ejawahyuni90Avatar border
TS
ejawahyuni90
Anakku Indigo


Cerita ini curhatan seorang teman, yang selalu dihantui ketakutan karena putri kecilnya bisa melihat makhluk tak kasat mata. Dikemas kembali dalam sebuah cerpen versi ane.

********

Hari belum terlalu sore, azan isya saja belum berkumandang, tapi dikarenakan cuaca yang kurang bersahabat suasananya sudah seperti sebentar lagi mau magrib. Hujan badai tadi siang masih menyisakan awan-awan mendung di langit sana, angin yang walau berhembus tidak kencang tadi tapi masih mengirimkan hawa dingin ke dalam lapisan kulit terdalam.

Aku masih bergelut dengan perabotan rumah yang masih berserakan, maklum baru pindahan. Rasanya sudah dari tadi siang sibuk menatanya namun belum selesai-selesai juga. Mata ini sesekali tak luput mengawasi Naira, putri kecilku yang sedang asyik bermain dengan boneka-bonekanya.

"Bunda, Naira mau susu ...." Ah, gadisku ternyata sudah lapar. Memang dari tadi aku terlalu sibuk mengurus semua sehingga melupakan perut kecilnya.

Aku beranjak ke belakang, yang dibatasi tembok pemisah dengan ruang tamu. Untunglah peralatan dapur sudah terlebih dulu ditata, sehingga dengan mudah menemukan termos beserta susu Naira.

"Nenek sudah berapa lama tinggal di sini?" Sayup-sayup kudengar Naira seperti berbicara dengan seseorang. Oh, mungkinkah tetangga sebelah yang berkunjung? Bocah itu memang sangat cepat bergaul dengan siapapun. Eh, tapi aku tidak mendengar seseorang mengucapkan salam.

Secepat mungkin kuselesaikan membuat susu, sementara masih terdengar Naira mengobrol dengan riangnya. Ah aku sedikit merasa gugup, mungkin karena pertama kali mau bertemu tetangga baru.

"Naira ini sus ...." Perkataanku terhenti, susu yang dipegang hampir saja jatuh ke lantai, saat melihat Naira ternyata hanya bicara sendiri ....

Naira menoleh ke arahku, sambil tersenyum riang ....

"Bunda, ternyata kita akan tinggal bersama nenek ini, ya? Asyik ... Jadi sekarang Naira punya nenek."

Aku bingung, nenek ... Mana? Mata ini meneliti ke semua sudut ruangan yang tidak terlalu besar, namun tidak kutemukan siapapun. Yang ada hanya perabotan yang sebagian masih berserakan.

Tiba-tiba ada perasaan aneh menyelinap, aku tahu inilah yang dinamakan merinding, karena aku sudah sangat sering merasakannya ....

" Bunda ... Kenapa Bunda bengong? Aku tadi udah salim sama nenek ...."

" Mana neneknya, sayang ...."

" Itu di sebelah, Bunda," Naira menunjuk ke sampingku

Aku berusaha untuk tetap tenang, walau sebenarnya jantungku sudah mau copot. Perlahan, dengan keringat yang sudah sangat terasa membanjiri tubuh dalam sekejap, cuaca yang tadinya dingin kini mendadak panas, aku menoleh ke arah yang di tunjuk Naira, disampingku ... Kosong. Tidak ada siapapun.

"Naira, kamu jangan mengada-ada, tidak ada siapapun di sini!" bentakku keras, mungkin karena rasa takut yang menguasaiku.

Naira memberengut, mata polosnya menatapku kesal ....

" Bunda jahat, bukannya Bunda sendiri yang bilang, harus sopan sama orang tua. Sekarang malah Bunda yang jahat sama nenek itu, dia pergi dengan wajah sedih ...."

Ya Allah .... Apa lagi ini, apa putriku ini masih saja melihat makhluk-makhluk halus seperti di rumah sebelumnya. Apa kepindahan kami ini tidak akan menghasilkan apa-apa, harus pergi ke mana lagi, supaya matanya itu tidak melihat hal yang sama sekali tidak bisa dilihat oleh orang lain.

**********




Aku menatap penuh harap pada wanita paruh baya berkerudung hitam lebar di hadapanku ini. Sepertinya Ayah Naira juga sama. Sama-sama berharap agar Naira, gadis kecil kami bisa 'sembuh' dari kelainan yang membuat kami selalu gelisah dan ketakutan.

"Ini sebenarnya bukan penyakit, Pak-Bu. Ini adalah bawaan dari sejak lahir. Sebenarnya kalau Ayah dan Bundanya bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda, ini adalah berkah ...."

Apa? Berkah? Bagaimana mungkin melihat hantu adalah sebuah berkah? Rasanya ingin cepat saja aku meninggalkan kediaman orang yang katanya dukun hebat ini.

Ya, kami memang sudah hampir tidak waras. Kami memutuskan untuk mengobati Naira dengan jasa seorang dukun. Sebenarnya bukan kami bermaksud untuk syirik, tapi aku dan suami sudah putus asa dengan keadaan Naira. Sudah sejak Naira berumur dua tahun kami sudah membawanya berobat ke mana-mana. Mulai dari ke psikiater, sampai ruqiah dengan beberapa ustadz. Namun hasilnya nihil, malah kepiawaiannya dalam melihat hal-hal yang tidak kasat mata semakin menjadi.

" Saranku, sebaiknya biarkan saja. Biarkanlah Naira memiliki penglihatan itu, saya sih bisa saja menghilangkannya, tapi tentu ada resikonya ...."

Perkataan Bu dukun ini menghalau lamunanku. "Resiko? ... apa resikonya?" Tanyaku cepat.

"Kemungkinan bisa saja dia jadi idiot." Aku terkesiap mendengar penjelasan Bu dukun ini, tapi aku juga tidak menyangkalnya karena hal ini sudah sering kudengar dari beberapa orang pintar yang pernah kami datangi.

"Apa tidak ada jalan lain, Bu?" tanya suamiku.

" Hanya itu jalannya. Namun saya yakin kalian tidak akan membuat anak kalian idiot hanya karena takut bukan?"

Aku mendesah putus asa, begitupun dengan suami kami saling berpandangan, harapan untuk membuat Naira tumbuh seperti anak-anak normal lainnya pupus sudah.

" Bunda, Ayah ... aku senang di sini, banyak teman, aku tidak akan kesepian lagi." Naira yang dari tadi bermain sendiri di luar tiba-tiba datang dengan riang.

"Oh ya ... Mana temannya, sayang?" Aku keheranan Karena tempat ini sunyi sekali, sangat jauh dari keramaian.

" Itu ...." Telunjuk kecilnya mengarah ke halaman kosong yang penuh dengan dedaunan kering pohon mahoni yang tumbuh kokoh di perkarangan.

" Bunda, aku mau main lagi ...." Setelah minum air putih yang di suguhkan sang Ibu dukun dengan tergesa, ia berlari ke luar. Aku ingin mencegahnya namun isyarat dari Ibu dukun menghentikanku.

Kemudian terlihat pemandangan yang selama ini selalu kusaksikan hampir setiap hari. Naira tampak bermain dengan riang, berbicara, tertawa seolah-olah memang di sekitarnya banyak teman-teman.

" Setidaknya, selama ini Naira tidak pernah melihat penampakan yang mengerikan bukan? Ia tidak pernah ketakutan melihat sesuatu, iya kan? Malah ia terlihat senang. Makanya tugas bapak dan Ibu, supaya jangan membuatnya takut. Perlakukan ia seperti memperlakukan anak normal lainnya. Kalau ia mengatakan melihat sesuatu, jangan kaget dan histeris. Bersikaplah seolah-olah kalian juga melihatnya. Karena kalau Naira mengetahui kalau ia melihat yang tidak bisa orang lain lihat maka dia akan takut.

Kalau itu terjadi maka Naira benar-benar tidak akan pernah hidup normal. Ini cuma masalah waktu, dan sebagai orang tua kalian harus bersabar. Kalau Naira sudah besar sedikit lagi, maka ia akan mengerti dengan kelebihannya ini, dan saya yakin ia akan bisa mengatasinya ...."

Pesan terakhir Bu dukun itu selalu terngiang di telinga. Aku berfikir itu ada benarnya, dan mulai melatih diri untuk terbiasa, tidak takut dan histeris lagi dengan apa yang akan di lihat Naira. Dan itu sangat sulit ....

Saat tengah malam, kadang-kadang Naira terbangun ....

" Bunda, kok Nenek itu selalu berdiri di pintu kamar kita, sih ... Apa orang setua itu matanya tidak mau lagi tertidur, mungkin karena itu di bawah matanya ada lingkaran sangat hitam, ya? Wajahnya selalu terlihat sedih, dan rambut putihnya itu berantakan sekali, Bun. Lain kali aku mau membantu menyisirnya. Namun yang aku tidak mengerti kenapa setiap malam ia selalu duduk di pintu kamar, apa dia menjaga kita, karena ayah sering lembur kerja ya?"

Atau lain kali saat aku mau ke kamar kecil.

" Bunda, tunggu dulu ... Teman aku sedang di sana ...."

"Aku ngiri sama Bunda, ngapa-ngapain pasti ada yang nemenin ... Nyuci piring, memasak, nyapu rumah, tapi kok teman Bunda itu nggak pernah nyisir rambut sih? Juga terlihat jarang mandi kayaknya, juga nggak pernah ganti baju. Aku lihat baju itu-itu aja, putih awut-awutan melulu .... Agak serem sih, tapi aku nggak takut, dia kan teman Bunda ...."

Itu hanya contoh kecilnya saja, masih banyak lagi perkataan Naira yang membuat sport jantung, setiap hari berharap ia tidak akan berkata atau melihat yang aneh-aneh, tapi itu hanya harapan kosong. Namun aku tetap berusaha untuk bersikap biasa saja. Sebisa mungkin menahan perasaan diri untuk tidak marah atau membentaknya. Mencoba meredam segala ketakutan yang selau menghantui setiap saat.

Aku berharap dan selalu berdoa, semoga Tuhan segera mengambil pandangan buruk yang menguasai pandangan putriku. Besar harapanku putriku akan hidup normal, bermain dengan riang bersama teman sebayanya, bukan dengan makhluk alam lain.

Karena selama ini tidak ada satupun anak-anak sebaya Naira yang mau berteman dengannya. Bahkan guru di sekolah TK tempatnya sekolah juga terlihat menjaga jarak dengan Naira.

Pernah suatu kali di dalam kelas, saat pelajaran sedang berlangsung, Naira dengan polos menunjuk ke pelukan Bu guru yang sedang konsentrasi mempraktekkan sesuatu.

" Bu... Kok anak Bu guru jelek banget sih, matanya melotot hampir keluar terus kukunya panjang-panjang dan hitam, dan kenapa selalu bergelayut begitu? apa Bu guru tidak capek? ..."

End.

Note:
Percaya atau tidak, cerita di atas adalah nyata terjadi di tempat ane. Kegalauan dan kegelisahan seorang ibu muda yang anaknya bisa melihat makhluk-makhluk tak kasat mata.

Sampai sekarang ibu muda itu masih berusaha mencari pengobatan ke sana-sini agar putrinya bisa sembuh, dan tidak lagi melihat hal yang aneh-aneh.



Ditulis oleh: Ejawahyuni90
Sumber gambar:sini
Diubah oleh ejawahyuni90 24-03-2020 02:38
aa115prass
nona212
pulaukapok
pulaukapok dan 12 lainnya memberi reputasi
11
2.1K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan