Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Lockdown666Avatar border
TS
Lockdown666
Cetak Uang, Dahlan Iskan: Pertarungan Politisi vs Teknokrat


Jakarta, CNBC Indonesia - Selama 2 hari berturut mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2010-2014, Dahlan Iskan menulis soal cetak uang di blog pribadinya https://www.disway.id/

Sebelumnya Dahlan menulis artikel yang berjudul "Uang Besar". Dalam artikel tersebut Dahlan menceritakan perdebatan soal kebijakan cetak uang dalam merespons situasi sulit saat ini karena ekonomi Indonesia terdampak wabah virus corona (Covid-19). 

Narasi cetak uang awal mulanya dilontarkan para politisi Senayan. Ini kemudian menjadi wacana, lalu bergulir menjadi perbincangan serius di parlemen (DPR). 


Ada gerangan yang membuat wacana cetak uang ini menjadi begitu serius di parlemen? Padahal otoritas moneter, Bank Indonesia, dalam beberapa kesempatan sudah menyatakan tidak akan melakukan kebijakan cetak uang dalam arti harfiah.  

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bank sentral seluruh dunia memang mempunyai kewenangan dalam mencetak uang untuk menambah likuiditas yang disebut dengan Modern Monetary Theory (MMT). Namun, cara tersebut dinilai terlalu berisiko karena nantinya jika kondisi kembali membaik, akan susah menyerap kembali saat likuiditas yang beredar terlalu besar.

"Esensinya, beda. Kalau pencetakan uang itu bank sentral menambah uang yang beredar tapi tidak mampu nanti kalau kelebihan likuiditas, misalnya tahun depan kelebihan likuiditas, kemudian nggak mampu menyerap lagi," ujar Perry melalui teleconference, Kamis (30/4/2020).

Sudah jelas ini jadi sikap kebijakan moneter dari otoritas moneter tersebut. Namun bisa beda hasilnya jika proses politik terus berjalan di DPR. 

Bisa saja cetak uang dilakukan karena ada desakan dan kebijakan yang dihasilkan dari para politisi Senayan tersebut. Nah, Dahlan dalam tulisan hari ini, berjudul "Uang Alot" kembali membahas soal kebijakan cetak uang tersebut. 

Uang Alot

Ini harus diperhitungkan. Mukhamad Misbakhun sudah berhasil meyakinkan internal Golkar. Apalagi ia juga telah berhasil meyakinkan fraksi-fraksi lain di DPR.

DPR sudah bulat di belakangnya.

"Pertempuran" berikutnya memang belum ia menangkan. Masih berat. Sangat berat. Lebih berat. Menghadapi teknokrat kawakan: Sri Mulyani. Yang adalah doktor lulusan Amerika --dari universitas terkemuka.

Dia juga pernah menjadi direktur eksekutif Bank Dunia. Lalu terpilih sebagai menteri keuangan terbaik dunia. Pun dua presiden mempercayainyi sebagai menteri keuangan. Dia lebih hebat dari menteri keuangan legendaris Ali Wardhana.

Di barisan teknokrat itu masih ada Perry Warjiyo, gubernur bank sentral. Yang juga doktor lulusan Amerika. Dengan pengalaman 30 tahun mengelola kebijakan keuangan negara.

Tapi DPR sudah sangat bulat ke arah cetak uang.


Saya tidak tahu siapa anggota DPR di fraksi lain yang bisa mengimbangi kepintaran Misbakhun --dalam pembahasan di internal DPR itu. Kok begitu mulusnya.


Saya tidak bisa membayangkan apakah terjadi dialog yang ilmiah di forum DPR saat itu. Sebelum akhirnya mereka bulat mendukung ide cetak uang dari Golkar itu.


Maka betapa serunya perdebatan berikutnya itu: antara kubu politik dan kubu teknokrat. Antara cetak uang atau utang --kalau ada yang mau ngutangi dengan bunga murah.


Misbakhun mengakui serunya perdebatan itu. "Alotnya bukan main," katanya. Sudah tidak terhitung berapa banyak rapat-rapat itu --perdebatan itu. Siang dan malam.


Misbakhun menggambarkan dengan cukup hidup serunya perdebatan-perdebatan itu --sampai saya merasa tidak sampai hati untuk menggambarkannya dalam tulisan ini.


Alotnya pembahasan itu, menurut Misbakhun, berkaitan dengan tidak adanya keberanian pejabat bidang keuangan. Baik yang di kementerian maupun yang di Bank Indonesia.


"Saya sebenarnya mengerti. Ada dua macam trauma sekarang ini," kata Misbakhun. "Trauma personal dan trauma institusional," katanya.

Trauma personal, kata Misbakhun, ada di Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dalam kasus Bank Century dulu. Sedang trauma institusionalnya ada di Bank Indonesia. Juga gara-gara Bank Century. Yang Misbakhun adalah motor penggerak persoalan itu.

Di Bank Indonesia pejabat-pejabat tingginya sampai masuk penjara. Bahkan ada yang terkena stroke berkepanjangan --dan akhirnya meninggal dunia.


Tapi Misbakhun tetap heran atas ketakutan mereka itu. Juga kesel.


"Padahal DPR sekarang ini sudah habis-habisan mendukung pemerintah. Tetap saja mereka tidak berani ambil putusan," ujar Misbakhun.


Misbakhun akan terus ngotot. Ia sama sekali tidak silau dengan latar belakang pendidikan para teknokrat itu.


Misbakhun tahu. Ia produk lokal. SMA-nya di SMAN 1 Pasuruan. Lalu masuk D3 di STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Lantas bekerja di kantor pajak --sampai pernah sangat dekat dengan Dirjen Pajak, waktu itu, Hadi Purnomo.

Misbakhun berani berhenti dari pegawai negeri. Untuk jadi pengusaha: bisnis rumput laut di Pasuruan. Lalu masuk politik --jadi anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera.

Saat menjadi anggota DPR itulah Misbakhun top. Ia menjadi promotor pansus penyelidikan kasus Bank Century.

Penyelidikan itu berakhir tragis pada dirinya: ia masuk penjara. Dua tahun.

Perusahaannya dituduh menerima aliran kredit dari Bank Century --bukan soal pajak seperti tertulis di DI's Way kemarin.


Di penjara itulah ia justru bisa sangat sering khatam membaca Alquran. Tiap dua hari tamat. Selama dua tahun itu.


Belakangan ia mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Dikabulkan. Ia bebas murni. Semua tuduhan dianggap tidak terbukti. Tapi Misbakhun sudah telanjur babak belur. Di Indonesia yang seperti itu harus diterima sebagai nasib. Termasuk nasibnya juga: diberhentikan dari PKS. Ia tidak bisa, misalnya, menggugat Kejaksaan.


Sambil sibuk seperti itu, Misbakhun kuliah ekonomi untuk S-1 bidang akuntansi. Di Universitas Trisakti, Jakarta.


Misbakhun juga kuliah S-2 bidang hukum. Di Universitas Gadjah Mada Yogjakarta --sambil tidak pernah surut terus mendalami soal-soal ekonomi dan keuangan.


Dan akhirnya berlabuh di Golkar. Terpilih lagi masuk ke DPR --di Pemilu 2014. Dari dapil yang sama --Pasuruan-Probolinggo.


Ia pun masuk Komisi XI lagi di DPR --yang menjadi partner Kementerian Keuangan.


Maka ia pun bertemu kembali dengan Sri Mulyani.


Terjadilah CLBK --Ci Luk Ba Kebencian.


Ups... Tidak.


"Saya sangat loyal kepada pemerintah. Termasuk tentu ke Menteri Keuangan," ujarnya selepas pelantikannya sebagai anggota DPR dulu. Itu karena Golkar adalah bagian dari pemerintah.

"Bahkan saya juga menyatakan sebagai orang yang sangat beruntung. Saya bisa bekerja sama dengan menteri keuangan terbaik dunia. Berarti kami ini ikut jadi yang terbaik di dunia," katanya.

Tapi keloyalan utamanya, tentu, tetap pada idenya sendiri: cetak uang. Sebagai satu-satunya sumber dana besar. Untuk membangun kembali ekonomi. Yang dihancurkan oleh Covid-19 --yang sebenarnya memang sudah goyah sejak sebelumnya.


Misbakhun menggambarkan dengan jelas di mana letak kegoyahan itu. Termasuk terjadinya defisit di empat sektor utama sekaligus.


Misbakhun sudah pada puncak pemikirannya: cetak uang sebagai sapu jagatnya. Ia mengaku sudah mendalami pilihan-pilihan lain. Semuanya jelek dan lebih jelek. "Saya tahu cetak uang itu tidak bagus. Tapi pilihan lain lebih jelek lagi," katanya.


Misalnya soal inflasi itu. Ia tahu persis cetak uang itu akan mengakibatkan inflasi. "Tapi janganlah menjadikan akibat buruk cetak uang di tahun 1956 sebagai argumentasi," katanya. "Apalagi menyebut-nyebut pula Zimbabwe," tambahnya.


Menurut Misbakhun skala ekonomi kita saat ini sudah tidak bisa disamakan dengan tahun 1956. Apalagi dengan Zimbabwe.


"Memang akan terjadi inflasi," katanya. "Tapi kalau kenaikan inflasinya bisa dihitung mitigasinya bisa disiapkan," katanya.


"Negeri ini tidak boleh hancur," ujar Misbakhun.


Tidak mungkinkah dicarikan jalan kompromi? Agar Presiden tidak hanya harus memilih dua pilihan itu?


"Kompromi itu tidak mungkin. Hanya akan menghasilkan kebijakan setengah-setengah," kata Misbakhun. "Persoalan sekarang ini terlalu berat untuk diselesaikan dengan setengah-setengah," tambahnya.


Misbakhun memang militan. Berani keluar sebagai pejabat Kantor Pajak adalah contohnya. Berjuang mengungkap kasus Bank Century adalah contoh yang lain.


Ia anak orang miskin. Dari desa. Kuliah di STAN pun karena beasiswa. Cari yang gratis. Ia sebenarnya diterima di universitas terbaik negeri ini. "Tapi orang tua saya tidak mungkin mampu membiayai," ujarnya.


Sang ayah kini sudah meninggal dunia. Tapi ibunya masih sehat. Tetap tinggal di desa di pelosok Pasuruan. Di Desa Manik Rejo, Kecamatan Rejoso.


Jelaslah.


Sulit kompromi.


Sudah seperti Sunni dan Syi'ah.


Tapi kita masih punya Presiden. Yang kita pilih sendiri itu. (Dahlan Iskan)


...


Besok: kemana uang yang dicetak itu direncanakan akan mengalir.


sumur


https://www.cnbcindonesia.com/market...i-vs-teknokrat
0
847
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan