil tes swab PCR keluar yang lamanya bisa mencapai 1 bulan. Padahal belum tentu mereka positif corona.

Namun harus diingat, kabar baik peningkatan produksi tes PCR kit dalam negeri dapat menjadi ancaman bagi bisnis pengadaan rapid test impor. Apalagi anggaran program penanganan virus corona telah menggelembung mencapai Rp 677,2 triliun. Sekitar Rp 87,55 triliun dilakoasikan untuk kesehatan, termasuk pengadaan alat rapid test.

Sumber : CNN Indonesia [BPKP Audit Anggaran APD, PCR, dan Rapid Test Corona]

Dengan dana yang tidak sedikit tersebut, pemerintah telah mengimpor rapid test dengan nilai jutaan dollar. Tengok saja di Jawa Timur yang mengalami peningkatan impor rapid test sebesar 1.648 persen pada bulan Mei 2020. Kepala Badan Pusat Statistika (BPS) Jawa Timur Dadang Hardiwan mengungkapkan pada bulan April 2020, nilai impor rapid test sebesar 126.828 dollar AS. Nilai itu melonjak pada Mei 2020 sebesar 2.217.360 dolar AS.

Sumber : Republika [Impor Alat Rapid Test Jatim Meningkat 1.648 Persen]

Rapid test yang sebenarnya tidak menghasilkan kesimpulan apa-apa, hingga kini masih menjadi patokan dalam menentukan status ODP dan PDP. Kita pun bisa menyimpulkan terjadinya peningkatan jumlah PDP dan ODP karena rapid test yang dilakukan secara massal. Tingginya Angka PDP dan ODP, menjadi celah untuk melakukan korupsi berupa penimbunan alkes melalui Pengajuan Pengadaan. Patut dicurigai, pihak yang saat ini terus mempertahankan penggunaan Metode Rapid Test Massal (yang mana gagal mendeteksi Covid-19), adalah pihak yang berkepentingan untuk menyediakan celah korupsi pengadaan alkes.

Di sinilah pemerintah harus berhati-hati, peningkatan kapasitas tes PCR tentunya akan mempersempit celah korupsi alkes. Mereka bisa saja memanfaatkan celah PCR Made in Indonesia dengan menuding ketidakakurasiannya guna mempertahankan metode rapid test yang telah menjadi ladang bisnis dan celah korupsi alkes.
Diubah oleh NegaraTerbaru 25-06-2020 06:36
shella.andianty
adriantimur
adriantimur dan shella.andianty memberi reputasi
2
1.4K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan