Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yenyoktafiaAvatar border
TS
yenyoktafia
Tuhan Memang Satu Kita Yang Sama


Kali ini thread ane berdasarkan pengalaman pribadi ya gansis, nama sudah saya samarkan emoticon-SmilieSilahkan membaca.



Pertemuan kami kala itu berada di salah satu universitas swasta yang ada di Jakarta. Kita dipertemukan semesta di tempat menimba ilmu. Awal aku mengenalnya ia adalah seorang senior angkatan. Karena aku adalah junior 2 tahun di bawah angkatannya. Sebut saja namanya Alfi Tsani Laksono. Sejak mengenal dan sering menatap curi wajah tampannya, aku yakin dia adalah pria yang pantas untukku. Setiap pergantian matakuliah kami sering berpapasan dan tidak sengaja saling menatap. Tubuhnya yang tinggi dan bidang membuatku semakin terpesona. Dia pria tidak murah senyum, mimik mukanya dingin seperti orang tidak suka dipandang. Tapi itu yang membuatku semakin jatuh hati dan terpikat. Tak kusangka ternyata dia juga memendam rasa yang sama. Ternyata dia sudah memperhatikanku lebih dahulu, namun Alfi belum memberanikan diri untuk menyapa. Alfi akhirnya memberanikan diri untuk menegurku di lorong kampus. Kami bertukar nomor whatsapp dan saling menghubungi setiap malam. 

Singkat cerita perkenalan kami dimulai ketika ia mengajakku minum kopi di kedai. Tak perlu pikir lama aku mengiyakan ajakan itu. Dengan hati yang berbunga, aku sampai menyiapkan baju yang pantas kukenakan untuk bertemu Alfi pada malam itu. Malam pun tiba, ia sampai duluan di kedai kopi tempat kami bertemu, ternyata ia sudah memesan dua minuman untuk kami. Alfi meneleponku untuk memastikan apakah sudah sampai di tempat tersebut atau belum. Setibanya aku langsung duduk dan mulai bercerita dengan santai, perbincangan hangat membawa obrolan ke topik yang serius. Dia sangat dewasa ketika berbicara dan gurauan yang kami bicarakan malam itu pun sangat berkesan.
Ketika kedai mulai sepi dan sudah agak malam dia memegang lembut tanganku dan menyampaikan pertanyaan “Maukah kau menjadi pasanganku?” . 
Saat itupun tubuhku kaku dan tak berkutik, jantungku berdegup cepat dan aku tersipu malu. Ketika pertanyaan itu dilontarkan ia memegang tangaku sambil tersenyum simpul manis. Dan seketika aku menghela nafas mengingat pembahasan yang baru saja kita bicarakan. Ada satu yang mengganjal yang membuatku tidak bisa mengiyakan dengan cepat pertanyaan Alfi. Kami berdua memang mencari calon pasangan untuk ke jenjang pernikahan. Jawabku “Oke nanti saja ya jawabannya jangan di sini, kedainya mau tutup”. 



Pertanyaan itu terhambat karena aku belum menjawabnya.
Ketika kami pulang dan sampai di rumah masing-masing Alfi meminta kembali aku untuk menjawab pertanyaanya. Aku berfikir sejenak "Kalau ini diteruskan apa bisa kami akan bersatu selamanya tetapi tak sejalan". Aku mencari waku yang tepat untuk membicarakan hal penting ini, bagaimana tidak, cara kami memohon kepada semesta berbeda, apalagi nanti ketika berumahtangga?


 




Aku menyatukan kesepuluh jariku ketika berdoa, sedang Alfi bersujud untuk memohon ampunan kepada sang Pencipta. Begitulah cara kami beribadah. Hanya itu yang menghambat dipikiranku. Alfi gelisah karena aku agak lama menyampaikan jawaban itu. Selang dua minggu akupun menjawab iya untuk pertanyaanya. Aku tak bisa mengelak karena semua perhatiannya begitu tulus dan sangat menjagaku dimana/kapanpun aku berada. Walau aku yang salah dia yang selalu meminta maaf dan mengajarkanku arti kedewasaan. Hati perempuan mana yang tak luluh jika ia diperlakukan begitu sopan. Hari berlalu, tiap bulan dilewati, kalenderpun berganti tahun. Semua kami lalui bersama, tidak pernah ada orang lain yang bisa masuk dihubungan kami. Canda tawa yang selalu hadir ketika kami bersama. Tempat- tempat indah menjadikan kenangan tersendiri di sudut hatiku. Kami sangat menyayangi dan saling menjaga perasaan pasangan. Dua tahun sudah usia hubungan kami dan yang ada dibenakku selama bersamanya adalah apakah bisa bersama diantara kedua perbedaan ini. Memang kita tahu Tuhan hanya satu tetapi jalan orang untuk menyembahNya berbeda. Itulah yang terjadi di hubungan kami. Jujur aku menyayanginya, bahkan ketika ia sakit dan tak memberitahu pun aku tahu dia sedang tidak baik-baik saja. Kita tetap berada di pendirian masing-masing. Dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk merancang pesta pernikahan. Kendala kami hanya satu itu, dengan berat hati dan sudah berfikir matang, kami berdua memutuskan untuk berpisah dengan baik. Kami berkomitmen jika awal pertemuan dengan senyuman, maka harus membekaskan senyuman ketika berakhir.

Singkat cerita dengan segala kepedihan yang tak terbendung, hubungan kami usai. Orang tua kami tak setuju karena perbedaan tersebut. Aku beruntung mengenal Alfi, pria baik dan dewasa. Mengajarkanku kesabaran, kedewasaan dan cinta kasih yang begitu tulus. Aku menyayangi Alfi tapi aku lebih sayang Penciptaku, begitupun Alfi. Semoga Alfi mendapatkan calon istri yang sepadan dengan imannya. 



Salam.
Diubah oleh yenyoktafia 27-04-2020 11:18
ButetKeren
abellacitra
nona212
nona212 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
698
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan