Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bukhoriganAvatar border
TS
bukhorigan
[SFTH][Trilogy] Sehari lebih Dekat I | Romance Short Story


===
Berusaha untuk Dekat
===

"Aku hanya ingin dekat."
"Sederhana kan ?"
"Ini harus dilakukan !"
"Tapi kamu bukan siapa-siapa."
"Ahh, aku benci ini."
"Ayo Han, kamu pasti bisa."
"Pasti bisa untuk dekat."
"Dekat walau sebentar."


Aku berbicara dengan bayanganku di hadapan cermin, terkadang ku berkata lemah lembut lalu menghirup nafas panjang disertai teriakan kencang, Aku sedang berupaya untuk mengumpulkan segala keberanianku, karena ada sebuah agenda yang harus diselesaikan hari ini.
Walaupun diriku sudah mandi dan mengenakan seragam sekolah Aku menyisir rambut dengan mata yang masih mengantuk , sesekali sisir menepuk tempurung kepalaku karena merasa konyol tentang semua yang terjadi padaku sekarang, tentang diriku yang dirasuki perasaan yang bimbang hingga tidak bisa tidur semalam, pikiran itu sungguh menyiksa, benar-benar mengikat batinku yang paling dalam. Terkadang diriku tersenyum dengan lebar, terkadang bibirku cemberut dengan sedih, ini memang proses menuju gila yang tak terkira.
Karena entah kenapa diri ini merasa terjebak pada sesuatu yang selalu jadi bahan perbincangan orang, istilah kuno untuk menjabarkan suatu hubungan antar manusia, bahkan sebuah alasan utama penciptaan manusia itu sendiri.

"Cinta . . ."Aku tersenyum pada cermin.

"Han ? Haniii . . . ?" sarapan sudah siap nak, ayo cepat turun." tiba-tiba Ibu ku berteriak dari arah Ruang Makan, menyadarkanku dari segala kegilaan ini.

"Iya Bu sebentar." jawabku singkat.

Aku segera beranjak dari depan cermin tentu dengan badan yang masih lemas karena persiapan yang melelahkan sejak kemarin, mataku terasa datar melihat sekitar sebab jiwa dalam raga ini seolah berada di tempat lain, sekarang diriku mengerti bahwa cinta bisa memisahkan hati dan nalar seorang perempuan, apalagi remaja perempuan sepertiku. Karena sungguh pikiranku saat ini tercampur dengan banyak hal, dari perasaan takut, gugup, berani, berangan-angan, khayalan, malu, sedih, sampai bahagia, semua hal ini lebih rumit dari soal Matematika.
Ku bergegas mengenakan jaket sweater kesayanganku yang tergantung, lalu melihat sesaat foto Pria yang menggantung di dinding.

"Nantikan Aku." ucapku lembut padanya.

Melihat potretnya sesaat membuat badanku seperti terisi tenaga kembali, segera ku mengambil tas di atas meja lalu mengenakan jam tangan dibalut gelang kesayanganku yang terbuat dari tali sepatu, ku mencium gelang itu seraya melihat ke atap langit kamar.

"Hari ini harus berhasil."
"Berhasil mendekatinya !" Aku memejamkan mata lalu tersenyum penuh percaya diri.

Aku memulai hari ini dengan hati yang belum terpuaskan sama seperti hari-hari sebelumnya, seperti dahaga yang belum diguyur kasih, seperti gatal yang belum digaruk manja, menagih sejak mata tertutup mimpi sampai terbitnya matahari.
Aku sungguh jatuh hati padanya, sebuah cinta yang utuh untuk diserahkan sesegera mungin, karena cinta tidak cukup hanya di angan-angan, tapi harus di ungkapkan layaknya hutang yang harus dibayar, layaknya hasrat yang harus dituntaskan.

"Drupp drupp drupp . . ." kaki ku mulai melangkah cepat di atas anak tangga.

"Duh anak Ayah semangat sekali hari ini." Ayahku tersenyum sambil membaca koran paginya.

"Iya dari minggu kemarin sampai sekarang Ibu lihat kaya yang seneng banget, memangnya ada apa ?" Ibuku datang dari dapur, bertanya dengan heran.

Aku hanya melempar wajah cerah pada mereka semua, lalu duduk di meja makan, mengambil sebilah sendok dengan riang lalu memotong pancake kesukaanku, pancake gandum dengan toping madu yang kubelah lembut empuknya, ah iya ku teringat rona wajahnya, seperti pancake ini, lembut dan begitu manis.

"Bagaimana betah di sekolah barumu ?" tanya Ayah sambil menutup korannya.

"Oh iya Ayah, Aku suka banget." Aku mulai makan dengan cepat, tentu masih dengan pikiran melayang.

"Suka karena ada Cowok kece ya ?"

Tiba-tiba Kakak laki-laki ku datang menghampiri kami sambil menepuk kepalaku lembut, membuyarkan segala khayalanku tentangnya, lalu duduk disampingku dengan tawa mengejek.

"Ih Kak Fadli, ngeganggu aja." ucapku mendorongnya kesal.

"Sudah-sudah, Fadli sarapan dulu sebelum berangkat ke kampus, dan Hani habiskan sayang nanti telat masuk sekolah." timpa Ibuku lembut pada kami, sambil membawa secangkir kopi untuk Ayahku.

"Waduh terimakasih sayang, ini kesekian ribu cangkir yang disuguhkan buat Ayah." Puji Ayahku lalu Ibuku hanya tersenyum manis kembali ke dapur.

Aku tersenyum kecil melihat keakraban mereka, Ayah dan Ibu selalu terlihat harmonis di mataku di usia mereka yang hampir menginjak setengah abad, kisah percintaan mereka terkadang membuatku penasaran.

"Ayah boleh Hani nanya ?" Ucapku sambil mengunyah.

"Boleh, kenapa Hani ?" Balas Ayahku.

"Dulu ketika pertama kali bertemu dengan Ibu, apa yang Ayah lakukan ? mengajak kenalan ? atau gimana ?" Ku bertanya dengan nada cepat dan penasaran.

"Kamu bisa bicara tanpa nge-rap ? pelan-pelan aja." Celetuk Kakak di sampingku menggelengkan kepala.

"Haha . . . Mengenai itu . . . Ayah . . ." Balas Ayahku yang mulai gugup bercampur malu.

"Jadi dulu Ayah yang mengajak kenalan dengan Ibu." Tiba-tiba Ibuku datang, lalu duduk disamping Ayah sambil membawa cangkir tehnya.

"Semenjak kami saling mengenal, Ayahmu begitu intens mengejar Ibu, bertanya mengenai Ibu dan keluarga Ibu, alamat rumah, mengirim surat, terkadang Ibu sedikit kewalahan dengan sikap Ayah, tapi itulah kenapa Ibu bisa sayang dengannya." Timpa Ibu kemudian melirik Ayahku, lalu saling melempar tawa bersama.

"Ya begitulah Hani, kenapa kamu menanyakan itu ?" Tanya Ayahku sambil tertawa mengingat masa lalu.

"Apa ada Lelaki di sekolah yang mengejar kamu ?" Tanya Ibuku kemudian sambil meneguk tehnya.

Aku hanya mampu terdiam dengan senyuman tanggung, karena sebenarnya diriku lah yang mengejar seorang Lelaki, bukan dia yang mengejarku.

"Hah ? Cewek Tomboy kaya kamu ada yang ngejar ? Mana mungkin Bu, paling yang ngejar cuma ngajak main bola." Kakaku menimpa dengan ejekan.

Aku mengkerutkan dahi, memasang mimik cemberut lalu mencubit pundak Kakaku dengan sebal, dia hanya tertawa puas hungga akhirnya suasana ruang makan menjadi ricuh akan tingkah kami.

"Fadli, Hani, sudah cepat bergegas, kalian jangan ribut terus." Ucap Ayahku.

Kak Fadli beranjak dari Kursi sambil menjulurkan lidahnya padaku kemudian pergi mengambil kunci mobil yang menggantung, lalu Ibuku datang menghampiriku yang masih terduduk dengan muka masam.

"Hani, kamu adalah anak perempuan Ibu, kamu cantik, anggun, lembut, dan lebih dari sekedar perempuan biasa." Ucap Ibuku hangat.

"Ingat, jika ada Lelaki yang mengejar kamu, terus lihat kesetiaannya, mungkin saja hatimu bisa menerima dia." Ucap Ayahku dengan bijak.

Aku turut tersenyum lebar pada mereka, ternyata Ayahku seorang pejuang tangguh yang terus mengejar Ibu sampai mereka bisa menikah, apakah sifat Ayah yang justru menurun padaku ? entahlah, berkat wejangan dari mereka, diriku tergugah untuk terus mengejar dia, walaupun Aku tidak tahu dia akan membalas perasaanku atau tidak.
Tapi jika Ayah berhasil mendapatkan Ibu, maka diriku pasti mampu mendapatkan Lelaki pujaanku, karena cinta tidak memandang siapa yang dikejar bukan ? Ini mengenai siapa yang akan terlebih dahulu menyatakan perasaan, dan saling menambatkan hati.

"Sayang, habiskan sarapanmu, dan Fadli minum dulu." Ucap Ibuku, kemudian Aku memakan sisa sarapanku dengan lahap, disusul Kakak yang menghampiri lagi meja untuk minum.

"Ayah, Ibu, kami berangkat dulu." Ucap Kakaku sambil mencium tangan mereka, disusul diriku yang mulai bangkit dengan semangat.

"Hati-hati di jalan, Fadli jaga adikmu, jangan bikin dia nangis, kasihan tiap hari di jahilin kamu terus." Ucap Ayahku mengusap pundak kami berdua dengan senyum.

Aku segera mengenakan sepatu kets di muka pintu, tentu dengan semangat yang semakin berkobar-kobar, langit pagi yang cerah seolah memberi jalan terang, burung pagi berkicau seperti cheerleaders memberi dentuman perang, semilir angin berhembus seolah hari akan dimulai dengan kepastian.

"Ya, hari ini pasti berhasil." Kemudian ku berdiri dengan mengepalkan tangan ke langit, lalu beranjak ke pintu mobil.

Kakak menggelengkan kepala melihat tingkahku seperti burung yang baru menetas dari sarangnya, hendak terbang lincah kesana kemari, Aku tahu dia begitu menyayangiku tapi pria manapun akan merasa risih melihat perempuan yang beranjak dewasa namun masih seperti anak kecil, Aku hanya tertawa menyeringai padanya. Setelah melambaikan tangan pada orang tua kami di teras, Aku dan Kakak membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.

"Kak, Aku bosan terus jadi penumpang, jadi boleh ya giliranku yang pegang setir ?" Tanyaku padanya dengan mengedipkan mata beberapa kali.

"Ya ya ya terserahlah, tapi inget engga usah ngebut." Jawabnya singkat mengabulkan, setelahnya kami bertukar tempat duduk.

"Baiklah Hani, bergeraklah secepat kilat, finish di garis akhir, jadilah juara." Aku bergumam, lalu mulai menyalakan mesin.

"Ck . . . Ckkrrr  . . . Brummm" Terdengar suara mesin bergaung, seperti memberi semangat lebih untuk ku.

Terlihat Ayah dan Ibu melambai pada kami, pandanganku sedikit tertunduk pada mereka, karena Aku tahu jika Ayah akan marah jika diriku yang menyetir karena di umurku yang masih muda masih belum mampu mengendarai mobil dengan rapih, tapi Kak Fadli selalu pengertian, dia selalu tahu kemauanku.
Mobil akhirnya keluar dari halaman, Aku sedikit lega dan kembali tersenyum lebar, perasaanku sungguh tidak sabar untuk sampai di sekolah, ku tancapkan kaki pada pedal, menuju dia yang ku tandai tepat di hatiku yang paling dalam.

"Drrrt  . . . Drrrt . . ." Terdengar handphone Kakak bergetar di atas dashboard mobil.

"Kak ? ada telpon masuk tuh." Ucapku sambil menyetir.

"Ah biarin aja lah." Kakaku memalingkan muka pada kaca samping.

"Pasti Kak Vania, atau Kak Winda, mungkin juga Kak Selly." Jawabku dengan tawa.

"Bodo amat." Timpa Kakak singkat.

Aku sedikit cemburu dengan Kak Fadli, dia memang terkenal di kampus sebagai duta universitas karena perawakannya yang seperti model majalah fashion, selain itu dia juga masuk kategori mahasiswa aktif karena sempat menjadi ketua BEM tahun lalu, ditunjang wajahnya yang jantan dan prestasinya yang menjulang, membuat dia menjadi buah bibir di mulut para mahasiswi kampusnya. Tentu tidak sedikit yang mengejar cintanya, pernah sekali diriku menerima tamu perempuan yang datang ke rumah, hanya sekedar ingin bertemu dengan kakak ku karena tidak kunjung dibalas pesan chatnya, dulu Aku tidak mengerti kenapa perempuan dibuat begitu takluk oleh pria yang justru menghiraukannya, namun sekarang Aku lebih memahami ketika perempuan jatuh cinta, justru hatinya semakin dituntun untuk selalu  terikat dengan pujaannya, karena perasaan perempuan takan membohongi pikirannya sendiri.

"Jadi Kakak engga mau nerima telpon dari mereka semua ?"

"Untuk sekarang tidak, Kakak tidak ingin memberi harapan lebih pada perempuan yang memang kakak engga suka." Jawabnya dengan tawa.

"Yaelah dikejar cewek sombong amat." Ucapku ketus akan sikap angkuh Kakak ku.

"Haha . . . Bukan maksud Kakak meremehkan mereka, tapi Kakak bukan buaya yang mau menyantap apapun yang ada di sungai, justru dengan cara ini Kakak memperlakukan mereka dengan hormat, nanti juga bakal kelihatan siapa yang bertahan, nah disitulah Kakak akan memilih siapa pemenangnya." Jawab Kakak yang mulai bijak.

"Jadi intinya Kakak akan memilih si perempuan yang terakhir bertahan ?" Tanyaku heran.

"Iya betul, seseorang yang setia menanti Kakak, oh iya di depan ada perempatan lampu merah, jangan banyak ngobrol." Ucap Kakak.

Perintah Kakak mulai membuatku kembali fokus di jalan raya, seserius pikiranku mengenai perkataan dia sebelumnya, diriku semakin tersulut semangat untuk selalu berjuang mendapatkan pujaanku, reputasi Kak Fadli hampir sama persis dengan pria yang saat ini ku kejar, dia adalah ketua OSIS sekaligus kakak kelas di sekolahku sekarang, Aku bertemu pertama kali dengannya saat masa orientasi sekolah pada minggu lalu, sebenarnya Aku tidak terlalu suka dengan sekolah itu karena terhitung jauh dari rumah, apalagi reputasinya yang buruk, namun sekarang Aku merasa bersyukur bisa masuk di sekolah ini, khususnya karena bisa bertemu dengan pujaan hatiku yang selama ini ku dambakan.
Jujur, sampai saat ini Aku sama sekali tidak tahu siapa namanya, karena saat MOS semua teman sekelasku hanya memanggilnya 'Kakak putih', seputih wajahnya yang terang menenangkan, sebersih seragam yang dia kenakan, sejernih saat semua mata memandang, dia menjadi pujaan semua orang yang melihatnya, sesosok pangeran yang turun dari kereta kuda dan menembak panah tepat di ulu hati setiap perempuan.
Tentu beberapa hari ke belakang Aku berusaha mencari namanya, termasuk bertanya pada Kakak kelas, namun Aku hanya mendapat cibiran masam.

"Memangnya lu ini siapa ? Penting ? Sana pergi."

Begitulah para perempuan genit itu bicara.

"Namanya ? Lebih baik nanyain gue aja hehe . . ."

Imbuh para laki-laki di sekolah tetap sama, mereka semua tertawa menggodaku saat bertanya mengenai dirinya. Ah mungkin para guru bisa memberikan jawabannya.

"Memangnya ada keperluan apa dengannya ?" Tanya guruku menyelidik.

"Mm . . . Anu Bu . . . Sebentar Aku mau ke air dulu." Saat itu Aku gugup dan langsung lari terbirit meninggalkan Guruku yang terheran.

Satu hal yang pasti adalah hampir semua orang di sekolah memanggilnya 'Bro' oleh teman laki-laki, atau panggilan 'Beib' oleh teman perempuannya, jujur Aku merasa tidak rela jika ada yang memanggilnya demikian khususnya panggilan dari para perempuan 'binal' di sekolahku, mungkin diriku terlalu gesit untuk bergerak, karena cepat atau lambat Aku akan mengetahui siapa nama dia sebenarnya, peperangan batin ini baru dimulai minggu lalu, jadi Aku takan risau apapun yang terjadi, bahkan jika peperangan batin ini harus berlangsung ratusan tahun lamanya.
Aku tahu jika ini terdengar gila karena bisa jatuh hati dengan pria yang baru kutemui minggu lalu, Aku-pun tidak terbiasa jatuh cinta pada sembarang orang, namun dia sangat berbeda, dia seperti pangeran yang sering ku mimpikan sejak kecil, perhatiannya padaku saat MOS membuat diriku terpaku memandang senyum khasnya yang memikat, dia adalah laki-laki yang mampu membuatku tergerus masuk ke dalam pusara cinta, begitu indah dan memikat.

Segala lamunanku terbuyarkan saat di perempatan lampu merah, Aku menginjak pedal rem mobilku secara perlahan lalu berhenti tepat paling depan, kemudian beberapa motor dari arah belakang mulai menyalip untuk menunggu di belakang zebra cross.

"Brumm . . . Brumm . . ." Dari samping mobil ini terdengar motor berusaha menyalip perlahan.

Aku melihat kaca spion, terlihat motor sport putih dikendarai oleh remaja  yang mengenakan seragam SMA, ketika motor itu melintas tepat di pandanganku, tertera emblem kelas XII ditambah sorot matanya yang tidak mungkin kulupakan, sesaat kemudian Aku tersadar jika itu dirinya !

"Ah . . . Itu dia !" Aku terperanjat membenarkan arah pandanganku ke depan.

"Apaan sih ? Berisik." Ucap Kakak ku.

"Hehe . . . Bukan apa-apa." Jawabku dengan tawa bahagia.

Tidak salah lagi, beberapa kali Aku melihatnya mengendarai motor itu saat pulang dari sekolah, mulai dari sepatu hitam putih, tas metalik hitam, dan helm yang senada dengan body motor, segala ciri itu membuatku percaya jika itu memang dirinya.
Lampu lalu lintas menunjukan beberapa detik lagi semua kendaraan harus berjalan, Aku mulai bersiap melepas pedal rem, dan memegang kupling serta setir mobil dengan kuat, seperti mengikuti balapan yang hendak dimulai.

"3 . . ."

"2 . . ."

"1 . . ."

"Tring . . ." Lampu sudah hijau !

"Dinn Dinn . . ." Semua mobil mulai memberikan klakson, kulihat motor sport putih di depanku beranjak pergi.

"Brumm . . ." motornya berjalan ke arah kanan, menuju sekolah kami yang hanya beberapa ratus meter lagi.

Aku-pun turut menginjak pedal gas secepat kilat, membuat suara mobil yang keluar terdengar kehausan lalu mulai meluncur, Kak Fadli sempat kaget akan sikapku yang kasar menyetir mobil.

"Hani ! Hati-hati." Ucap Kakak.

"Maaf Kak, udah siang nih." Jawabku dengan mimik gembira.

"Siang apanya ? Baru juga jam setengah tujuh." Timpa Kakak dengan ketus, diriku hanya membalas dengan tawa kecil.

Mobil yang kukendarai bergerak cepat tidak sabar, karena tepat didepanku sang pujaan berjalan dengan menawan, diriku seperti melihat pangeran yang mengendarai kuda putih, bergerak dengan indah menyusuri jalan.
Walaupun tidak bertegur sapa, diriku ingin dekat dengannya, berusaha untuk dekat menikmati setiap lekuk pesonanya, seolah angin di pagi hari ini berhembus memberikan aroma harum dari bunga-bunga padang rumput, wangi dan menyejukan ujung penciumanku.

"Hani, pelan-pelan." Ucap Kakak yang mulai cemas, sedangkan lelaki itu mulai memutar gas untuk melaju lebih kencang, sesaat kemudian dirinya pergi meninggalkan pandanganku.

"Tidak !" Aku turut menancap pedal lebih dalam, mobil yang kukendarai menghentak lebih gesit dan kencang.

"Hani !!!" Teriak Kakak ku yang terkejut.

Tolong Tuhan Aku hanya ingin dekat dengannya walau hanya sesaat.
Beberapa puluh meter lagi gerbang sekolahku muncul dalam pandangan, Aku ingin segera turun dari mobil, menunggunya di gerbang dan menyapa lembut padanya, untuk itulah Aku harus menyusul dirinya yang sudah pergi jauh di depan sana.
Tapi sepertinya Tuhan belum memberikan jalan untukku hari ini, karena terlihat dirinya mulai menyalip mobil box yang menghalangi pandanganku, hingga memisahkan jarak diantara kita.

"Duh padahal sedikit lagi." Ucapku ketus sambil memukul setir yang kupegang.

Aku menurunkan tenaga mobil yang kukendarai, lalu tertahan di belakang mobil box, walaupun berjalan dengan lambat Aku tahu jika dengan kecepatan seperti ini-pun diriku bisa sampai di gerbang sekolah dengan hitungan menit, tapi tetap saja Aku tidak akan menyia-nyiakan setiap detik di hari ini, Aku harus bisa sampai di gerbang sekarang atau tidak sama sekali.
Ku menggeser kupling, menyalakan lampu sein-kanan tanda ingin menyalip, lalu ku tancap gas sekali jadi, karena hari ini adalah hariku !

"Brumm . . ." Mobil melesat ke kanan.

Tinggal sedikit lagi Aku bisa sampai di gerbang sekolah, Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk bisa menyapanya.

Terlihat !

Dia hendak masuk ke gerbang sekolah, waktu seakan mengikatku untuk terpatung lebih lama memandangnya, dari kejauhan kulihat semua orang melambai pada pangeran putih, memandang erat kedatangannya, sungguh daya pikat dirinya memang benar-benar kuat, sekuat pedal gas yang ku injak.
Motornya terhenti untuk menyapa teman-temannya dengan ramah, ini kesempatanku untuk berhenti kemudian turun dari mobil dan berjalan anggun di hadapannya, benar ini kesempatanku untuk bisa memandangnya dekat.

"Sedikit lagi."

"Sedikit lagi."

Batinku mulai cemas memandangnya.

Tidak !

Aku tidak sempat menurunkan gigi, laju mobil ini tidak terkendali, tinggal beberapa meter lagi dan mungkin akan  . . .

"Ckrrtt . . . !!!"

"Awas-awas !"

"Bro awas . . .!" Terdengar beberapa orang berteriak, Aku hanya memejamkan mata sambil menancap pedal rem, memohon keajaiban.

"Haniii . . . !" Kakak ku berteriak panik.

"Brakk . . . !!!"

Terdengar motor tertabrak dari belakang, Aku bisa merasakan getaran yang kuat dari dalam mobil.

Terlalu dekat !

Aku memukul keningku, terkejut dengan apa yang terjadi.

Kenapa diriku malah menabraknya !

to be continued

Spoiler for image source:
smersh64
Dheaafifah
terbitcomyt
terbitcomyt dan 45 lainnya memberi reputasi
46
1.8K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan