lapautekchy01Avatar border
TS
lapautekchy01
Ditikung Temen Sendiri Itu Sakit Sista. Lebih Baik You And Me End!



Sebenarnya aku tidak suka keramaian, apalagi menonton konser. Meskipun diriku saat ini sedang dekat dengan musisi legendaris di kota kami. Tetapi Maya sahabatku, memaksa agar pergi ke konser tersebut karena ada hubungannya dengan Arbi, kekasihku.

Belakangan ini hubunganku dan Arbi sedikit abnormal, sering kali pemuda itu ingkar janji dengan menyuguhkan berbagai alasan. Bahkan saat nenekku meninggal, dia tidak datang ke pemakaman. Katanya ada acara manggung keluar kota, tapi kata teman-teman yang lain dia tidak ke mana-mana.

Itulah sebabnya kuikuti ajakan Maya menonton konser Band yang dikomandoi Arbi. Aku pergi tanpa sepengetahuan pemuda itu.

Aku dan Maya berdiri di tengah-tengah penonton yang sangat antusias mendengar suara Arbi, mereka ikut bergoyang dan mengangkat tangan. Sedangkan aku, aku merasa kalau saat ini dunia sangat gelap dan berputar. Semua itu karena lelaki yang dipuja banyak orang berdiri di panggung dengan seorang perempuan, tangan mereka saling bertaut.

Wajah dan badanku terasa panas bagai disiram air cucian cobek. Darahku mendidih melihat pemuda yang sepenuh hati kucintai, kusayangi dipeluk gadis lain di atas panggung. Tontonan itu benar-benar membuatku hancur. Segala macam rasa berkecamuk dalam dada hingga akhirnya tumpah menjadi tangis tanpa suara.

“Aku, aku, nggak percaya May.” Maya seketika meraih pundakku, merapatkan ke tubuhnya agar tidak terjatuh.

“Sudah lama mereka seperti ini, May?”

“Aku ngga pasti, Lan. Aku juga baru tau sekarang,” jawab Maya pelan.

Mendengar jawaban Maya, aku semakin tidak karuan. Dada bergemuruh, napas berpacu melewati kerongkongan. Entah dari mana datangnya keberanian, tiba-tiba saja aku berlari menuju ke tengah kerumunan dan naik ke atas panggung, di mana Arbi kekasihku, pujaan hatiku sedang menyanyikan sebuah lagu romantis. Dan gadis itu menatapnya mesra, aku semakin terbakar cemburu.

Aku tidak peduli ratusan pasang mata menatap heran dan marah kepadaku yang tiba-tiba saja berdiri dengan wajah merah dan mata sembab, di hadapan Arbi serta gadis ganjen di sampingnya. Tangan gadis itu masih melingkar di bahu Arbi, aku semakin muak.

Arbi mematung, menghentikan nyanyiannya. Untuk beberapa saat ia terpaku melihat kehadiranku yang tidak disangka. Wajahnya pucat ketika melihat kilatan kemarahan di mataku.
“Alana,” suaranya terdengar lirih.

Dalam hitungan detik, dia menarik tanganku mundur. Melangkah ke belakang panggung, seketika terdengar riuh suara penonton karena ditinggal sang biduan.

Suara-suara teriakan itu berhenti, ketika musik kembali mengalun. Posisi Arbi kini digantikan Anjas, vokalis cadangan mereka.

Aku mengusap mata, berjalan tertatih menuruni tangga panggung. Sedang tangan Argi tidak melepaskan genggamannya dariku.

“Lepasin aku, Bi,” mohonku ketika tubuh terasa huyung menuruni anak tangga.

“Kamu bikin rusuh, Alana!” geramnya dengan suara lantang.

“Kamu yang buat rusuh, kemana aja kamu selama ini? Tidak ada kabar, tidak pernah menelepon. Kamu anggap aku apa? Kamu kira aku wanita yang bisa kamu perlakukan semau, kamu!” balasku tak kalah kencang.

“Alana! Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Itu Miranti teman duet aku, kamu harus ngerti, aku vokalis Alana!” ucapnya bergetar.

Kini, Arbi menarik kedua tanganku. Menatap mataku sayu. Ketika Arbi berusaha memelukku, meredakan emosi yang menggelegak, tubuhnya kudorong ke belakang.

“Alana, aku mencintaimu,” ujarnya pelan dengan suara bergetar.

Air mata luruh mendengar penuturan Arbi. Namun, saat ini hatiku lebih hancur oleh kebohongan demi kebohongan yang dihadiahkannya. Kecewa karena janji yang tidak lagi ditepati Arbi seperti sebelum dia tenar. Jadi, sangat sulit diri ini menerima penjelasan pemuda ganteng ini. Dia sangat terkejut dengan sikapku yang tidak sesabar biasanya.

“Alana, kamu kenapa?”
“Aku benci kamu!” kini isakku semakin terdengar.

Dadaku kembang kempis menahan gemuruh cemburu. Aku tidak mau diperlakukan seperti ini terus. Aku tidak bisa bertahan di samping pemuda yang lebih mengutamakan dirinya dari pada memikirkan perasaanku, kekasihnya.

Arbi berusaha menenangkanku, meraih kembali tanganku agar bisa meemeluk tubuh mungilku ke dadanya.

Aku tetap tidak mau, kini kuhunjam matanya dengan tatapan tajam. Menyiratkan rasa, kalau aku benar-benar kecewa. Arbi meneguk ludah, dia semakin gugup dan serba salah.



Pemuda itu memilih diam. Namun, berusaha membalas tatapanku.
“Kamu pergi tanpa kabar, Bi. Kamu janji mau datang, tapi tidak pernah ditepati. Setiap kali kita berdua, bukannya membuat aku bahagia, kamu malah membuat aku cemburu dengan cerita kamu tentang Miranti-lah, tentang Angeli-lah. Aku perempuan, Bi. Punya perasaan juga, aku bukan karang yang menghampar di pantai. Aku sudah tidak kuat!” lirihku dengan bahu berguncang menahan tangis yang kian menjadi.

“Lan, aku janji tidak akan membuat kamu kecewa lagi, aku janji akan membuatmu tersenyum jika tetap bersamaku,” rayuan gombal Arbi membuat aku semakin muak.

Berkali-kali kesempatan kuberikan, dia sendiri yang mengabaikan. Sering kubuka pintu maaf, dia tetap melakukan kesalahan yang sama.

Apa dia pikir aku gadis bodoh yang bisa dipermainkan seenak hatinya? Aku sudah tidak kuat, aku benci kamu, Arbi, kata hati membuat aku semakin kuat meninggalkan pemuda yang kini berdiri tepat di depanku. Menghalangi langkah dengan membentangkan kedua tangannya.

“Kumohon, jangan tinggalkan aku, Lan!” pintanya pelan.

“Luka ini terlalu dalam, Arbi Nizma. Sulit bagiku memaafkan semua tindakanmu.”

Kutepis tangan kekar itu dan pergi membawa luka. Meninggalkan semua kenangan yang pernah diukir Arbi. Mungkin suatu hari nanti aku bisa mengubur semua kisah tentang pemuda yang kutahu saat ini menatap kepergianku.
infinitesoul
NadarNadz
nona212
nona212 dan 38 lainnya memberi reputasi
39
756
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan