fiapermAvatar border
TS
fiaperm
Misteri Tragedi Berdarah di Jembatan Kaliketek Bojonegoro


Misteri Tragedi Berdarah di Jembatan Kaliketek Bojonegoro dengan Sosok Misterius




Denting jam terus berbunyi. Suaranya terdengar keras memenuhi lorong rumah sakit yang sunyi. Suasana sepi ini, mengingatkanku tentang sebuah tragedi. Ya, tepatnya sebuah tragedi bersejarah sekaligus berdarah tahun 1965. Saat itu, banyak sekali korban berjatuhan akibat tragedi G30S PKI di Jembatan Kaliketek Bojonegoro. Sebuah tragedi yang terjadi antara penduduk pribumi dengan anggota yang diduga pendukung dan penganut PKI. Sedangkan, sekarang sudah tahun 2016. Tak terbayang olehku bagaimana sadisnya pembantaian yang mengorbankan puluhan nyawa tersebut.

Saat aku tenggelam dalam pikiranku. Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pundak.

"Gea!"

"Aaaa ... Setan!"

"Hei, cecans gini dibilang setan! Kenapa kamu melamun di rumah sakit? Bahaya loh, Ge. Banyak penunggunya di sini," kata temanku, Sinta.

"Aduh! Kamu ini ngagetin aku aja sih, Sin. Hampir copot rasanya jantungku," seruku agak marah sambil mengusap dada.

"Hehe, maaf. Soalnya tadi, aku liat kamu ngelamun. Ngelamunin apa sih?"

"Gapapa kok. Gimana? Nenek kamu udah sehat?"

"Udah, baik-baik aja. Lusa udah boleh pulang. Oya, gimana kalo kita jalan-jalan dulu? Cari angin segar gitu, aku barusan liat makhluk halus di sini. Jadi, aku pengen nyegerin mata liat cogan gitu." Sinta begitu bersemangat mengatakan niatnya. Wajar ia bisa melihat makhluk seperti itu, karena Sinta memang punya kemampuan khusus.

"Alhamdulillah, semoga nenek kamu cepet pulih, ya. Terus, kita mau ke mana?" tanyaku penasaran.

"Hmm ..., ada deh nanti kamu juga tau. Pokoknya ke tempat yang banyak cogannya," ucapnya sambil mengedipkan mata. Dasar centil, keluhku membatin.

Akhirnya, kami bangkit dari kursi ruang tunggu untuk keluar dari rumah sakit Mahardika. Sesampainya di parkiran, kami membawa motor masing-masing. Karena kami tadi pulang dari kampus Melati dan langsung menuju ke mari untuk menjenguk Neneknya Sinta.

Setelah aku memakai helm dan menyalakan motor, Sinta memberiku intruksi untuk mengikutinya. Aku pun mengangguk tanda mengerti. Meski aku bingung mau ke mana. Sinta biasa melakukan hal seperti ini, biar surprise katanya.

Selang beberapa menit setelah perjalanan, ternyata Sinta mengambil arah menuju luar kota Bojonegoro. Aku mulai was-was, karena hari sudah sore. Apa Sinta mau mengajakku keluar kota jam 4 sore ini? Berbagai pertanyaan terus menghantui pikiran sampai aku tak sadar kalau Sinta sudah berhenti tepat di depanku. Aku pun menekan rem mendadak.



"Aduh! Hampir aja aku nabrak kamu, Sin," seruku kini berteriak padanya karena kerasnya kendaraan yang berlalu lalang di sekitar kami.

"Hati-hati dong, Ge. Kamu ini dari tadi kenapa melamun terus? Aku kan udah bilang itu berbahaya. Apalagi ini di jalan," balasnya balik dengan suara keras.

"Iya, maaf deh. Lah terus ngapain kita berhenti di jalan begini? Kok kamu ngajak ke Jembatan Kaliketek, sih?" keluhku seraya turun dan melepas helm. Sedangkan, Sinta sudah berdiri sambil memegang pinggiran jembatan.

"Ya, aku kan pengen cari udara seger. Sama ngeliatin cogan di jalan. Hehe..." cengir Sinta tanpa dosa.

"Yah gak di Jembatan gini juga ah. Kamu milih tempat yang gak seru!" geramku padanya.

Sinta terdiam, wajahnya berubah dingin. Tiba-tiba, aku merasakan hawa aneh mulai menyelimuti kami. Bulu kudukku meremang, tanganku reflek memegang tengkuk. Aku memang tidak bisa melihat makhluk seperti 'mereka' layaknya Sinta. Namun, aku punya rasa yang cukup sensitif dengan kehadirannya. Dan aku menyadari bahwa saat ini, mereka ada.

"Kamu jangan berkata yang tidak baik tentang tempat ini, Ge. Kamu tahu sendiri kan gimana sejarahnya dulu? Kamu seharusnya bisa bersikap lebih sopan," kata Sinta yang kini melembut. Bukannya tenang, tapi aku malah semakin takut dengan kelembutannya.

"Iya, aku minta maaf. Janji deh, gak ngulangin lagi," janjiku padanya.

Hanya deheman yang kudengar sebagai jawaban. Kami terdiam sejenak, menyelami pikiran masing-masing. Kami berdiri memandang aliran Bengawan Solo dan sunset dari atas jembatan ini. Tak ada yang berani membuka pembicaraan, sampai akhirnya ...

"Ge, seandainya kamu tahu kalau ada banyak penunggu di sini. Apa kamu akan lari?" ucap Sinta sembari memandang jauh ke bawah jembatan. Aneh, tak biasanya dia bertanya tentang makhluk gaib yang dilihatnya.

"Mmm, tergantung. Kalo makhluknya berdarah dan menakutkan, aku bakalan lari. Beda kalo dia baik, mungkin aku mundur, tapi pelan-pelan." Aku tertawa berusaha mencairkan sedikit aura dingin di antara kami.

"Berarti sama aja kamu bakalan lari dong?" tanyanya sambil mengusap perut dengan raut muram.

"Ya, mau bagaimana lagi? kita kan beda alam sama mereka. Lagi pula, tumben kamu nanya kaya gini. Ada apa?" selidikku padanya.

Ia hanya tersenyum memandang ke arahku, aku bergidik melihatnya. Tiba-tiba bau anyir seperti darah tercium olehku. Namun, aku tepis segala prasangka negatif yang muncul.

"Di sini, pernah ada tragedi berdarah lain. Gak cuma G30S PKI itu, tapi juga saat pembangunan jembatan."

Aku memang sedikit tahu tentang tragedi pembangunan jembatan lama di masa pemerintahan kolonial Belanda ini. "Apa yang kamu lihat, Sin?"

"Aku melihatnya, mereka menumbalkan 7 anak perempuan. Mereka masih kecil dan perawan yang dikubur hidup-hidup di sana." Sinta menunjuk Jembatan Kaliketek lama di sebelah timur. "Mereka dipaksa menjadi tumbal untuk 1 makhluk besar penguasa jembatan," serunya dingin, tangannya terlihat mengepal.



Aku tambah penasaran dan lanjut bertanya, "Apa bener sebanyak itu tumbalnya? Lalu kenapa orang tua mereka juga mau anaknya jadi tumbal?"

Sinta menggeleng, "Mereka gak mau, tapi terpaksa. Mereka udah nangis minta ampun, tapi akhirnya gak bisa berbuat apa-apa."

"Ya udahlah, Sin. Didoakan aja semoga mereka bisa tenang dan gak ganggu manusia," ucapku menenangkan Sinta yang sudah meneteskan air mata.

"Sebenarnya, aura semua penghuni jembatan itu disedot sama 1 penguasa yang paling besar di sini. Dialah yang pertama kali diberi tumbal dan setelahnya dia seolah minta tumbal lagi. Aku gak berani liatnya. Dia sosok tinggi besar yang megang jembatan lama itu."

Spoiler for Lukisan si Penunggu Jembatan Kaliketek dari Acara Mister Tukul Jalan-Jalan:


Aku semakin merinding mendengar penuturan Sinta, tak biasanya dia menunjukkan rasa takut pada makhluk halus. Karena dia memang sudah terbiasa katanya. Jembatan ini memang ada 2, yaitu jembatan baru di sebelah barat dan jembatan lama di sebelah timur. Namun, aku tersadar sesuatu. Aku melihat jam di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan waktu hampir maghrib.

"Sin, kamu gak mau pulang? Udah mau maghrib, nih," kataku mengingatkannya.

"Gimana aku mau pulang? Ini, kan rumahku."

Tubuhku berjingkat dibuatnya. "Apa? Kamu pindah rumah? Perasaan tadi pagi kamu berangkat dari rumahmu yang biasa deh."

"Hehe... Bercanda. Ayo pulang."

Aku bernapas lega. Sedari tadi, entah mengapa jantungku berpacu lebih cepat. Mungkin saja karena hari yang sudah semakin sore. Akhirnya, kami pun pulang bersama dan berpisah di persimpangan jalan rumah masing-masing meninggalkan jembatan tadi.



Keesokan harinya, aku masuk kuliah pagi seperti biasa.

"Gea!"

"Aduh! Ada apa sih, Sin? Kamu ini kebiasaan ngagetin aku terus." Aku mengambil bukuku yang terjatuh setelah pundakku ditepuk keras olehnya.

"Kamu kemarin ke mana aja? Aku cariin kok ngilang? Perasaan, kamu ada di belakangku terus, tapi pas nyampe di rumah makan, kenapa kamu gak ada?"

"Loh? Aku kemaren kan bareng sama kamu ke Jembatan Kaliketek." Aku mengerutkan kening bingung.

"Hah? Ngapain aku ngajak kamu ke sana? Lagian udah sore, aku males ke sana. Yang ada malah didatengin dedemit maghrib nanti." Gantian dia yang tampak menatapku aneh.

"Wah... Jangan-jangan ... Kayaknya ini karena kamu keseringan ngelamun deh kemarin. Kan aku udah bilang sama kamu. Jangan ngelamun!"

"Aduh! Kamu juga sih. Kenapa kamu kemarin pakai rahasiain tempat tujuan kita? Jadi, yang pulang bareng aku kemarin siapa dong?" tanyaku pias.

Sinta semakin memandangku dengan lekat.

"Siapa yang ada di belakangmu, Ge?"


Tamat.

Pesan Ane, bagi pengguna kendaraan. Jangan banyak melamun, tapi tetap fokuslah pada tujuan dan jalan yang ada. Setiap melewati Jembatan ini, usahakan jangan terpancing untuk melihat ke bawah jembatan, karena akan melalaikan pengendara dalam mengemudi. Jadi, tetaplah fokus ke depan supaya lebih aman.


Jangan lupa tinggalkan jejak berupa cendol, rate 5, komentar dan share nya ya, GanSis!



Nama Penulis: Fia Permatasari
Sumber: Opri dan Sejarah Nyata
Nb: Apabila ada kemiripan nama, tokoh, cerita, semua itu hanyalah faktor ketidaksengajaan.
Diubah oleh fiaperm 22-03-2020 11:52
indrag057
999999999
nona212
nona212 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
2.2K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan